PLTN Dimatikan Total, Era Tenaga Nuklir Jerman Berakhir?

PLTN Dimatikan Total, Era Tenaga Nuklir Jerman Berakhir? zonaebt.com
Ilustrasi PLTN tidak beroperasi. Sumber: bbc.com
  • Pada 15 April 2023, Jerman secara resmi telah menonaktifkan tiga PLTN terakhir mereka, yakni Isar, Neckar Westheim II, dan Emsland.
  • Keputusan Jerman menghentikan PLTN dikarenakan faktor keamanan nuklir dan faktor lingkungan 
  • Setelah Jerman memberhentikan semua reaktor nuklir, negara tersebut kemudian berencana untuk lebih bergantung kepada energi terbarukan, seperti angin dan solar.

Halo, sobat EBT Heroes! Saat ini tenaga nuklir telah masuk ke dalam prioritas negara-negara besar untuk memenuhi kebutuhan listriknya. Beberapa negara yang aktif membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan bahkan Indonesia yang saat ini tengah merencanakan dua proyek PLTN.

Akan tetapi, di saat negara lain berlomba-lomba membangun PLTN, Jerman malah mematikan reaktor nuklir mereka secara total. Pada 15 April 2023, Jerman secara resmi telah menonaktifkan tiga PLTN terakhir mereka, yakni Isar, Neckarwestheim II, dan Emsland. Tindakan tersebut turut dikonfirmasi oleh Robert Habeck dari Partai Hijau selaku Menteri Ekonomi Federal Jerman. 

Sejarah Rencana Jerman untuk Tidak Bergantung pada Tenaga Nuklir 

Demonstrasi Greenpeace Jerman menentang penggunaan tenaga nuklir. Sumber: cleanenergy.org

Kebijakan Jerman untuk menghentikan penggunaan reaktor nuklir sedikit banyak dipengaruhi oleh Gerakan Anti Nuklir Jerman. Pada awalnya, Jerman mulai memanfaatkan tenaga nuklir pada tahun 1950-an dan 1960-an dengan adanya reaktor penelitian. Pada tahun 1961, Jerman kemudian mulai mengoperasikan PLTN komersial mereka, yakni reaktor Kahl. 

Di saat Jerman sedang gencar memanfaatkan energi nuklir, gerakan anti-nuklir di negara tersebut mulai muncul pada awal 1970. Dikutip melalui Reuters, mereka sempat melakukan demonstrasi dalam rangka mencegah pembangunan PLTN di Wyhl. Gerakan anti nuklir Jerman tersebut merupakan cikal bakal dari terbentuknya Partai Hijau yang memperkenalkan undang-undang yang berisi penonaktifan seluruh reaktor sekitar tahun 2021. Padahal, pada tahun 1990, tercatat bahwa lebih dari sepertiga listrik Jerman dipasok dari 17 reaktor nuklir. 

Agenda demonstrasi gerakan anti nuklir Jerman kemudian semakin meningkat ketika bencana nuklir Chernobyl terjadi tahun 1986. Akibat bencana tersebut, radionuklida Chernobyl yang berbahaya dapat terdeteksi di beberapa wilayah Jerman. Demonstrasi juga kembali gencar setelah adanya bencana nuklir Fukushima Daiichi pada Maret 2011. 

Momentum bersejarah Gerakan Anti-nuklir Jerman adalah ketika mereka menentang usulan lokasi pembuangan limbah nuklir di tambang garam Gorleben yang terletak di perbatasan Jerman Timur. Para aktivis menganggap bahwa lokasi tersebut kurang memadai sebagai tempat penampungan limbah nuklir, serta kurangnya transparansi dari pemerintah. Puncak dari demonstrasi Gorleben adalah ketika para aktivis mencoba mencegah pengiriman enam tong limbah nuklir tingkat tinggi pada tahun 1997. 

Meskipun tempat penampungan limbah yang diusulkan adalah tambang Gorleben, nyatanya pemerintah Jerman malah meletakkan tong limbah di sebuah bangunan besar dekat lokasi. Bangunan tersebut dimaksudkan sebagai tempat penyimpanan sementara. Meskipun sisi keamanannya banyak dipertanyakan, pemerintah tetap mengirimkan limbah nuklir ke bangunan tersebut, sebelum pada 2022 tempat tersebut ditutup sebagai bagian dari kebijakan penghentian penggunaan nuklir Jerman. 

Pada 29 Mei 2011, Kanselir Angela Merkel memutuskan untuk berencana menutup semua PLTN Jerman pada tahun 2022. 

Baca juga:



Kenapa Jerman Memilih Meninggalkan Tenaga Nuklir? 

Keputusan Jerman untuk tidak lagi bergantung pada energi nuklir dikarenakan paling tidak dua alasan. 

Alasan pertama berkutat pada risiko keselamatan penggunaan energi nuklir. Penggunaan energi nuklir berisiko menyebabkan radiasi radioaktif. Di masa lalu, telah terjadi beberapa bencana nuklir yang cukup serius, seperti bencana nuklir Chernobyl di Ukraina dan bencana nuklir Fukushima Daiichi di Jepang. Lebih parahnya lagi, kebocoran nuklir Chernobyl sempat membuat beberapa wilayah Jerman harus menerima paparan radionuklidanya.

Alasan kedua karena komitmen Jerman dalam penggunaan energi terbarukan. Akan tetapi, penggunaan energi terbarukan Jerman tidak secara langsung menutup kebutuhan energi fosil negara tersebut. 

Tidak Menggunakan Tenaga Nuklir lagi, Bagaimana dengan Pasokan Listrik Jerman? 

Ilustrasi PLTN tidak beroperasi. Sumber: bbc.com

Setelah Jerman memberhentikan semua reaktor nuklir, negara tersebut kemudian berencana untuk lebih bergantung kepada energi terbarukan, seperti angin dan solar. Robert Habeck memastikan bahwa pasokan energi di Jerman akan terus terjamin, meskipun tanpa adanya kehadiran PLTN. Habeck mengklaim situasi di Jerman cukup terkendali karena tingginya pengisian di fasilitas penyimpanan gas, serta adanya terminal gas baru di pantai Utara Jerman.

Dikutip melalui Kompas, pemerintah Jerman memproyeksikan produksi 80% energi dari energi terbarukan per 2030. Agar mencapai target tersebut, berencana memasang 4-5 turbin angin dalam sehari dalam periode beberapa tahun ke depan. Tercatat Jerman telah berhasil memasang 551 turbin per 2023. Meski begitu, Habeck tetap mengimbau warga Jerman untuk melakukan penghematan energi. 

Selain solar dan angin, Jerman juga akan memanfaatkan ke penggunaan hidrogen atau gas. Langkah lebih lanjut Jerman kemudian juga ditunjukkan dengan rencana untuk mengandalkan pembangkit listrik tenaga gas baru. Melalui Politico, diketahui bahwa Berlin telah berencana menghabiskan €16 miliar untuk membangun empat pabrik gas alam untuk memenuhi kebutuhan listrik Jerman.

Kanselir Olaf Scholz dari Partai Sosial Demokrat serta Robert Habeck sebagai Menteri Perekonomian turut menyatakan bahwa proyek tersebut dibuat sebagai tambahan dari perluasan energi terbarukan di saat sinar matahari dan angin tidak dalam kondisi optimal. 

Pemerintah Jerman melihat pembangkit listrik berbahan fosil sebagai sumber energi yang fleksibel dan ramah iklim. Pasalnya, pembangkit bahan bakar fosil dapat melakukan konversi menggunakan gas hidrogen dengan pembakaran ramah lingkungan dari sumber terbarukan. Proyek pembangkit hidrogen tersebut diperkirakan dapat menghasilkan listrik hingga 10 gigawatt. 

Baca juga:



Kritik Kebijakan Jerman

Kebijakan pemberhentian PLTN Jerman menuai kritik dari berbagai pihak. Beberapa di antaranya menanyakan mengenai bagaimana Jerman mengurus limbah nuklir yang sudah terkumpul dari beberapa reaktor di masa lampau. Selain itu, Rainer Klute selaku Ketua Asosiasi pro-nuklir Nuclearia juga khawatir apabila Jerman malah akan jauh lebih giat menggunakan batubara dan gas karena keberadaan solar dan angin yang ditentukan oleh cuaca. 

Kecaman juga didapatkan dari kelompok lingkungan hidup dan Greenpeace yang menolak proyek pembangkit listrik tenaga gas baru. Menurut kelompok tersebut, penggunaan hidrogen sebagai sumber energi hanyalah kedok untuk menggunakan lebih banyak energi fosil. 

Kritik juga menyinggung soal wilayah geografis Jerman yang berdekatan dengan Prancis dan Swiss. Beberapa pihak yang melontarkan kritik tersebut mempertanyakan tujuan keamanan Jerman yang sia-sia apabila wilayah geografisnya justru berdekatan dengan negara-negara yang masih bergantung pada PLTN.

#zonaebt #EBTHeroes #Sebarterbarukan

Editor: Fitri Pilami

Referensi:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 Comment