
- Tantangan utama yang menyebabkan meningkatnya limbah tekstil seperti fast fashion, overproduction, dan bahan sintetis yang sulit terurai.
- Teknik atau strategi yang baik yang dapat digunakan dalam industri tekstil yaitu teknik upcycling, patchwork, dan desain modular.
- Osem merupakan salah satu bisnis berkelanjutan yang berkonsep zero waste dan ramah lingkungan.
- Membangun bisnis di industri fashion tidak hanya indah tapi harus berkelanjutan.
Halo Sobat EBT Heroes!
Seiring berkembangnya industri fashion di dunia, produksi pakaian yang berlebihan telah menghasilkan jutaan ton limbah tekstil di tempat pembuangan sampah, sehingga berdampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, konsep zero waste menjadi poin utama dalam mengembangkan fashion yang berkelanjutan.
Zero Waste Fashion adalah sebuah konsep yang bertujuan untuk meminimalkan limbah hasil produksi pakaian. Sesuai dengan prinsipnya, konsep ini berupaya mengurangi limbah atau bahkan menciptakan produksi busana tanpa limbah sama sekali. Penerapan zero waste dalam produksi pakaian dapat dilakukan dengan berbagai teknik, seperti draping pattern, flat pattern, shibori, dan plotting pola kain. Teknik-teknik tersebut mendorong inovasi dalam industri fashion.
Berkat inovasi tersebut, kreativitas dalam merancang model bisnis berkelanjutan juga dapat dikembangkan. Salah satu konsep yang dapat diterapkan adalah merancang produk agar dapat didaur ulang dan mudah diperbaiki. Selain itu, adanya tempat peminjaman baju atau toko penjualan pakaian bekas memberikan alternatif bagi konsumen untuk tetap bergaya tanpa harus selalu membeli pakaian baru. Kreativitas tanpa batas akan mendukung inovasi dalam desain, teknologi, dan model bisnis berkelanjutan, tanpa mengesampingkan aspek estetika.
Baca Juga
- Fashion : Tren Masa Kini, Dampak, dan Solusi Keberlanjutan
- 10 Brand Fashion Indonesia yang Mengusung Konsep Sustainable Fashion
Tantangan Limbah yang Dihasilkan Industri Tekstil
Menurut Ellen MacArthur Foundation (2017), terdapat 92 juta ton limbah yang dihasilkan dari industri tekstil yang dibuang di TPS atau dibakar setiap tahunnnya di seluruh dunia. Sementara itu, menurut Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2023, menyatakan bahwa Indonesia menyumbang sampah tekstil 2,87% dari total komposisi sampah.
Berdasarkan dampak lingkungan tersebut, terdapat beberapa tantangan utama yang menyebabkan meningkatnya limbah tekstil, seperti fast fashion, produksi berlebihan (overproduction), dan penggunaan bahan sintetis yang sulit terurai. Fast fashion menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap tingginya jumlah limbah tekstil. Pakaian dengan harga murah mendorong masyarakat untuk membeli lebih banyak, namun dalam waktu singkat pakaian tersebut dibuang. Selain itu, banyak perusahaan yang memproduksi pakaian dalam jumlah besar (overproduction) tanpa mempertimbangkan permintaan pasar, sehingga produk yang tidak terjual akhirnya menjadi limbah. Produksi pakaian juga kerap menggunakan bahan sintetis seperti poliester, yang sulit terurai di lingkungan.
Dari beberapa tantangan tersebut, apabila tidak ditangani dengan serius akan berdampak serius, terutama karena limbahnya tidak membawa ke sektor keberlanjutan. Dari segi lingkungan, tekstil berkontribusi besar pada pencemaran tanah, air bahkan udara. Proses pewarnaan dan finishing kain dalam produksi tekstil sering kali menggunakan bahan kimia berbahaya, seperti logam berat dan mikroplastik, yang terkadang langsung dibuang ke sungai dan laut. Selain itu, dari segi lingkungan juga akan menyebabkan emisi karbon dengan menyumbang sekitar 10% dari total emisi karbon dunia.
Selain dampak lingkungan, industri tekstil juga menimbulkan permasalahan sosial, seperti yang terlihat dalam insiden tragis runtuhnya pabrik Rana Plaza di Bangladesh pada tahun 2013. Kejadian ini menunjukkan adanya eksploitasi tenaga kerja, di mana standar keselamatan kerja diabaikan demi menekan biaya produksi. Selain itu, masih banyak pekerja perempuan dan anak-anak dalam industri ini yang mengalami dampak negatif, seperti pelecehan dan diskriminasi.
Solusi Kreativitas dalam Industri Tekstil

Semakin sadar akan dampak lingkungan yang dihasilkan oleh industri tekstil maka ada beberapa teknik atau strategi yang baik yang dapat digunakan dalam industri tekstil.
Pertama, teknik upcycling adalah proses daur ulang di mana pakaian bekas diolah menjadi produk baru dengan nilai lebih tinggi. Terdapat dua metode utama dalam teknik ini, yaitu mechanical recycling, yaitu proses penghancuran kain bekas menjadi serat baru, dan chemical recycling, yaitu proses daur ulang menggunakan bahan kimia untuk memecah serat tekstil. Contohnya, jeans bekas dapat diubah menjadi tas atau aksesori lainnya yang lebih bernilai.
Kedua, teknik patchwork dilakukan dengan menyusun potongan limbah kain yang kemudian dijahit menjadi satu kesatuan pola sehingga menciptakan produk yang estetik dan fungsional. Dengan memadukan berbagai jenis kain, warna, dan motif, desainer dapat menciptakan pakaian atau aksesori bernuansa vintage yang menarik, sekaligus membantu mengurangi limbah tekstil.
Ketiga, teknik desain modular berfokus pada perancangan fashion yang fleksibel dan berkelanjutan agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Misalnya, desain pakaian yang memungkinkan kombinasi antara kemeja dan dress dengan konsep lepas pasang, sehingga menciptakan berbagai tampilan yang menarik dalam satu produk.
Ketiga teknik tersebut membuktikan bahwa masih banyak solusi kreatif dalam industri tekstil yang lebih ramah lingkungan. Dengan memanfaatkan limbah sebagai bahan baku alternatif, industri fashion dapat berkontribusi dalam mengurangi jejak ekologis, sekaligus menghasilkan produk yang inovatif, menarik, dan bernilai tinggi.
Bisnis Berkelanjutan dalam Industri Tekstil
Berbagai inovasi terus dikembangkan untuk menciptakan industri tekstil yang lebih berkelanjutan guna mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu inovasi tersebut adalah penggunaan serat daur ulang yang dibuat dari limbah tekstil atau botol plastik bekas. Serat ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai produk baru, seperti kain, pakaian, hingga karpet.
Selain itu, penggunaan serat organik yang berasal dari jerami, bambu, kapas organik, dan bahan alami lainnya juga menjadi solusi ramah lingkungan. Produk berbasis serat organik harus diproduksi tanpa pestisida atau bahan kimia berbahaya agar lebih aman bagi lingkungan serta memiliki daya tahan yang lebih lama dan mudah terurai secara alami.
Tidak hanya dari segi bahan baku, proses pewarnaan tekstil juga semakin berorientasi pada keberlanjutan. Pewarna alami yang berasal dari tumbuhan atau enzim kini menjadi alternatif untuk menggantikan pewarna sintetis yang dapat mencemari lingkungan.
Dalam bisnis berkelanjutan, beberapa merek fesyen telah memanfaatkan kain sisa produksi dan menggunakan pewarna alami. Salah satunya adalah Osem, yang dikenal dengan pendekatan ramah lingkungannya dalam industri tekstil.

Osem mengusung konsep upcycling dengan memanfaatkan sisa kain untuk mengurangi limbah tekstil. Selain itu, Osem tidak menggunakan kancing atau resleting karena bahan tersebut umumnya terbuat dari plastik yang sulit terurai secara alami. Prinsip ramah lingkungan ini juga tercermin dalam unggahan di laman Instagram mereka, di mana produk-produk Osem memiliki warna alami yang indah. Salah satu contohnya adalah pewarna biru yang diperoleh dari tanaman Indigofera tinctoria.
Untuk terus mendukung bisnis berkelanjutan di industri tekstil, diperlukan perencanaan kolaborasi dengan berbagai pihak yang juga mengutamakan prinsip ramah lingkungan. Sebelum menjalin kerja sama, penting untuk memastikan bahwa mitra bisnis juga menerapkan konsep zero waste. Selain itu, memahami target pasar bisnis berkelanjutan sangatlah krusial agar strategi pemasaran lebih efektif.
Meskipun konsep fesyen berkelanjutan (sustainable fashion) semakin dikenal, masih ada tantangan dalam menarik minat masyarakat. Oleh karena itu, edukasi melalui media sosial dan penerapan strategi pemasaran digital menjadi langkah penting untuk meningkatkan kesadaran konsumen. Salah satu contoh sukses dari kolaborasi bisnis berkelanjutan adalah Calla The Label, yang bekerja sama dengan Andien dalam menghadirkan koleksi dress, outer, dan t-shirt dengan motif unik yang terinspirasi dari elemen alam.
Baca Juga
Gerakan dalam Mendukung Zero Waste Fashion
Untuk mewujudkan industri fashion yang lebih hijau, masyarakat perlu memahami bahwa fashion bukan hanya tentang mengikuti tren, tetapi juga tentang bersikap bijak dan bertanggung jawab. Peran media dan influencer sangat penting dalam membentuk tren yang ramah lingkungan.
Fashion berkelanjutan bukan hanya tanggung jawab industri, tetapi juga konsumen. Konsumen dapat berkontribusi dengan memilih bahan yang ramah lingkungan, mendukung merek yang menerapkan prinsip keberlanjutan, serta memahami cara merawat dan mendaur ulang pakaian dengan baik.
Membangun bisnis di industri fashion tidak hanya tentang estetika, tetapi juga tentang keberlanjutan. Mari bersama-sama mendukung dan berkontribusi dalam gerakan fashion yang lebih ramah lingkungan demi masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
#zonaebt #sebarterbarukan #EBTheroes
Editor : Alfidah Dara Mukti
Referensi
- Penerapan Zero Waste Fashion dalam Industri Busana
- Fast Fashion: Tren Modis dengan Harga Ekologis
- Teknologi Daur Ulang Tekstil: Solusi Masa Depan untuk Limbah Industri Fashion
- Inovasi Industri Tekstil : Material Ramah Lingkungan Yang Mengurangi Dampak Buruk
- Praktik Keberlanjutan Pada Merek Tekstil Dan Fesyen Indonesia: Rupahaus Dan Osem
- Slow Fashion: Kolaborasikan Bisnis Mode & Aktivis Lingkungan
1 Comment