Satu Klik, Sejuta Emisi: Jejak Ekologi AI

Penggunaan A
Penggunaan AI. Sumber: freepik.com
  • Pengoperasian AI memerlukan konsumsi energi sangat besar yang berdampak pada peningkatan emisi karbon secara signifikan.
  • Sistem pendingin data center AI menyerap jutaan liter air setiap harinya, yang sebagian besar tidak dapat digunakan kembali.
  • Meski menawarkan kemudahan, penggunaan AI perlu disikapi secara bijak agar tidak mempercepat kerusakan lingkungan.

Penggunaan Kecerdasan Artifisial (Artificial Intelligence) atau sering disingkat AI saat ini semakin masif digunakan oleh berbagai kalangan. Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan melalui penggunaan AI diklaim sangat membantu pekerjaan manusia agar menjadi lebih mudah. Selain itu, AI menawarkan beragam fitur menarik yang membuat banyak orang tertarik untuk menggunakannya.

Namun, di saat kita menggunakan teknologi ini, secara sadar atau tidak sadar kita sedang menyumbangkan emisi dan bahaya destruktif bagi lingkungan. Pernahkah kita menyadari atau sekadar bertanya apa dampak dari satu klik chatbot AI yang mengkonversi gambar digital yang kita inginkan itu? Berapa besar energi yang dikonsumsi oleh program AI untuk bisa beroperasi sepanjang waktu? Mungkin sebagian dari kita sudah memikirkannya dan mungkin juga sebagian lainnya terlena dengan begitu praktis dan mudahnya penggunaan teknologi ini.

Di balik kecanggihan program AI yang terus berkembang saat ini, ada satu hal yang jarang dibahas yaitu dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan. Teknologi ini tentu membawa segudang manfaat yang bisa membuat berbagai aktivitas manusia berjalan lebih cepat dan mudah, tetapi apakah hal tersebut sebanding dengan dampak lingkungan yang dihasilkan? Berikut adalah beberapa alasan AI generatif bisa menjadi salah satu ancaman bagi lingkungan

Baca Juga



Konsumsi Energi yang Besar

Ilustrasi pengoperasian data center AI
Ilustrasi pengoperasian data center AI. Sumber: freepik.com

Pada tahun 2022, International Energy Agency (IEA) memperkirakan bahwa pusat data, cryptocurrency, dan kecerdasan buatan (AI) mengonsumsi sekitar 460 TWh di seluruh dunia. Jumlah ini juga lebih besar dibandingkan konsumsi energi di Meksiko pada tahun 2023 sebesar 324 TWh. IEA juga memproyeksikan jumlah konsumsi energi tersebut akan berlipat ganda pada tahun 2026 yang bisa mencapai 1.000 TWh. Jumlah ini setara dengan permintaan energi yang ada di Jepang.

Menurut penelitian yang dilakukan di University of Michigan, untuk melatih model AI GPT-3 memerlukan energi sebesar 1.287 MWh yang cukup untuk menyuplai kebutuhan listrik rata-rata rumah tangga di AS selama 120 tahun. Konsumsi energi yang begitu besar ini tentu akan sangat merugikan bagi lingkungan, terutama jika sumber energi yang digunakan berbahan dasar fosil. Penggunaan energi fosil secara masif juga bisa berdampak bagi percepatan perubahan iklim dan ketersediaan pasokan energi bagi masyarakat secara umum.

Emisi Karbon Tinggi

Besarnya konsumsi energi yang digunakan untuk pelatihan model AI memiliki konsekuensi lanjutan pada tingkat emisi yang dihasilkan. Menurut penelitian KnownHost, Chat GPT bisa menghasilkan 260 juta gram CO2 selama satu bulan atau setara dengan 260 penerbangan dari New York ke London. Banyaknya emisi karbon yang dihasilkan tidak lepas dari banyaknya pengguna Chat GPT yang tersebar di seluruh dunia dengan 164 juta pengguna per bulan. 

Tidak hanya Chat GPT, beberapa program kecerdasan buatan lainnya juga menghasilkan emisi karbon yang bisa menjadi ancaman bagi lingkungan. Rytr sebuah alat kepenulisan AI, bisa menghasilkan 1.057 kg CO2. Spell Book AI berbasis pendamping  untuk pengacara komersial dan draft kontrak menghasilkan 20 kg CO2. Meski total emisinya lebih rendah dari ChatGPT, keduanya menghasilkan CO2 lebih besar per tampilan halaman. Artinya, Chat GPT lebih efisien secara energi, tetapi karena jumlah penggunanya sangat banyak, emisi yang dihasilkan lebih banyak.

Konsumsi Air dalam Jumlah Besar

Program seperti Chat GPT dan program serupa lainnya memerlukan konsumsi air yang besar untuk mendukung operasionalnya. Air digunakan sebagai pendingin server yang menunjang berjalannya program yang kita bisa gunakan saat ini. Dengan masifnya penggunaan AI, kapasitas air yang diperlukan untuk mendukung server juga semakin besar. Chat GPT bisa mengonsumsi 500 mililiter air setiap 5 hingga 50 permintaan atau prompt dari para pengguna. Jumlah ini setara dengan setengah air botol ukuran 1 liter yang banyak kita temui.

Ilustrasi Penggunaan Air pada Data Center
Ilustrasi Penggunaan Air pada Data Center. Sumber: MIT Technology Review

Jumlah tersebut akan jadi sangat besar jika kita mengacu pada data U.S Energy Information Administration, Electric Power Research Institute (EPRI) yang menyatakan ada 1.000.000.000 permintaan dari para pengguna chatbot. Secara teoritis, angka tersebut tentu akan melonjak menjadi 10 juta liter air dalam sehari. Namun, kita harus mempertimbangkan juga teknologi pendingin selain air yang digunakan oleh para pengembang AI. Mengingat belum banyak yang membahas konsumsi air program AI dalam sehari. 

Penggunaan AI yang semakin masif juga menuntut lebih banyaknya data center untuk mendukung berjalannya program ini. Data center ini berfungsi untuk menjalankan berbagai model AI, seperti Chat GPT, Gemini,  Copilot, dan berbagai model lainnya. Data center memerlukan komponen pendingin, salah satunya dalam bentuk air pendingin. Namun, permasalahannya adalah air yang digunakan sebagai sistem pendingin tidak bisa mengalami proses sirkulasi agar bisa kembali digunakan. Hal ini karena sistem pendingin tersebut biasanya akan menguap seiring penggunaan. 

Baca Juga



Antara Potensi atau Ancaman bagi Lingkungan?

Berbagai model AI yang tersedia saat ini memang sangat berguna dan membantu secara praktis kehidupan manusia. Penggunaan AI yang mudah, praktis, dan serba cepat mendatangkan begitu banyak pengguna yang semakin tertarik untuk menggunakannya.

Namun, kita perlu melakukan refleksi atas potensi dampak yang bisa ditimbulkan oleh berbagai program AI yang ada saat ini. Selain dampak sosial dan ekonomi, AI bisa mendatangkan ancaman bagi lingkungan tanpa kita sadari. Bertambah dan meluasnya penggunaan AI memerlukan sumber daya dan dampak yang semakin luas pula. Konsekuensinya tentu bisa berdampak pada degradasi lingkungan hidup secara cepat atau lambat.

Penggunaan AI perlu disikapi secara bijak agar tidak semakin memperburuk krisis lingkungan yang terjadi saat ini. Manfaat yang ada pada AI hendaknya bisa dinikmati tanpa harus mengorbankan aspek penting lain termasuk dampak ekologis dari teknologi ini.

#zonaebt #EBTHeroes #serbaterbarukan

Referensi:

[1] Electricity 2024: Analysis and Forecast to 2026

[2] Optimization could cut the carbon footprint of AI training by up to 75%

[3] Carbon Footprint of AI Tools

[4] ChatGPT produces the same amount of CO2 emissions as 260 flights from New York City to London each month, study finds

[5] Tren AI Bikin Konsumsi Air Dunia Meningkat, Kok Bisa?

[6] AI’s excessive water consumption threatens to drown out its environmental contributions

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *