
- Perkembangan biofuel mulai semakin pesat karena perkembangan teknologi.
- Isu yang perlu dilihat dalam sektor ini sebelum bisa menjadi salah satu opsi energi nasional.
- Biofuel telah mencapai beberapa generasi hingga sekarang dan menjadi energi alternatif pengganti fosil.
Kemajuan riset dan inovasi teknologi semakin mempercepat perkembangan biofuel sebagai salah satu sumber energi terbarukan. Penelitian mengenai konversi biofuel menjadi energi dalam beberapa dekade terakhir menghasilkan berbagai teknologi baru yang lebih efisien dan ramah lingkungan, mulai dari gasifikasi, pembakaran terkontrol, hingga proses fermentasi untuk menghasilkan biogas. Inovasi ini memperbesar potensi biofuel sebagai alternatif energi yang dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Selain itu, biofuel membuka peluang untuk memanfaatkan limbah organik dari berbagai sektor, seperti pertanian, perkebunan, dan industri, sebagai sumber energi yang berkelanjutan. Seiring dengan meningkatnya kesadaran global tentang pentingnya keberlanjutan energi, biofuel semakin dilihat sebagai solusi yang mendukung tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca dan transisi menuju ekonomi hijau.
Mengapa Biofuel Jadi Perhatian?

Indonesia mengekspor biofuel ke negara-negara seperti Jepang dan Uni Eropa. Biofuel yang diekspor Indonesia meliputi wood pellet, kernel sawit, dan cangkang sawit. Ekspor produk biofuel Indonesia tidak hanya didorong oleh kelebihan pasokan, tetapi juga karena beberapa alasan berikut :
Pertama, kualitas. Indonesia menempati posisi ketiga sebagai produsen biofuel terbesar di dunia, setelah Amerika Serikat dan Brasil. Namun, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang panjang, terutama dengan perkembangan biofuel yang masih pada tahap B40. Tantangan kualitas dan keberlanjutan biofuel Indonesia perlu diatasi agar dapat bersaing secara internasional.
Upaya untuk meningkatkan standar mutu dan efisiensi produksi sedang dilakukan, termasuk penerapan indikator keberlanjutan yang melibatkan aspek sosial dan ekonomi. Karena irisan dalam setiap upaya transisi semakin melebar, tidak hanya terkungkung pada sektor energi. Jika pemerintah lalai dalam melakukan aspek trilemma energy, maka transisi energi nasional akan menjadi slogan besar yang diiringi dengan kegagalan.
Kedua, persaingan antara penggunaan minyak sawit untuk biofuel dan kebutuhan minyak goreng menjadi isu yang kompleks di Indonesia. Meskipun, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), menyatakan bahwa kebutuhan minyak sawit untuk biodiesel hanya sekitar 16% dari total produksi, hal ini tetap menciptakan ketegangan antara sektor energi dan pangan.
Kenaikan penggunaan minyak sawit sebagai bahan bakar alternatif, terutama dengan kebijakan mandatori B30, berpotensi meningkatkan harga komoditas pangan, termasuk minyak goreng. Penelitian menunjukkan bahwa, semakin banyak minyak sawit digunakan untuk biofuel, semakin tinggi harga yang harus dibayar konsumen untuk kebutuhan pangan
Baca Juga
- Government Moral Crisis On Energy And Water
- Prabowo’s Swasembada Energi Without New Renewable Energy Will Be Useless
Aspek kerentanan sosial dan ekonomi muncul ketika keputusan pemerintah dalam mengelola sumber daya ini berdampak pada petani dan konsumen. Petani kelapa sawit sering kali terjebak dalam fluktuasi harga yang disebabkan oleh permintaan global dan kebijakan domestik, sementara konsumen menghadapi kenaikan harga minyak goreng yang signifikan.
Kebijakan yang memprioritaskan biodiesel, dapat merugikan petani lokal yang bergantung pada pendapatan dari penjualan buah sawit untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Dalam konteks ini, penting untuk menemukan keseimbangan antara kebutuhan energi terbarukan dan ketahanan pangan, agar tidak menambah beban bagi masyarakat yang sudah rentan secara ekonomi.
Jenis – Jenis Biofuel

Setiap jenis biofuel memiliki kelebihan dan kekurangannya, baik dari segi dampak lingkungan, biaya produksi, maupun ketersediaan bahan baku. Oleh karena itu, pengembangan biofuel yang berkelanjutan memerlukan pemilihan bahan baku yang tepat dan teknologi produksi yang efisien. Biofuel dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan sumber bahan bakunya dan proses produksinya. Berikut adalah jenis-jenis biofuel yang umum:
1. Biofuel Generasi Pertama (First-Generation Biofuels)
Biofuel jenis ini diproduksi langsung dari bahan pangan atau tanaman yang dapat dimakan. Proses produksinya menggunakan teknologi yang sudah ada dan relatif lebih mudah. Beberapa jenis biofuel yang termasuk dalam kategori ini antara lain, ethanol yang terbuat dari fermentasi gula atau pati dari tanaman seperti jagung, tebu, atau gandum. Ethanol digunakan sebagai bahan tambahan dalam bensin untuk mengurangi emisi. Selanjutnya, biodiesel yang dihasilkan dari minyak nabati (seperti kelapa sawit, kedelai dan rapeseed) atau lemak hewani yang melalui proses transesterifikasi. Biodiesel digunakan sebagai pengganti diesel. Terakhir, bioetanol (bioalcohol) yang menggunakan bahan baku mengandung pati, gula, atau selulosa, yang difermentasi untuk menghasilkan alkohol yang digunakan sebagai bahan bakar.
2. Biofuel Generasi Kedua (Second-Generation Biofuels)
Biofuel jenis ini diproduksi dari bahan baku non-pangan, seperti limbah pertanian atau tanaman yang tidak dapat dikonsumsi oleh manusia, dengan tujuan menghindari persaingan dengan kebutuhan pangan. Jenisnya meliputi bioetanol dari selulosa, dengan menggunakan bahan baku yang mengandung selulosa, seperti rumput, jerami, dan sisa tanaman. Prosesnya lebih rumit, namun memungkinkan produksi biofuel tanpa mempengaruhi produksi pangan.
Baca Juga
- Indonesia’s New President Has A Military Background, Will Nuclear Become Energy?
- Nuclear Energy And The Future Of Electric Vehicles
Kedua, biodisel dari limbah. Biodiesel generasi kedua diproduksi dari minyak yang diperoleh dari limbah, seperti minyak goreng bekas atau lemak hewani, guna mengurangi ketergantungan pada minyak nabati komersial. Ketiga, biobutanol yang merupakan sejenis alkohol dihasilkan dari fermentasi bahan non-pangan seperti biomassa atau limbah pertanian, dan dapat digunakan sebagai pengganti bensin.
3. Biofuel Generasi Ketiga (Third-Generation Biofuels)
Biofuel ini menggunakan mikroorganisme atau alga sebagai bahan baku untuk menghasilkan bahan bakar. Alga sangat efisien dalam menghasilkan minyak yang dapat diubah menjadi biodiesel atau bioetanol. Biodiesel dari alga, tanaman yang memiliki kandungan minyak tinggi dan dapat dibudidayakan dengan cepat dalam berbagai kondisi, sehingga menjadi salah satu sumber biofuel yang efisien dan berpotensi besar. Selanjutnya, bioetanol dari mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme dapat diprogram untuk menghasilkan bioetanol secara langsung dari biomassa selulosa atau bahan organik lainnya.
4. Biofuel Generasi Keempat (Fourth-Generation Biofuels)
Meskipun masih dalam tahap penelitian, biofuel generasi keempat menggunakan teknik canggih seperti rekayasa genetika dan bioteknologi untuk menghasilkan biofuel dari bahan yang tidak dapat dimanfaatkan sebelumnya, dengan tujuan mengurangi jejak karbon lebih jauh. Biofuel dari biomassa sintetik ini, melibatkan rekayasa genetika pada mikroorganisme untuk menghasilkan bahan bakar sintetis yang lebih ramah lingkungan dan efisien dalam penggunaan energi.
5. Biogas
Dihasilkan dari proses fermentasi anaerobik terhadap limbah organik (seperti kotoran hewan, sampah organik, atau limbah industri). Bahan ini utamanya terdiri dari metana (CH₄) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik, pemanas, atau kendaraan.
6. Biochar
Meskipun bukan jenis biofuel yang digunakan langsung sebagai bahan bakar, biochar dihasilkan melalui pirolisis biomassa dan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah, serta menyimpan karbon, yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca.
#zonaebt #EBTHeroes #Sebarterbarukan
Editor : Alfidah Dara Mukti
Referensi:
[1] Biodiesel Pemicu Kisruh Minyak Goreng? Cek Konsumsi Sawitnya
[2] DPR Sayangkan Pernyataan Mendag tentang Minyak Goreng dan Biodiesel
[4] PEMANFAATAN POTENSI MINYAK GORENG BEKAS (JELANTAH) SEBAGAI BIODIESEL
[5] Harga minyak goreng melonjak di negara produsen kelapa sawit terbesar. Ada apa?
[6] Dari Larangan hingga Percepatan Ekspor: Mengapa Intervensi Harga Minyak Goreng Tidak Efektif
[7] PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK GORENG BEKAS DENGAN PROSES CATALYTIC CRACKING
[8] https://www.beacukai.go.id/berita/bea-cukai-parepare-layani-ekspor-cangkang-sawit-indones
[9] Alasan Produsen Ekspor Biomassa: Regulasi Nihil dan Harga Tinggi