Gali Potensi PLTN di Indonesia Pasca Tragedi Nuklir Fukushima

Ilustrasi menara pendingin dari pembangkit listrik tenaga nuklir di Jepang. Sumber: Pixabay
  • Bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda wilayah Jepang pada tanggal 11 Maret 2011 menyebabkan sejumlah ledakan di stasiun pembangkit nuklir di Jepang.
  • Di antara 19 negara yang termasuk ke dalam pemilik reaktor berdaya nuklir yang ramah lingkungan, hanya 3 negara yang status tren emisi karbonnya dalam posisi positif atau belum terjadi reduksi dalam kurun tahun 2000-2019.
  • Survei menunjukkan bahwa 75 persen penduduk Indonesia mendukung pembangunan PLTN karena dianggap bisa menjamin ketersediaan pasokan listrik.
  • Keuntungan menggunakan nuklir, yakni tidak menghasilkan karbondioksida untuk mencapai net zero emission (NZE), dan dapat menyuplai energi dengan sangat stabil dan tinggi (base loader).

Menolak lupa! Sobat EBT Heroes, masih ingatkah kalian dengan kejadian 14 tahun silam yang melanda Jepang? Saat itu, terjadi tragedi nuklir terbesar sepanjang sejarah, lho. Tragedi ini menyebabkan beberapa negara memutuskan tidak lagi menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), seperti Jerman. Akibatnya, muncul kekhawatiran yang dirasakan oleh sejumlah negara di berbagai belahan dunia untuk mempertimbangkan kembali pembangunan PLTN di negaranya masing-masing. 

Napak Tilas Tragedi Fukushima 2011

C:\Users\ASUS\Downloads\tragedi-pembangkit-nuklir-fukushima-60e7cc79591cb1788a3bc2a2.jpg
Tragedi gempa di Fukushima, Jepang pada tanggal 11 Maret 2011 yang meledakkan stasiun pembangkit nuklir. Sumber: whastrending.com

Pada tanggal 11 Maret 2011, pukul 14.46 waktu setempat (05:46 GMT), gempa bumi besar berkekuatan 9,0 MW di wilayah Jepang Timur (juga dikenal sebagai gempa bumi Tohoku 2011) bersumber dari 97 km sebelah utara pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi. Sistem pembangkit listrik berfungsi dengan baik, mendeteksi gempa bumi dan mematikan reaktor nuklir secara otomatis. Generator darurat dinyalakan untuk mendinginkan sisa panas peluruhan reaktor dan bahan bakar bekas.

Segera setelah gempa bumi, gelombang tsunami setinggi lebih dari 14 meter (46 kaki) menghantam Fukushima Daiichi, menghancurkan tembok laut dan membanjiri pabrik tersebut. Dampak banjir menyebabkan sebagian besar generator darurat yang digunakan untuk mendinginkan reaktor dan bahan bakar bekas mati. 

Upaya mendesak telah dilakukan untuk memulihkan pasokan listrik dan mencegah bahan bakar di dalam reaktor menjadi terlalu panas. Namun, meskipun situasi telah stabil sebagian, hal ini tidak cukup untuk mencegah krisis nuklir. Bahan bakar di tiga reaktor menjadi terlalu panas dan sebagian inti reaktor meleleh.

Terjadi tiga kali krisis, yang disebabkan oleh panas berlebih yang melelehkan bahan bakar reaktor nuklir di tiga dari enam unit Fukushima, dan material radioaktif mulai bocor ke atmosfer dan Samudera Pasifik. Perintah evakuasi darurat dengan radius 20 km di sekitar pembangkit listrik segera dikeluarkan oleh pihak berwenang. Sebanyak 109.000 orang diperintahkan meninggalkan rumah mereka, dan 45.000 orang lainnya juga memilih untuk mengungsi dari daerah terdekat.

Meskipun banyak yang dapat kembali ke rumah mereka, “zona sulit untuk kembali” seluas 371 kilometer persegi tetap dievakuasi pada tahun 2021, dan jumlah korban sebenarnya mungkin tidak diketahui selama beberapa dekade. Pada tahun 2018, pemerintah mengumumkan bahwa mantan pekerja pabrik yang telah bertugas selama krisis jadi kematian pertama yang secara resmi dikaitkan dengan radiasi dari bencana itu.

Investigasi independen yang dilakukan oleh parlemen Jepang menemukan bahwa Tokyo Electric Power Company (TEPCO) bersalah dan menyimpulkan bahwa Fukushima adalah “bencana yang disebabkan oleh ulah manusia”. Investigasi menemukan bahwa TEPCO gagal memenuhi persyaratan keselamatan atau merencanakan kejadian semacam itu.

Indonesia yang merupakan negara rawan gempa bumi dan tsunami. Akankah mampu tidak mengulangi kecelakaan yang sama seperti di Fukushima?

Baca Juga



Sudahkah Indonesia Siap Memiliki PLTN Sendiri?

C:\Users\ASUS\Downloads\https___asset.kgnewsroom.com_photo_pre_2022_12_07_dad9fa4e-0c4e-4214-996e-3eba70985789_jpg.jpg
Data penelitian terhadap reaktor daya nuklir di sejumlah negara di dunia. Sumber: IAEA dan Bank Dunia, Diolah oleh Litbang Kompas/IWN

Sembilan belas negara di atas adalah negara pemilik reaktor berdaya nuklir yang ramah lingkungan. Namun, dalam kurun tahun 2000-2019 hanya 3 negara yang status tren emisi karbonnya dalam posisi positif atau belum terjadi reduksi. Tiga negara yang dimaksud adalah Uni Emirat Arab (5.159 kilo ton/tahun), Korea Selatan (10.445 kilo ton/tahun), dan Kanada (4.297 kilo ton/tahun), sedangkan negara lain berstatus tren emisi karbon negatif.

Walau nuklir diklaim sebagai salah satu energi yang dapat menurunkan emisi dan telah banyak dirasakan manfaatnya oleh banyak negara maju, ternyata masih banyak negara yang belum memiliki PLTN, salah satunya adalah Indonesia. 

Hal ini dikarenakan pandangan masyarakat indonesia terhadap nuklir tidak begitu baik. Masyarakat sering menganggap nuklir hanyalah sebagai bom dan senjata perang, ketakutan itu semakin menjadi setelah tragedi Fukushima di Jepang. Padahal, nuklir juga dapat menjadi sumber energi yang murah dan dapat menghasilkan energi listrik yang sangat besar.

Stigma yang melekat pada masyarakat tersebut memicu aksi penolakan pembangunan PLTN, karena dianggap membahayakan dan dampak negatif radioaktif bagi kesehatan. Selain itu, pembangunan PLTN dapat memiliki dampak negatif pada lingkungan sekitar, seperti dampak radiasi, penggunaan lahan yang luas, dan peningkatan volume limbah radioaktif. 

Namun, menurut survei yang diadakan oleh Sigma Research pada periode Oktober-Desember 2015 dengan 4.000 responden, menunjukkan 75 persen penduduk Indonesia mendukung karena dianggap bisa menjamin ketersediaan pasokan listrik. Angka dukungan tersebut terus konsisten naik dari sebelumnya 49,5 persen (2011), 52,9 persen (2012), 64,1 persen (2013), 72 persen (2014) dan 75,3 persen (2015).

Pro kontra ini kemungkinan akan terus berlanjut dalam proses pembangunan PLTN yang direncanakan pada 2030 mendatang. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan evaluasi dengan baik dampak lingkungan dan sosial sebelum melakukan pengembangan nuklir. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dan pembangunan PLTN ini mampu mencapai net zero emission (NZE).

Baca Juga



Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Indonesia Rencana Dibangun 2030

C:\Users\ASUS\Downloads\ilustrasi-reaktor-nuklir-2.jpeg
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga nuklir. Sumber: iStockphoto.com/MichaelUtech

Bob S Effendi selaku Chief Operating Officer Thorcon Power Indonesia mengatakan bahwa, “Nuklir merupakan energi yang terbukti di dunia menurunkan emisi. Nuklir adalah kontributor nomor dua terbesar setelah hidro yang memberikan kontribusi terhadap energi bersih. Dalam sejarah selama 50 tahun, nuklir telah menurunkan 55 giga ton CO2. Ini adalah terbesar dalam sejarah, belum ada jenis energi lain yang dapat menurunkan 55 giga ton CO2 selain nuklir.”

Keuntungan menggunakan nuklir diantaranya: Pertama, tidak menghasilkan karbondioksida sehingga linier untuk mencapai net zero emission (NZE) sebagai cita-cita pemerintah. Kedua, faktor kapasitas nuklir sangat tinggi, sehingga dapat menyuplai energi dengan sangat stabil dan tinggi (base loader). Hal inilah yang mendorong pemerintah serta organisasi terkait untuk menyegerakan cita-cita pembangunan PLTN di Indonesia. 

Adapun prospek nuklir di berbagai bidang adalah pada bidang kesehatan untuk pengobatan kanker dimana nuklir akan digunakan untuk radioterapi dan diagnosis menggunakan Single Photon Emission Computed Tomography (SPEC). Pada bidang pertanian dan pangan untuk pemuliaan tanaman, menciptakan varietas-varietas unggul tanaman baru, serta untuk pengawetan pangan dengan menggunakan metode radiasi. Sementara itu, pada bidang industri dapat digunakan untuk pengujian non-destructive testing (NDT). 

PLTN pertama di Indonesia ini rencananya akan mulai dibangun pada 2030 di Kepulauan Gelasa Kepulauan Bangka Belitung, pembangkit tersebut dikembangkan oleh PT ThorCon Power Indonesia dan pemotongan steel pertama ditargetkan terlaksana pada November 2024 mendatang. Bob S Effendi mengatakan Proyek tersebut akan menelan investasi sebesar 14 triliun rupiah, dimana nilai investasi ini turun dari rencana semula 18,8 triliun rupiah. 

Jadi, menurut Sobat EBT Heroes apakah Indonesia sudah siap memiliki PLTN sendiri? Sudah siap, jika kajian dan evaluasi pembangunan juga sudah matang ya, termasuk penyimpanan limbah radioaktif PLTN yang dapat berakibat buruk jika tidak ditangani dengan baik. PLTN punya dampak positif dan negatifnya masing-masing, maka pemerintah harus lebih siaga dalam mengurangi potensi terkait dampak negatif yang mungkin akan muncul. 

Nah, karena Sobat EBT Heroes sudah Makin Tahu Indonesia dan kesiapan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir pada 2030 mendatang, yuk sama-sama kita kawal proses pembangunannya dan berikan saran yang membangun bagi pemerintah. Semoga proses pembangunannya lancar, dan Indonesia bisa segera merasakan manfaat dibangunnya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir pertama ini ya Sobat!

Editor: Savira Oktavia

Referensi

[1] Petaka 11 Maret 2011, Tsunami dan Gempa Bumi Terbesar Picu Bencana Nuklir Fukushima

[2] 10 Fakta Tragedi Nuklir Fukushima, Salah Satunya Akibat Kesalahan Manusia

[3] Survey: 75 Persen Warga Dukung Pembangkit Nuklir

[4] PLTN Berkontribusi dalam Mencapai NZE

[5] Punya Potensi Emas di Bidang Nuklir, Kenapa Indonesia Belum Memiliki PLTN?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

6 Comment

  1. 나는 잠시 시간을 내어 당신이 하고 있는 놀라운 일에 대해 감사의 말씀을 전하고 싶습니다. 귀하의 플랫폼은 저에게 귀중한 리소스가 되었으며 저는 다루는 주제의 범위에 계속해서 놀랐습니다. 지식 추구에 있어 빛나는 모범이 되어주셔서 감사합니다!

  2. Hello, i believe that i saw you visited my website thus i got here to go back the choose?.I
    am attempting to in finding things to enhance my website!I guess its ok to use some of your ideas!!