- Pembangkit Listrik Tenaga Termal
- Cadangan sumber energi di Indonesia
- Permasalahan yang dihadapi Pembangkit Listrik Tenaga Termal Saat Ini dan Masa Depan
Kebutuhan penduduk dengan energi listrik kian meningkat selaras dengan kenaikan jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya. Energi listrik nyaris digunakan diseluruh aktifitas sehari-hari oleh masyarakat luas, baik itu untuk memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder.
Demi mencukupi kebutuhan masyarakat akan energi listrik, tentunya diperlukannya dibangun pembangkit-pembangkit energi listrik. Dimana jalur distribusinya mencakupi wilayah Indonesia. Salah satu jenis pembangkit yang digunakan di Indonesia adalah Pembangkit Listrik Tenaga Termal. Yang dimana pembangkit ini sendiri memiliki beberapa jenis pembangkit, diantaranya : Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB), dan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Pembangkit tenaga termal menggunakan sumber daya tidak terbarukan sebagai bahan bakar utamanya, seperti fosil, minyak bumi, panas bumi dan batu bara. Dimana sumber daya yang digunakan tersebut bisa saja habis seiring berjalannya waktu pengunaan pembangkit tenaga termal itu sendiri.
Baca Juga :
- Rencana Bisnis PT Pertamina Geothermal Energy Setelah Rencana IPO 2022
- Penggunaan Batu Bara Belum Maksimal, Transformasi Energi Panas Bumi Akan Menjadi Solusi
Pada tahun 2017, sekitar 50% kapasitas listrik di Indonesia berasal dari PLTU dan PLTG. Dimana dominasi bahan fosil yang digunakan sebagai sumber energi utama pembangkit listrik di Indonesia, diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun 2027. Dimana sekitar 54,4% bauran energi listrik nasional pada tahun 2025 akan berasal dari pembakaran batu bara.
Berdasarkan data Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2013, produksi minyak bumi sebesar 300 juta barel. Sedangkan cadangan gas bumi nasional menurun sekitar 0,2%. Selain itu, pada tahun 2013 cadangan batubara meningkat sebesar 13%.
Adapun proyeksi total kebutuhan energi dalam periode 2013–2025 mencapai angka 4,7% per tahun (Skenario KEN), dan rata-rata 6,1% per tahun (Skenario BaU) dengan rincian pada gambar dibawah ini :
Baca Juga :
- Akankah Panas Bumi menjadi Potensi Energi Mendatang?
- Gandeng Medco Power, Pertamina Geothermal Energy Kembangkan Proyek Besar Panas Bumi
Terkait proyeksi total kebutuhan energi, dewan energi nasional juga melakukan proyeksi terhadap penyediaan energi listrik Indonesia periode 2013–2050 yang juga dilakukan dengan dua skenario, yaitu skenario BaU dan KEN. Skenario BaU memproyeksikan produksi listrik akan meningkan sebesar 536 TWh pada tahun 2025 yang besar rata-rata kenaikannya 6,5% per tahun hingga 2050. Didominasi oleh pembangkit batubara sebesar 68%. Sedangkan dengan skenario KEN diperoleh proyeksi yang lebih lambat, yaitu sebesar 5,4% per tahun dengan periode 2013–2050 yang didominasi oleh pembangkit listrik EBT sebesar 40%, menggantikan pembangkit batu bara setelah tahun 2035m, dengan rincian gambar berikut :
Pengembangan suatu pembangkit listrik tentunya memiliki berapa masalah dan tantangan yang akan dihadapi kedepannya. Khususnya dalam pembangunan dan pengembangan pembangkit listrik tenaga termal di Indonesia, baik yang sudah berjalan maupun yang akan datang juga memiliki aspek masalah dan tantangannya tersendiri, diantaranya :
1. Sumber Daya Alam
Karena memanfaatkan sumber daya alam sebagai bahan bakar utama, dalam melakukan pengembangan dan pembangunan nantinya haruslah melakukan studi terkait ketersediaan sumber daya alam di Indonesia dalam kurun waktu yang sudah ditentukan. Seperti proyeksi-proyeksi yang dilakukan oleh Dewan Energi Nasional pada Gambar Proyeksi Kebutuhan Energi Final menurut Jenis Energi, Gambar Proyeksi Penyediaan Energi Listrik.
Tidak hanya itu, sumber daya yang digunakan sebagai bahan bakar tergolong kedalam sumber daya tidak terbarukan. Dengan kata lain, jumlahnya terbatas dan sulit untuk diprediksi secara akurat.
2. Lingkungan, Sosial dan Masyarakat
Dalam pembangunan suatu pembangkit tentunya harus meninjau beberapa aspek dasar yang dijadikan faktor kelayakan suatu wilayah yang lahannya akan dibangun pembangkit. Dalam hal ini khususnya, lingkungan, sosial dan masyarakat.
Pembangkit listrik tenaga termal memiliki emisi gas buangan yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya jika tidak diperhatikan dengan baik. Jika hal tersebut terjadi, maka lingkungan masyarkat disekitarnya juga akan terkena imbas. Selain itu, aspek sosial yang dimaksud adalah, pemerataan energi yang dapat didistribusikan oleh satu Kawasan pembangkit haruslah mencakup daerah sekitarnya secara menyeluruh. Mengingat keterbatasan lahan juga akan sangat menjadi tantangan dalam hal ini.
3. Biaya
Sebuah pembangunan dan pengembangan tentunya diperlukannya biaya yang sesuai dengan apa yang akan dibuat nantinya. Dalam sektor pembangkit listrik, tidak hanya dua kegiatan tersebut yang memerlukan adanya biaya, namun ada aspek kegiatan lain yang juga memiliki biaya yang cukup tinggi, yaitu pemeliharaan pembangkit itu sendiri. Dimana dalam pemeliharaan pembangkit listrik tenaga termal memiliki biaya operasional yang relatif tinggi.
zonaebt.com
Renewable Content Provider
#zonaebt #sebarterbarukan #PembangkitListrikTenagaTermal
Editor : Bunga Pertiwi
Referensi :
Greenpeace.org. 2021. Menimbang Urgensi Transisi Menuju Pembangkit Listrik Energi Baru Terbarukan di Indonesia. Tersedia di : https://storage.googleapis.com/planet4-indonesia stateless/2019/02/33e182d6–33e182d6-urgensi-transisi-menuju-listrik-energi-baru-terbarukan.pdf
Dewan Energi Nasional, Paparan Outlook Energi Nasional. Tersedia di : http://nusantarainitiative.com/wp-content/uploads/2014/12/paparan-Outlook-Energi-Nasional-2014-.pdf
2 Comment