Telaah Isu HAM dalam Kebijakan Transisi Energi

Ilustrasi Environment social governance. Sumber: unsplash.com
  • Transisi energi merupakan suatu keniscayaan yang perlu dilakukan.
  • Namun demikian, dalam pelaksanaannya terdapat isu-isu HAM yang perlu diperhatikan.
  • Pembentukan Kebijakan Transisi Energi yang Berkeadilan sebagai Antisipasi Isu HAM dalam Transisi Energi.

Antara Urgensi Transisi Energi dan Dampak dari Transisi Energi

Perubahan iklim dan pemanasan global saat ini menjadi sebuah fenomena yang dampaknya nyata telah terjadi di dunia. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengemukakan bahwa saat ini dunia tengah memasuki akhir dari era pemanasan global dan menuju era pendidihan global. 

Hal tersebut tidak terlepas dari adanya pembakaran dan penggunaan energi fosil yang menyumbang emisi yang cukup besar. Penggunaan energi fosil berakibat pada terjadinya perubahan iklim dan pemanasan global. 

Guna mengantisipasi dampak tersebut, urgensi untuk melakukan transisi energi makin besar dan menjadi sebuah keniscayaan yang harus dilakukan. Namun, kendati kebutuhan akan makin tak terelakkan, terdapat sebuah dampak yang mempengaruhi masyarakat khususnya bagi masyarakat rentan atau kelompok marginal.

Baca Juga



Melalui tulisan ini, Sobat EBTHeroes akan diajak untuk mengeksplorasi dampak dari transisi energi yang perlu dicermati dan waspadai bersama sehingga kita dapat secara aktif mengawal pelaksanaan transisi energi.

Beberapa Isu Penting terkait Transisi Energi 

Ilustrasi Pembangunan PLTA. Sumber : Bisnis.com

Negara Indonesia masih bergantung kepada energi fosil khususnya minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan energi saat ini. Ketergantungan yang besar menjadikan pelaksanaan transisi energi akan berdampak secara signifikan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Beberapa dampak yang timbul tersebut diantaranya termasuk ke dalam isu-isu yang berkaitan dengan hak asasi manusia.

Isu pertama yang menjadi penting untuk diamati adalah terkait dengan aksesibilitas terhadap energi baru dan terbarukan. Transisi energi terhadap energi harus dipastikan dapat menjangkau setiap orang utamanya kelompok marginal seperti masyarakat menengah ke bawah. Energi baru dan terbarukan selayaknya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari terhadap energi serta menghilangkan daerah miskin energi.

Isu selanjutnya juga berkaitan dengan aksesibilitas, yakni terkait dengan afordabilitas dari  energi baru dan terbarukan. Harga energi yang dihasilkan harus dapat dijangkau oleh setiap orang khususnya masyarakat dengan pendapatan yang rendah. Jangan sampai transisi energi yang akan dilakukan malah akan meningkatkan disparitas atau kesenjangan energi yang sudah lama terjadi di Indonesia. 

Isu terakhir yang akan menjadi sangat signifikan untuk diperhatikan adalah terkait dengan lapangan pekerjaan. Indonesia memiliki masyarakat di berbagai daerah yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Isu terakhir yang akan menjadi sangat signifikan untuk diperhatikan adalah terkait dengan lapangan pekerjaan. Indonesia memiliki masyarakat di berbagai daerah yang sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Adanya transisi energi menyebabkan masyarakat dengan pekerjaan yang mengandalkan energi fosil akan secara langsung terdampak.

Selama pelaksanaan transisi energi perlu juga dapat berpotensi mengganggu atau mengancam penghidupan dari masyarakat sekitar. Adanya transisi energi menyebabkan masyarakat dengan pekerjaan yang mengandalkan energi fosil akan secara langsung terdampak. Dengan demikian, menjadi sangat penting untuk memperhatikan isu lapangan pekerjaan guna memastikan masyarakat dapat beralih kepada aktivitas ekonomi yang rendah karbon. 

Kepentingan Masyarakat Lokal terkait Perlindungan HAM dalam Proyek Transisi Energi 

Ilustrasi PLTA. Sumber: cnnindonesia.com

Beberapa proyek transisi energi yang dibangun oleh Pemerintah selama beberapa waktu belakangan ini pada kenyataan memberikan dampak langsung yang cenderung merugikan masyarakat lokal atau setempat. 

Dalam pemaparannya, Dosen dan Ketua dari Djokosoetono Research Center Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Patricia Rinwigati, S.H., M.L.L. menyatakan bahwa Masyarakat lokal dibebankan biaya sosial, ekonomi, dan lingkungan yang tinggi, seperti penurunan kualitas dan kuantitas air, penggusuran lahan, terganggunya keberlangsungan ekosistem yang menjadi ruang hidup masyarakat, dan dampak lainnya sehingga untuk beberapa kelompok masyarakat pembangunan proyek transisi energi berpotensi untuk makin memiskinkan dan memarjinalkan mereka.

Baca Juga



Beberapa contoh terkait hal tersebut antara lain terjadi pada Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal Wae Sano yang merusak tanaman dan atap rumah masyarakat Mataloko, NTT, dan menimbulkan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) serta penyakit kulit. Kondisi ini makin diperparah karena masyarakat Mataloko bahkan tidak mendapatkan akses listrik. 

Selain itu, dampak langsung dirasakan oleh Masyarakat Toinasa, Sulawesi Tengah yang tidak dapat bertani karena sawah yang dimiliki terendam air Danau Poso imbas akibat adanya perubahan siklus air pasca dibangunkan bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso.

Merujuk pada kasus-kasus tersebut, tidak bisa dimungkiri bahwa masyarakat lokal terkadang menjadi kelompok rentan yang memerlukan perhatian khusus. Hal tersebut dapat dilakukan oleh Pemerintah dan Korporasi serta Investor Proyek Transisi Energi dengan memberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM selama pelaksanaan proyek transisi energi berlangsung.

Kebijakan Transisi Energi yang Berkeadilan Sebagai Antisipasi Isu HAM dalam Transisi Energi

Berbagai Reaksi Masyarakat terhadap Proyek Transisi Energi. Sumber: tempo.co

Menurut Fikri Muhammad, Senior Analyst Economics and Governance dari Climateworks Center, Kebijakan Transisi Energi yang Berkeadilan merupakan jawaban yang tepat untuk menjadi solusi dalam mengatasi dampak sosial dan ekonomi serta isu HAM dalam Pelaksanaan Transisi Energi. 

Kebijakan Transisi Energi yang Berkeadilan sejatinya harus memuat tiga prinsip utama yaitu, pertama adalah mengidentifikasi stakeholder terkait yang akan terdampak atau terlibat langsung. Kedua adalah bagaimana prosedur atau pelaksanaan transisi energi dijalankan sehingga dapat memenuhi unsur keadilan. Ketiga adalah memastikan distribusi sumber daya atau dalam konteks ini energi yang dihasilkan secara adil.

Lebih lanjut, dalam melaksanakan transisi energi perlu untuk memperhatikan landasan hukum eksisting baik yang mengatur secara umum mengenai isu hak asasi manusia seperti dalam UUD NRI 1945, maupun undang-undang lain yang secara spesifik mengatur terkait lingkungan hidup seperti Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur mengenai pembangunan yang sesuai dengan instrumen pengendalian lingkungan seperti AMDAL dan lain-lain. 

Kita pun jadi makin tahu bahwa dalam undang-undang energi baru dan terbarukan atau kebijakan transisi energi selayaknya pemerintah dapat mengintegrasikan dan mengakomodasi due dilligence yang perlu dilakukan oleh korporasi maupun investor yang akan berkecimpung dalam proyek transisi energi, Due dilligence selayaknya dilakukan terhadap semua kegiatan bisnis terait dengan transisi energi mulai dari  environmental impact assessment juga human rights impact assessment.

#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes

Editor: Gabriel Angeline Farenita Kusuma Putri

Referensi 

[1] Focus Group Discussion “Kebijakan Potensi Energi Terbarukan di Indonesia”

[2] Pembahasan RUU EBET Dinilai Minim Partisipasi Publik

[3] PWYP Knowledge Forum: “Keadilan dalam Transisi Energi di Indonesia”

[4] Dilemmas of Energy Transitions in the Global South

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *