AI Ubah Cara Kelola Sampah: Peneliti Ungkap Perkembangan Teknologi Cerdas

Illustrasi Robot AI yang Mengolah Sampah. Sumber: AI Freepik
  • Kecerdasan buatan (AI) kini mulai diterapkan dalam sistem pengelolaan sampah kota. Teknologi ini diyakini mampu meningkatkan efisiensi pemrosesan, pengumpulan, dan klasifikasi sampah.
  • Tinjauan ilmiah tahun 2023 di Environmental Chemistry Letters mengungkap bahwa AI dapat menjadi kunci menuju sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan, khususnya di kota-kota pintar.
  • Tinjauan ini merekomendasikan penggabungan AI dan robotik untuk klasifikasi sampah. Robot pilah sampah dinilai bisa mengurangi beban tenaga kerja, tapi biaya pengadaan dan pemeliharaan masih jadi kendala utama.
  • Tetapi Ai untuk pemilahan sampah masih menjadi tantangan besar seperti perlu model AI khusus untuk pengolahan limbah, algoritma AI yang kompleks seperti blackbox yang sulit untuk dipahami, dan data pengolahan limbah yang masih banyak kurang.
  • Sebagian besar model AI yang digunakan saat ini masih adaptasi dari sektor lain, bukan hasil kolaborasi lintas bidang antara teknologi dan pengelolaan sampah. Peneliti menyarankan perlunya pendekatan kolaboratif antara ahli komputasi dan praktisi pengelolaan limbah, agar AI benar-benar efektif dalam konteks sosial dan ekologis.

Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan kini tak lagi sekadar teknologi futuristik. Kemampuannya untuk belajar, menganalisis, mengambil keputusan, dan bekerja secara otomatis mulai diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pengelolaan sampah.

AI menjadi harapan baru untuk menjawab tantangan klasik, yakni tumpukan sampah yang terus bertambah, pencemaran lingkungan yang semakin meluas, serta sistem pengelolaan yang belum efisien.

Dalam sebuah tinjauan ilmiah yang dipublikasikan di Environmental Chemistry Letters pada tahun 2023, para peneliti membahas potensi besar AI dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah yang lebih cerdas, efisien, dan berkelanjutan.

Bahkan, di berbagai negara maju seperti Jerman, Korea Selatan, Singapura, hingga Kanada, teknologi AI mulai diterapkan untuk mengelola limbah secara lebih efektif dan terintegrasi. Namun, bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Sejauh mana AI dapat membantu kita menghadapi krisis sampah yang semakin kompleks?

Mengapa Perlu AI untuk Mengelola Sampah?

Tempat Sampah Pintar Bigbelly Program Smart Compost 2024. Sumber: Prnewswire.com

Sampah bukan sekadar persoalan kota, melainkan masalah lingkungan global. Data menunjukkan bahwa produksi sampah dunia terus meningkat, namun hanya sebagian kecil yang dikelola dengan benar. Sisanya mencemari udara, air, hingga tanah.

Di banyak kota besar, pengangkutan sampah menyumbang hingga 70–80% dari total biaya pengelolaan limbah. Sayangnya, proses ini masih banyak mengandalkan tenaga manual, jadwal yang tidak efisien, dan kendaraan yang kurang memadai. Akibatnya, limbah menumpuk, emisi meningkat, dan lingkungan semakin tertekan.

Riset ini mengungkap bahwa AI dapat menjadi pengubah arah masa depan. Teknologi ini memungkinkan proses pengumpulan, pemrosesan, dan klasifikasi sampah dilakukan dengan lebih efisien. Sistem berbasis AI dapat memprediksi penumpukan, mengenali jenis sampah, bahkan menentukan strategi daur ulang paling efektif berdasarkan data.

“Sistem berbasis kecerdasan buatan juga dapat memantau proses daur ulang untuk menemukan anomali, seperti klasifikasi bahan yang salah atau kontaminasi bahan, dan memberi tahu personel terkait untuk mengambil tindakan perbaikan. Lebih jauh lagi, kecerdasan buatan dapat mengoptimalkan proses daur ulang dengan menganalisis data dari proses daur ulang dan menyarankan perbaikan,” tulis Bingbing Fang, penulis pertama tinjauan ini.

Saat ini, teknologi pengelolaan sampah berbasis AI sudah mulai dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya melalui keberadaan tempat sampah pintar. Perusahaan BigBelly menjadi salah satu inovator di bidang ini, yang dikenal sebagai pelopor pengembangan tempat sampah bertenaga surya. Tempat sampah ini dilengkapi sensor yang dapat mengirim sinyal kepada petugas kebersihan ketika volume sampah telah penuh. Teknologi ini telah diterapkan di sejumlah negara, termasuk Malaysia dan Singapura.

Namun, dalam tinjauan yang dilakukan oleh Fang dan rekan-rekannya, sistem ini dinilai masih belum sempurna. Para peneliti mencatat bahwa tempat sampah pintar tersebut masih memerlukan tenaga manusia untuk memilah sampah yang tidak sesuai kategori. Akibatnya, efisiensi kerja menurun dan beban kerja bagi petugas kebersihan justru meningkat.

Baca Juga



Menggabungkan AI dengan Robot dan Sensor

Illustrasi Pengaturan AI Untuk Menajement Limbah atau Sampah Jika Diterapkan. Sumber: Environmental Chemistry Letters.

Tinjauan yang dilakukan oleh Fang dan peneliti lainnya menawarkan solusi berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya. Salah satu langkah yang diusulkan adalah menggabungkan kecerdasan buatan (AI) dengan robot pemilah.

Dengan bantuan robot, proses klasifikasi sampah dapat dilakukan secara otomatis dan akurat, sehingga mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manual. Di sisi lain, tantangan muncul dari segi biaya. Instalasi dan pemeliharaan robot pemilah masih tergolong mahal, sehingga menjadi hambatan dalam penerapan luas teknologi ini.

“Meskipun demikian, para peneliti tengah mencari cara yang lebih terjangkau untuk membuat robot pilah sampah, seperti memanfaatkan bahan yang lebih murah atau merancang robot yang beroperasi di berbagai lingkungan. Selain itu, upaya lainnya juga dilakukan seperti meningkatkan struktur robot, sensor, algoritma klasifikasi sampah, dan lengan robot agar lebih efektif dan efisien,” lanjut Fang dalam tulisan yang terbit di Springer Nature Link itu.

Tinjauan berjudul Artificial Intelligence for Waste Management in Smart Cities: A Review juga memaparkan harapan lain, salah satunya adalah pengembangan sensor cerdas yang dinilai paling memungkinkan untuk diterapkan saat ini.

Jika dikembangkan lebih lanjut, sensor ini mampu memantau suhu, kelembapan, bau, bahkan suara, serta mendeteksi tingkat kepenuhan tempat sampah. Melalui jaringan sensor nirkabel, data dapat dikirim secara real-time ke pusat kontrol untuk membantu pengaturan jadwal pengangkutan atau pemrosesan sampah secara lebih efisien.

Dengan bantuan AI, proses identifikasi jenis limbah seperti plastik, logam, dan kertas dapat dilakukan secara otomatis, termasuk dalam memantau kontaminasi atau kesalahan klasifikasi. Bahkan, kecerdasan buatan juga dapat dimanfaatkan untuk pemeliharaan prediktif, yaitu mendeteksi kapan suatu alat perlu diperbaiki sebelum mengalami kerusakan. Pendekatan ini membantu mengurangi waktu henti operasional (downtime) dan meningkatkan efisiensi sistem secara keseluruhan.

Tantangan Penggunaan AI Masa Sekarang

Meski menjanjikan, penerapan kecerdasan buatan (AI) dalam pengelolaan limbah masih menghadapi sejumlah tantangan yang tidak bisa diabaikan. Fang memaparkan bahwa penggunaan AI memang semakin meluas, namun sebagian besar peneliti masih mengandalkan model yang sudah ada sebelumnya, tanpa merancang model khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan pengelolaan limbah.

“Kecerdasan buatan semakin banyak diterapkan dalam pengelolaan limbah, tetapi peneliti sering mengandalkan model yang sudah ada sebelumnya, tidak ada kebaharuan. Padahal, model kecerdasan buatan yang dirancang khusus untuk pengelolaan limbah belum banyak dilakukan,” ujarnya.

Tantangan lain dalam penerapan AI untuk pengelolaan limbah adalah sifatnya yang sering kali menyerupai black box. Artinya, sistem AI memiliki kinerja yang kompleks dan tidak transparan, sehingga sulit dipahami bahkan oleh penggunanya sendiri. Kondisi ini menyulitkan proses evaluasi maupun perbaikan dalam pengembangan lebih lanjut.

Baca Juga



Illustrasi tiga tantangan potensial penerapan AI pada Manajemen Sampah: (1) Seperti Kekurangan Model untuk Pengelolaan Sampah; (2) Sistem AI yang rumit menyerupai ‘Blackbox’; (3) Kurangnya data pengelolaan sampah di dunia untuk membuat perencanaan AI. Sumber: Environmental Chemistry Letters.

Tantangan kedua adalah kurangnya data berkualitas. Industri pengelolaan sampah masih mengalami keterbatasan data yang memadai dan akurat, padahal data merupakan bahan bakar utama agar AI dapat belajar dan bekerja secara optimal.

Selanjutnya, sebagian besar model AI yang digunakan saat ini bukanlah model yang dirancang khusus untuk sistem pengelolaan limbah. Sebaliknya, banyak di antaranya masih mengandalkan model umum yang belum tentu relevan untuk kebutuhan spesifik pengolahan limbah.

Oleh karena itu, Fang dan rekan-rekannya menyarankan perlunya kolaborasi antara tim pengelolaan limbah dan ahli teknologi komputasi guna mengembangkan model yang lebih sesuai. Harapannya, AI dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya pengelolaan limbah, termasuk limbah plastik.

AI memang menawarkan banyak potensi untuk mengatasi persoalan sampah. Namun, teknologi sehebat apapun tidak akan efektif tanpa dukungan sistem yang adil dan partisipatif. Sistem pengelolaan limbah yang berkelanjutan tetap membutuhkan sinergi antara teknologi, kebijakan, dan peran aktif masyarakat.

#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes #KurangiPlastik #MengolahSampah

Editor : Alfidah Dara Mukti

Referensi:

Fang, B. dkk. (2023). Artificial Intelligence for Waste Management in Smart Cities: A Review. Environmental Chemistry Letters, 21: 1959–1989. https://link.springer.com/article/10.1007/s10311-023-01604-3