- Demi mengurangi angka gas rumah kaca di atmosfer, negara-negara di seluruh dunia mulai menerapkan kebijakan-kebijakan yang ramah lingkungan.
- Salah satunya adalah dengan menerapkan pajak karbon, di mana setiap aktivitas individu maupun para pelaku usaha yang meninggalkan jejak karbon akan dikenakan pajak karbon
- Harapan dari diberlakukannya pajak karbon adalah sebagai dorongan bagi tiap individu dan para pelaku usaha, serta perusahaan-perusahaan untuk beralih menggunakan sumber energi bersih
Saat ini, akibat dari pemanasan global sudah banyak dirasakan oleh hampir semua penduduk di bumi. Kita bisa lihat bagaimana orang-orang yang terkena heatwave akibat dari perubahan iklim, dan dilanjut dengan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan berbagai macam penyakit pernapasan, suhu udara yang semakin memanas, dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini, banyak negara yang pemerintahnya mulai menerapkan berbagai macam kebijakan ramah lingkungan, salah satu di antaranya adalah pajak karbon.
Apa sih pajak karbon itu? Menurut laman pajakku.com, pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas penggunaan bahan bakar fosil, seperti bensin, avtur, gas, dan lain-lain. Sederhananya, pajak ini akan dikenakan kepada mereka yang menggunakan bahan bakar tersebut.
Dengan diterapkannya pajak karbon, membuat bahan bakar yang menghasilkan gas emisi CO2 akan semakin mahal sehingga perusahaan-perusahaan akan beralih mencari sumber energi yang lebih efisien dan bersih.
Selain itu, hasil dari pajaknya bisa digunakan untuk membiayai program yang berhubungan dengan transisi energi ramah lingkungan dan terbarukan.
Pajak karbon juga dapat membantu negara dalam mencapai target pengurangan emisi sesuai dengan perjanjian internasional, seperti Paris Agreement dan sudah ada 27 negara yang menerapkan pajak karbon yang disusul oleh negara-negara lain yang berencana untuk menerapkan kebijakan tersebut.
Baca Juga:
- Indonesia’s Trans Java Toll Could Boost Clean Energy Mix
- Program Hilirisasi Bersih Emisi Karbon dan Kendala di Indonesia
Kontribusi Negara-Negara Menerapkan Pajak Karbon
Di kawasan Asia, Jepang merupakan negara pertama yang menerapkan pajak karbon yang mulai dirancang dan dikenalkan pada tahun 2012 sebagai kebijakan reformasi pajak secara menyeluruh yang diharapkan dapat mengurangi gas rumah kaca sebesar 80% di tahun 2050.
Memang bukanlah hal yang asing lagi bila Jepang menjadi negara yang menjadi pionir dalam upaya menanggulangi efek perubahan iklim. Jepang yang letak geografisnya berada di Samudra Pasifik membuat negeri matahari terbit tersebut rentan akan dampak dari perubahan iklim, beberapa di antaranya adalah naiknya permukaan laut, erosi pantai, badai besar, hingga kekeringan.
Selain itu, negara-negara di Uni Eropa juga sama gencarnya dalam berupaya untuk meminimalisir gas rumah kaca demi tercapainya target Net Zero di tahun 2050 seperti yang sudah disepakati dalam Paris Agreement.
Salah satu contohnya adalah Swedia yang sudah menerapkan pajak karbon sejak tahun 1991 bersamaan dengan pajak sumber energi yang sudah diberlakukan sejak tahun 1920. Peran pajak karbon di negara ini adalah menjadi insentif dalam penggunaan energi, meningkatkan efisiensi energi, serta meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan.
Pajak karbon yang diberlakukan di Swedia awalnya hanya terbatas pada sumber energi fosil saja, namun di tahun 2018 setelah diberlakukannya skema kewajiban pengurangan nasional atau The National Reduction Obligation Scheme, pajak karbon juga dikenakan pada penggunaan bahan bakar nabati dengan tarif yang sama seperti bahan bakar fosil.
Kawasan Asia Tenggara juga tak luput dari upaya untuk meminimalisir gas rumah kaca dengan menarik tarif pengeluaran emisi karbon, misalnya seperti Singapura yang sudah menerapkan pajak karbon sejak tanggal 1 Januari 2019 melalui Undang-Undang Penetapan Karbon atau Carbon Pricing Act (CPA).
Hal ini membuat Singapura menjadi negara di Asia Tenggara pertama yang telah memberlakukan pajak karbon dan ini merupakan bentuk komitmen pemerintah Singapura dalam menjadi pionir dalam hal keberlanjutan dan pelestarian lingkungan.
Dampaknya bagi pembangunan di negeri singa ini adalah menjadi dorongan kuat bagi para pelaku usaha dan bisnis untuk mulai lebih efisien dan beralih menggunakan energi bersih demi mengurangi jejak karbon mereka, khususnya di sektor perdagangan yang merupakan sektor padat energi.
Indonesia juga termasuk dari sekian banyak negara yang berencana ingin menerapkan pajak karbon. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 yang menjelaskan bahwa gas-gas karbon yang memiliki efek mencemari dan berdampak negatif bagi lingkungan akan dikenakan pajak karbon.
Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk komitmen pemerintah Indonesia untuk mencapai NDC (Nationally Determined Contribution) yaitu menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,9% di tahun 2030 dan berlaku bagi para pelaku usaha, perusahaan, hingga individu, dengan menetapkan tarif pajak karbon di setiap aktivitas dan pembelian yang menghasilkan jejak karbon.
Di Indonesia sendiri penerapan pajak karbon sudah dirancang sejak tahun 2021 silam dan Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai pajak karbon masih terus digarap oleh pemerintah.
Secara berkala dari tahun 2022 sampai 2024 mulai diberlakukan pajak batas karbon atau cap and tax untuk sektor pembangkit listrik bertenaga batu bara dan uap. Nantinya, di tahun 2025 akan diberlakukan implementasi pajak karbon secara menyeluruh dengan memperhatikan kesiapan sektor-sektor terkait dampak dan kondisi ekonomi.
Baca Juga:
- Carbon Capture and Storage (CCS) on Distinc Options in Indonesia
- Mangrove: Carbon Capture and Storage Alami yang Kian Langka
Peran Pajak Karbon dalam Mengurangi Gas Rumah Kaca dan Memperkuat Ekonomi Negara
Setelah mengetahui upaya beberapa negara dalam menerapkan pajak karbon, kita dapat melihat berbagai keuntungan yang diperoleh. Dalam sektor ekonomi, negara diuntungkan dengan peningkatan pendapatan negara yang dapat dialokasikan untuk membangun infrastruktur berkelanjutan, membiayai upaya mengurangi polusi udara, bahkan menstabilkan sumber pendapatan negara jika penerapannya sudah merata.
Tidak hanya sektor ekonomi, lingkungan juga merasakan dampak positif dari pajak karbon. Kenaikan harga energi fosil akibat pajak karbon mendorong percepatan transisi energi. Para pengusaha pun beralih ke energi alternatif yang lebih murah dan berkelanjutan, seperti energi terbarukan. Selain itu, pajak karbon juga merangsang inovasi dalam menciptakan teknologi ramah lingkungan yang dapat mengurangi emisi.
Terakhir, penerapan pajak karbon secara tidak langsung akan membiasakan masyarakat untuk lebih bijak dalam mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas dan pembelian barang kebutuhan sehari-hari.
Dapat disimpulkan bahwa di berbagai negara pajak karbon memang masih dikaji dan diaplikasikan secara bertahap, khususnya Indonesia yang tentu masih banyak sekali pro dan kontranya jika sudah diterapkan secara menyeluruh, seperti dengan naiknya biaya energi penghasil jejak karbon justru akan menyulitkan masyarakat khususnya masyarakat berpenghasilan rendah untuk bisa mengakses sumber energi terutama energi listrik.
Begitu pula dengan daya beli masyarakat, karena pajak karbon berlaku bagi setiap barang pembelian yang menghasilkan jejak karbon, terutama yang dapat mencemari lingkungan. Namun, jika berhasil diimplementasikan dengan benar dan efektif, maka dampaknya bagi lingkungan akan sangat terasa di kehidupan kita sehari-hari.
#ZonaEBT #Sebarterbarukan #EBTHeroes
Editor: Adhira Kurnia Adhwa
Referensi:
[1] Menuju Implementasi Pajak Karbon – Media Keuangan
[2] Pajak Karbon: Keuntungan dan Kerugiannya
[3] What Countries Have a Carbon Tax?
[4] Bagaimana Meningkatnya Pajak Karbon Singapura Mempengaruhi Produsen?
5 Comment
FinTechZoomUs I’m often to blogging and i really appreciate your content. The article has actually peaks my interest. I’m going to bookmark your web site and maintain checking for brand spanking new information.
Saat saya salah, apakah anda orang yang paling benar?
Apa kabar mas agus yang kmaren viral itu wir?
semua akan indah pada waktunya ya buk