Jakarta, 22 Februari 2023 – Di akhir masa penyelenggaraan Indonesia di G20, dua pengumuman besar dibuat terkait ambisi Indonesia untuk transisi energi terbarukan. Yang pertama adalah komitmen Indonesia untuk mencapai masa depan net-zero pada tahun 2060. Sebagai respon, Indonesia telah menerima green commitment dari G20, termasuk pendanaan sebesar 20 miliar USD untuk mekanisme transisi energi.
Komitmen ini menawarkan Indonesia kesempatan untuk memanfaatkan potensi energi terbarukan dan memenuhi tujuan Presidensi G20, namun masih ada beberapa tantangan yang harus diatasi untuk memanfaatkan energi terbarukan secara maksimal. Jika fokus pada satu sektor energi, panas bumi, Indonesia harus mampu mengatasi risiko-resiko terkait eksplorasi potensinya sebesar 23 GW, yang saat ini baru dimanfaatkan sebesar 2.293 GW. Risiko ini termasuk biaya investasi dan persyaratan agunan yang tinggi, serta ketidakpastian seputar izin dan lisensi.
Selalu ada ruang untuk belajar dari negara lain yang sudah berhasil memanfaatkan energi terbarukan, termasuk panas bumi, sebagai pembangkit listrik utama mereka. Selandia Baru misalnya, yang merupakan negara pertama di dunia yang menghasilkan listrik dari sumber panas bumi dengan dominasi cair (liquid-dominated geothermal). Porsi Selandia Baru untuk energi terbarukan pada tahun 2021 naik menjadi 82,1% dari 81,1% pada tahun 2020. Serupa dengan Indonesia, Selandia Baru juga mendorong pengembangan wilayah kerja panas bumi baru dan memaksimalkan wilayah yang sudah ada, karena negara ini memiliki target mencapai 100% energi terbarukan pada tahun 2035. Sebagai bagian dari ekosistem dunia, Selandia Baru juga bermitra dengan negara lain dalam pengembangan panas bumi mereka.
“Selandia Baru adalah mitra yang terus mendampingi pengembangan panas bumi di Indonesia. Komitmen kami untuk menyediakan sumber daya dan keahlian menggarisbawahi dukungan kami terhadap sumber energi penting ini. Kami yakin panas bumi memiliki potensi untuk menjadi kontributor utama bagi transisi energi terbarukan Indonesia dan memenuhi agenda G20. Sebagai perwakilan dari sektor swasta Selandia Baru, saya menyambut baik kerjasama dengan pemerintah atau sektor swasta Indonesia untuk mengembangkan industri dan melatih para ahli di bidang panas bumi,” kata Diana Permana, Komisaris Perdagangan Selandia Baru untuk Indonesia, pada Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) tahun lalu.
Dalam membuktikan kemajuannya, Pemerintah Selandia Baru dan sektor swasta telah berkolaborasi dengan mitra Indonesia untuk mengembangkan industri panas bumi. Sektor swasta Selandia Baru bekerja sama dengan pengembang panas bumi Indonesia melalui skema kemitraan B2B, yang memaksimalkan keahlian dan teknologi mereka. Sementara itu, Pemerintah Selandia Baru memberikan beasiswa, membangun kapabilitas, dan menawarkan bantuan teknis melalui kerja sama dengan pakar panas bumi Selandia Baru. Upaya ini ditujukan untuk mendukung pengembangan panas bumi Indonesia dari tingkat individu hingga proyek. Selandia Baru sangat menekankan investasi pada sumber daya manusia, karena mereka yakin manusia adalah fondasi kesuksesan.
Baca juga:
Untuk Memperkuat Infrastruktur Panas Bumi, Kemenkeu Siapkan Fasilitas Dana Pembiayaan
Panas Bumi Menjadi Salah Satu Kunci Untuk Membangun Ekosistem Dari Kendaraan Listrik!
Selain sumber daya manusia dan pengembangan proyek, terdapat peluang untuk terobosan dan inovasi di bidang panas bumi, seperti green hydrogen. Sebagai contoh, Pertamina yang berencana untuk meluncurkan proyek percontohan green hydrogen di lokasi panas bumi Ulubelu pada tahun 2023 ini. Di Selandia Baru, beberapa proyek percontohan hidrogen sedang berlangsung, termasuk usaha patungan antara Obayashi Corporation Jepang dan Tuaropaki Trust milik Maori, untuk memproduksi hidrogen secara komersial menggunakan energi panas bumi.
Selain panas bumi, Indonesia memiliki potensi besar di sektor energi terbarukan lainnya, termasuk tenaga surya. Pemerintah mempromosikan pengembangan tenaga surya yang telah menarik minat para pelaku industri lokal dan internasional. Untuk pertama kalinya di Indonesia, floating solar photovoltaic (FPV) sedang dalam fase studi kelayakan. ORMAT Technologies Inc bermaksud untuk mengembangkan proyek FPV di Danau Tondano, Sulawesi Utara dan telah menggandeng perusahaan Selandia Baru, Jacobs sebagai konsultan teknis dan penasehat untuk tahap kelayakan proyek ini.
“Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk memanfaatkan energi terbarukan bagi kemaslahatan rakyatnya dan keberlanjutan dunia. Dengan dukungan pemerintah yang kuat, komitmen dari pengembang dan investor, serta kemitraan strategis internasional, Indonesia dapat mencapai ketahanan energi, kemandirian, dan mendukung pengembangan energi terbarukan, khususnya di bidang panas bumi dimana kami memiliki keahlian yang kuat”, ujar Diana Permana.