• Pembiayaan terhadap transisi energi membutuhkan nominal yang besar.
• Salah satu bentuk pembiayaan yang dapat mendukung pengembangan transisi energi di Indonesia adalah green bond atau obligasi hijau.
• Masih terdapat tantangan dalam pengaturan green bond khususnya untuk membiayai transisi energi di Indonesia.

Komponen Pembiayaan dalam melakukan transisi energi merupakan salah satu hal penting yang perlu dipertimbangkan dengan matang. Mobilitas sumber pembiayaan menjadi faktor yang berperan signifikan untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi dalam melakukan transisi energi sebab pembangunan infrastruktur guna menunjang transisi energi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. 

Salah satu alternatif pembiayaan bagi transisi energi di Indonesia adalah green bond atau obligasi hijau. Melalui artikel ini, Sobat EBT Heroes akan diajak untuk mengenal lebih jauh mengenai green bond dan perananannya dalam mendukung transisi energi.

Baca Juga

---

• Startup EBT: Peluang Bisnis Menjanjikan di Era Energi Terbarukan
• Mengawal Regulasi Transisi Energi yang Setengah Hati

---

Peran Green Bond dalam Pembiayaan Transisi Energi di Indonesia

Berdasarkan keterangan yang dilansir dari Bisnis.com, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Arifin Tasrif, menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan hingga US$ 1 Triliun (Satu Triliun Dollar Amerika) untuk investasi di sektor Energi Baru Terbarukan (EBT). 

Dengan kebutuhan yang besar tersebut, pembiayaan transisi energi akan memberatkan bagi Pemerintah, apabila pembiayaan tersebut seluruhnya diambil dari pembiayaan yang berasal dari APBN dan APBD. Sehingga salah satu pembiayaan yang dapat menjadi alternatif dalam pembiayaan transisi energi adalah Sustainable investment yang mana saat ini dinilai mengalami pertumbuhan yang paling pesat di pasar modaldi berbagai belahan dunia saat ini. 

Sustainable investment secara umum merupakan  produk investasi yang utamanya mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial dan tata kelola atau (ESG). Lebih lanjut, green bond atau obligasi hijau merupakan salah satu alternatif produk yang termasuk sebagai sustainable investment.

Green bond atau obligasi hijau sejatinya memiliki kesamaan dalam hal sifat dan jenis pembiayaan yakni termasuk sebagai obligasi yang merupakan instrumen efek bersifat utang yang kemudian tercatat di bursa. Hal yang membedakan antara keduanya adalah green bond memiliki tujuan khusus untuk membiayai proyek-proyek yang termasuk proyek berwawasan lingkungan baik yang baru atau yang sudah ada dan yang memenuhi syarat dan selaras dengan empat komponen utama yang ditetapkan dalam GBP (Green Bond Principles (GBP). Dengan demikian sasaran utama dari pembiayaan green bond atau obligasi hijau merupakan proyek yang menghasilkan manfaat bagi lingkungan layaknya proyek 

Berdasarkan Green Bond Principles (GBP) yang diterbitkan oleh International Capital Market Association (ICMA) pada Juni 2018, definisi green bonds adalah setiap jenis instrumen obligasi dimana hasil pendapatan dari obligasi tersebut akan secara khusus digunakan untuk membiayai atau membiayai ulang (refinance), untuk sebagian atau sepenuhnya, proyek-proyek berwawasan lingkungan (green projects) yang baru atau yang sudah ada dan yang memenuhi syarat dan selaras dengan empat komponen utama yang ditetapkan dalam GBP. 

Dari definisi green bond tersebut, faktor utama yang membedakannya dengan obligasi lainnya adalah tujuan penggunaannya yang dikhususkan untuk membiayai proyek yang menghasilkan manfaat bagi lingkungan, atau disebut juga green project yang mana salah satu proyek diantaranya adalah kegiatan pembangunan berkelanjutan seperti pemanfaatan energi yang efisien dan pengembangan energi baru dan terbarukan.

Baca Juga

---

• Mengulik Perpres Nomor 112 Tahun 2022 terkait Pengembangan Energi Terbarukan
• Proyek PLTS Terapung Cirata: Perspektif Regulasi dan Rekomendasi

---

Pengaturan Green Bond dalam Tataran Hukum di Indonesia

Green Bond atau obligasi hijau dalam tatanan hukum positif di Indonesia diatur melalui Peraturan OJK No. 60 /POJK.04/2017 Tahun 2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond).  POJK tersebut dibentuk dalam rangka memberikan landasan serta kepastian hukum terhadap emiten yang akan melakukan penawaran umum efek bersifat utang berwawasan lingkungan.

Lebih lanjut dalam Pasal 1 peraturan tersebut Green Bond atau Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan adalah Efek bersifat utang yang dana hasil penerbitannya digunakan untuk membiayai atau membiayai ulang sebagian atau seluruh kegiatan usaha berwawasan lingkungan. 

Secara umum POJK tersebut mengatur mengenai kewajiban apa saja yang harus dipenuhi oleh emiten sebelum melakukan penerbitan green bond antara lain adalah yang mendapatkan pendapat atau penilaian dari Ahli Lingkungan bahwa kegiatan usaha memiliki kebermanfaatan bagi lingkungan, penerbitan prospektus yang memuat informasi tambahan terkait kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan yang memuat sasaran kelestarian lingkungan dari KUBL) Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan yang ingin dicapai oleh Emiten, ketentuan penggunaan dana hasil penawaran green bond, dan pelaporan yang berdasarkan hasil review yang dilakukan Ahli Lingkungan.

Tantangan Green Bond dalam Menjadi Pembiayaan Transisi Energi

Jika melihat produk hukum yang saat ini ada, pembiayaan melalui skema green bond hanya diatur melalui Peraturan OJK No. 60 /POJK.04/2017 Tahun 2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond) yang secara umum mengatur mengenai persyaratan emiten dalam menerbitkan green bond. 

Apabila dikaitkan dengan pembiayaan transisi energi, hingga saat ini belum terdapat peraturan yang memuat alternatif pembiayaan melalui skema green bond terkhusus untuk transisi energi. Hal ini merujuk pada draft Rancangan Undang Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan,  yang tidak menyebutkan secara tegas terkait pemanfaatan Green Bond atau Obligasi Hijau sebagai salah satu skema pembiayaan yang dapat digunakan dalam rangka pembangunan atau perubahan energi menuju Energi Baru dan Terbarukan. 

Oleh karenanya, pengaturan green bond yang khusus untuk membiayai pengembangan energi baru dan energi terbarukan dirasa penting utamanya untuk mendorong alternatif pembiayaan yang lebih sustainable serta memberikan kepastian hukum kepada para investor yang ingin berinvestasi dengan menggunakan sarana Green Bond khususnya pada investasi pada Energi Baru dan Energi Terbarukan di Indonesia.

Dengan diaturnya green bond khusus untuk membiayai transisi energi, maka implementasi terkait pendaanaan dan pembiayaan transisi energi menjadi lebih mudah untuk dilakukan sebab telah didukung oleh regulasi yang memadai. Lebih lanjut, pengaturan yang dimuat pada tingkat undang-undang dapat mengamanatkan pembentukan pengaturan lanjutan terkait koordinasi dan teknis green bond yang dilakukan secara lintas lembaga atau lintas kementerian.

#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes

Editor: Gabriel Angeline Farenita Kusuma Putri

[1] Sri Mulyani Ungkap Tantangan Terbesar Transisi Energi di RI

[2] Tinjauan Yuridis Terhadap Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond) Sebagai Instrumen Investasi Dalam Penerapan Sustainable Investment Di Pasar Modal Indonesia

[3] Aspek Hukum Green Bond Sebagai Pembiayaanenergi Baru Terbarukan Di Indonesia