Genggaman oligarki Swasta mencengkeram PLN

Banyak yang mengira bahwa PLN memiliki pembangkit listriknya sendiri. Karena pandangan awam bahwa PLN memonopoli kelistrikan Nusantara. Namun fakta berkata lain. Menurut penuturan dari Muhammad ikhsan Assad selaku direktur Mega Project PLN, lebih dari 50% pembangkit listrik yang beroperasi itu merupakan kepunyaan swasta atau Independent power producer (IPP).

Para pengembang listrik swasta menjual hasil listriknya kepada PLN. Kemudian PLN menyalurkan nya kepada kepada pelanggan. Disini peran PLN hanya sebagai broker, atau distributor, dengan mandat dari negara untuk melistriki seluruh wilayah Nusantara.

Baca juga:



Sampai dengan akhir Juni 2020 pelanggan PLN telah mencapai 77.19 Juta. Dengan jumlah pelanggan semasif itu, maka perlu diimbangi dengan jumlah pembangkit untuk menghasilkan listrik.

Skema pembelian listrik dari pihak swasta melalui kebijakan Take or Pay atau TOP Berpotensi merugikan negara. Menurut direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) Tri Mumpuni menilai kontrak tersebut mewajibkan PLN menyerap listrik dari pembangkit independent Power Producer (IPP) dengan minimal yang tertera dalam power purchase agreement (PPA)

Dalam kontrak tersebut, pengatur bila PLN membeli di bawah kapasitas tersebut maka perusahaan setrum plat merah akan terkena denda. “Take or pay ini merugikan PLN karena dipakai tidak dipakai harus membayar. Siapa nanti yang merugikan negara” kata Tri dalam diskusi secara virtual.

Dengan besarnya porsi pembangkit listrik swasta, juga akan berimbas pada biaya pembelian listrik PLN dari pembangkit listrik swasta atau pihak ketiga.

Berdasarkan laporan Keuangan PLN pada kuartal III 2020. Beban pembelian tenaga listrik dari luar PLN independent Power Producer (IPP) selama bulan Januari – September 2020 mencapai Rp 74,82 triliun. Naik 21% dari periode yang sama pada tahun 2019 yang sebesar Rp 61,88 triliun.

Berikut merupakan pihak swasta yang selama ini menyalurkan listrik ke PLN. Sumber dari Data bisnis

· Group PT Adaro energy TBK kode saham ADRO

Perusahaan batubara terbesar yang beroperasi di Indonesia. Memiliki beberapa anak usaha salah satunya pembangkit listrik PLTU. Saat ini beroperasi PLTU MSW 2×30 MW. Sedangkan yang masih dalam konstruksi yaitu PLTU Batang kapasitas 2×1.000 MW, PLTU Tanjung power 2×100 MW. Selain berfokus pada energi berbahan fosil, perusahaan yang dinahkodai oleh Garibaldi Thohir (kakak Erick Thohir Menteri BUMN Kabinet Indonesia Maju untuk kali kedua). Perusahaan ini juga sedang menggarap proyek PLTS di wilayah Kalimantan Selatan.

· Group Barito Pasifik TBK kode saham BRPT

Grup perusahaan yang dirintis oleh mantan sopir yaitu Prayogo Pangestu memiliki beberapa (IPP) independent Power Producer salah satunya Star Energy. Tersebar di kawasan Gunung Salak yaitu PLTP Wayang Windu kapasitas 277 MW, PLTP Darajat 271 MW dan PLTP Salak 377 MW. Selain berfokus pada energi dari panas bumi. Konglomerasi bisnis dari grup Barito pacific juga memiliki proyek pembangkit Batubara. Seperti PLTU Jawa 9 kapasitas 1.000 MW dan PLTU Jawa 10 kapasitas 1.000 WM. Dan Juga ada beberapa proyek PLTS lainnya.

· Group Wilmar

Perusahaan yang dikelola oleh Martua Sitorus group yang terkenal karena perkebunan kelapa sawit dan produksi CPO ini. Juga tertarik akan cuan dari bisnis pembangkit listrik. Ini dilihat dari kepemilikan PLTU Sumut 2 dengan kapasitas 2 x 330 MW.

· Medco Energy TBK dengan kode saham MEDC

Group perusahaan yang memiliki banyak kilang minyak. Tersebar dari Indonesia sampai Oman, Yaman, Libya dan Amerika Serikat. Medco Energy juga memiliki tambang emas dan tembaga di Sumbawa Nusa tenggara Barat. Sedangkan untuk lini bisnis yang bergerak di bidang energi listrik dinaungi oleh Medco Power Indonesia, dengan total entitas anak tercatat memiliki kapasitas 2.819 MW per September 2019. Group ini juga memiliki PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap) di Riau dengan kapasitas 275 MW. Dan yang masih dalam tahap rencana yaitu PLTP Ijen dengan kapasitas 2×55 MW. Gurita bisnis energi dari Arifin Panigoro dan Hilmi Panigoro dengan Group Medco Energy TBK. dengan konsen lebih kepada energi baru terbarukan seperti panas bumi.

· PT United Tractors TBK dengan kode saham UNTR

Anak usaha dari Astra internasional (ASSI) yang bergerak di penjualan alat-alat berat dan pertambangan. Melebarkan sayap bisnis masuk ke dalam pembangkit swasta. Melalui PLTU PAMA -1 kapasitas 2×15 MW. Sedangkan yang masih tahap konstruksi yaitu PLTU Jawa 4 kapasitas 2×1.000 MW.

· PT Indika Energy TBK dengan kode saham INDY

Group perusahaan tambang Batubara yang dipimpin oleh Agus Lasmono S. memiliki beberapa pembangkit PLTU seperti PLTU Cirebon Electric Power kapasitas 660 MW dan yang masih tahap pembangunan PLTU Cirebon unit II kapasitas 1.000 MW.

· PT Bukit Asam Persero TBK dengan kode saham PTBA

Perusahaan plat merah yang terjun di bidang usaha pembangkit listrik khususnya berbahan dari Batubara. Memiliki beberapa portofolio seperti PLTU Sumsel 8 kapasitas 2×620 MW, PLTU Halmahera 2×60 MW dan yang masih dalam konstruksi yaitu PLTS Bandara Soetta

· PT Toba Bara Sejahtera atau TBS energy dengan kode saham TOBA

Perusahaan yang dimiliki oleh Luhut Pandjaitan memiliki beberapa PLTU, seperti PLTU Sulbagut 1 kapasitas 2x50MW dan PLTU Sulut 3 kapasitas 2×50 MW

· PT Dian Swastatika Sentosa TBK. Dengan kode saham DSSA

Salah satu anak usaha dari grup Sinarmas kepunyaan konglomerat Eka Tjipta Widjaja (orang nomor 2 terkaya di Indonesia. Memiliki beberapa pembangkit listrik swasta, seperti 4 pembangkit PLTU Sumsel 5 kapasitas 2×150 MW dan yang masih tahap konstruksi yaitu PLTU Kendari 3 kapasitas 2×50 MW dan PLTU Kalteng 1 kapasitas 2×100 MW.

Baca juga:



Pemerintah memberikan porsi cukup besar kepada pengembang listrik swasta untuk membangun pembangkit listrik. Hal ini disebabkan karena dalam proyek pembangkit memerlukan modal yang besar, sehingga peran swasta sangat dibutuhkan untuk mengurangi beban PLN.

Di sisi lain, PT PLN (PERSERO) membukukan KERUGIAN mencapai Rp 12,2 triliun hingga september 2020. Berdasarkan laporan keuangan PLN, salah satu penyebab kerugian ini karena besarnya rugi kurs selama sembilan bulan 2020 yakni mencapai Rp 22,9 triliun. Lain waktu kita akan membahas kerugian kurs yang dialami oleh PLN.

Pendapatan PLN naik tipis menjadi Rp 212,2 triliun selama Januari-September 2020. Dengan total liabilitas (hutan) perseroan mencapai Rp 679,4 triliun. Kerugian dan hutang PLN merupakan beban negara. Sampai kuat dimana nanti negara hadir memberi suntikan stimulus. Apakah akan berakhir seperti Jiwasraya?

Negara harus terus membanjiri rupiah melalui Penanaman Modal Negara (PMN) ke pihak PLN. Sudah begitu berat beban langkah PLN dalam beroperasi apalagi ditambah tugas dari negara untuk proyek ambisius 35 ribu MW.

Apakah nanti ada perusahaan swasta yang mendapatkan izin untuk menjual listrik langsung ke masyarakat? Apakah akan seperti sepenggal lirik lagu Ebiet G Ade. “Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang”. Mari kita tunggu!

#listrik #ebt #energi #power #terbarukan #BUMN #PLN #Indonesia #esdm #Swasta #Adaro #BRPT #Toba #medco #Batubara #oligarki

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 Comment