- Minyak alga muncul sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil dan sumber penting produksi biofuel generasi ketiga.
- Untuk mengubah alga menjadi bentuk yang dapat digunakan membutuhkan biaya yang besar.
- Proses fotosintesis tanaman alga 30 kali lebih cepat dibandingkan bahan baku biofuel lainnya.
Populasi global dan pertumbuhan industri telah menyebabkan peningkatan permintaan energi, terutama dari bahan bakar fosil seperti batu bara dan gas alam. Bahan bakar konvensional seperti bensin dan solar jumlahnya sangat terbatas dan tidak terbarukan. Hal ini menyebabkan permasalahan baru pada sektor transportasi. Bahan bakar alternatif, seperti biofuel yang berasal dari biomassa, kotoran hewan, dan alga, berpotensi menjadi pengganti bahan bakar fosil.
Minyak alga memiliki potensi menjadi alternatif pengganti bahan bakar fosil. Dalam hal ini, alga telah muncul sebagai sumber penting produksi biofuel generasi ketiga, seperti bioetanol, biohidrogen, biopropana, dll. Dalam beberapa kasus, hasil minyak dari mikroalga lebih baik dibandingkan dengan beberapa tanaman penghasil minyak. Meskipun banyak yang tertarik dengan potensi biofuel alga, masih banyak tantangan yang harus dihadapi sebelum dapat bersaing di pasar bahan bakar dan diterapkan secara luas.
Fakta tentang Alga

Alga merupakan organisme unik yang mempunyai potensi sangat besar sebagai sumber energi biomassa. Tanaman alga yang paling banyak dikenal adalah rumput laut, yang dapat menghasilkan energi melalui fotosintesis jauh lebih cepat dibandingkan bahan baku biofuel lainnya (hingga 30 kali lebih cepat dibandingkan tanaman pangan). Terdapat lebih dari 65.000 spesies alga yang diketahui, termasuk berbagai varietas seperti alga merah, hijau, coklat, dan biru-hijau (cyanobacteria).
Kebanyakan alga adalah organisme sel tunggal yang tumbuh di lingkungan laut (air asin) atau air tawar. Maka dari itu, tanaman ini tidak membutuhkan tanah sehingga tidak mengurangi lahan subur yang berpotensi untuk ditanami tanaman pangan. Seperti tanaman lainnya, mereka mengubah sinar matahari, air, CO2, dan nutrisi lainnya menjadi energi dan biomassa serta melepaskan oksigen dalam jumlah besar ke atmosfer. Meskipun ketika dibakar alga melepaskan karbon dioksida, alga dapat dibudidayakan dan diisi ulang sebagai organisme hidup. Saat terisi kembali, ia melepaskan oksigen, menyerap polutan, dan emisi karbon.
Alga juga secara efisien mendaur ulang karbon di atmosfer. Meskipun alga hanya menyumbang kurang dari 2 persen karbon tumbuhan global, mereka menyerap dan mengikat hingga 50 persen karbon dioksida di atmosfer (30 miliar hingga 50 miliar metrik ton per tahun), mengubahnya menjadi karbon organik. Melalui fotosintesis, mereka menghasilkan hingga 50 persen oksigen global.
Baca Juga
- Menuju Transisi Energi : Woodpellet atau Batu Bara?
- PLN Meets the 23 Percent Energy Mix Target Through Cofiring Technology
Sebagai sumber energi alternatif, alga memiliki potensi yang sangat besar. Namun, mengubahnya menjadi bentuk yang dapat digunakan membutuhkan biaya yang besar. Meskipun menghasilkan bahan bakar 10 hingga 100 kali lebih banyak dibandingkan tanaman biofuel lainnya, biayanya $5.000 per ton pada tahun 2010. Harga tersebut kemungkinan besar akan turun, namun saat ini harga tersebut di luar jangkauan sebagian besar negara berkembang.
Bahan Bakar Alga

Alga dapat diubah menjadi berbagai jenis bahan bakar, tergantung pada teknologi produksi dan bagian sel yang digunakan. Beberapa jenis bahan bakar yang terbuat dari alga, antara lain:
- Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar diesel yang berasal dari lipid hewan atau tumbuhan (minyak dan lemak). Penelitian menunjukkan bahwa beberapa spesies alga dapat menghasilkan 60% atau lebih berat keringnya dalam bentuk minyak. Mikroalga dapat tumbuh dalam suspensi air, memberikan akses efisien terhadap air, CO2, dan nutrisi, serta dapat mengubah sebagian besar biomassanya menjadi minyak dibandingkan tanaman konvensional. Hasil per unit luas minyak dari alga diperkirakan berkisar antara 58.700 hingga 136.900 L/ha/tahun.
- Butanol
Butanol dapat dibuat dari alga atau diatom hanya dengan menggunakan biorefinery bertenaga surya. Bahan bakar ini mempunyai kepadatan energi 10% lebih rendah dibandingkan bensin dan lebih besar dibandingkan etanol atau metanol. Limbah hijau yang tersisa dari ekstraksi minyak alga dapat digunakan untuk memproduksi butanol. Selain itu, makroalga (rumput laut) telah terbukti dapat difermentasi oleh bakteri genus Clostridia menjadi butanol dan pelarut lainnya. Beberapa spesies yang sedang diselidiki sebagai spesies yang cocok untuk memproduksi etanol dan/atau butanol adalah Alaria Esculenta, Laminaria Sakarina, dan Palmaria Palmata.
- Biogasoline
Biogasoline adalah bensin yang dihasilkan dari biomassa. Seperti bensin yang diproduksi secara tradisional, bensin mengandung antara 6 heksana dan 12 dodekana atom karbon per molekul dan dapat digunakan dalam mesin pembakaran internal.
- Biogas
Biogas terutama yang terdiri dari metana dan karbon dioksida, dapat dihasilkan dari makroalga, yang memiliki tingkat produksi metana yang tinggi. Namun, hal ini tidak layak secara ekonomi karena tingginya biaya bahan baku. Mikroalga dapat diubah menjadi biogas melalui pencernaan anaerobik, namun produksinya rendah karena kandungan proteinnya. Gasifikasi adalah metode lain untuk memproduksi biogas, yang dapat dibakar langsung untuk dijadikan energi atau digunakan sebagai bahan bakar pada mesin turbin.
- Ethanol
Ethanol, sistem Algenol yang dikomersialkan oleh BioFields di Puerto Libertad, Sonora, Meksiko, memanfaatkan air laut dan knalpot industri untuk memproduksi etanol. Porphyridium Cruentum juga terbukti berpotensi cocok untuk produksi etanol karena kemampuannya mengakumulasi karbohidrat dalam jumlah besar.
- Green Diesel
Green diesel juga dikenal sebagai diesel terbarukan, dapat diproduksi dari alga melalui proses penyulingan hidrotreating. Proses ini memecah molekul menjadi rantai hidrokarbon pendek yang digunakan pada mesin diesel, dengan sifat kimia yang sama dengan solar berbahan dasar minyak bumi. Namun, hal ini membutuhkan mesin, jaringan pipa, dan infrastruktur baru.
- Algae-Based Energy Harvester
Para ilmuwan di Universitas Cambridge telah mengembangkan pemanenan energi alga yang menggunakan sinar matahari alami untuk menggerakkan mikroprosesor. Perangkat tersebut, berupa wadah berisi air dan ganggang biru hijau, dapat memberi daya pada perangkat Internet of Things sehingga menghilangkan kebutuhan akan baterai tradisional.
Baca Juga
- Palm Shell Biomass is Proven to be Used as Fuel for Steam Power Plants
- PLN Rencanakan Cofiring Biomasa hingga 18 GW pada PLTU Batubara
Kelebihan dan Kekurangan Minyak Alga

Meskipun produksi biomassa dari alga benar-benar memberikan potensi besar untuk energi bersih, hal ini juga memiliki beberapa kelemahan serius yang harus diatasi sebelum digunakan untuk tujuan komersial. Berikut beberapa daftar kelebihan dan kelemahan dari produksi biomassa dari alga:
Kelebihan:
- Berasal dari sumber energi terbarukan
- Memiliki kandungan energi yang tinggi
- Memiliki jejak karbon yang lebih rendah
- Memiliki keluaran emisi yang lebih rendah
- Biofuel alga dapat menggantikan bahan bakar yang kita gunakan saat ini
- Alga dapat diproduksi menjadi berbagai macam barang
- Sumber dayanya dapat berkembang biak dengan cepat
- Banyak spesies alga merupakan bio-fixer.
Kelemahan:
- Budidaya alga membutuhkan banyak ruang dan air
- Bahan bakar alga lebih mahal untuk diproduksi dibandingkan bahan bakar konvensional
- Bahan bakar alga memerlukan teknik dan peralatan tertentu
- Produksi biofuel alga membutuhkan waktu yang lama
- Biofuel alga memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan bahan bakar konvensional
- Bahan bakar alga mungkin tidak tersedia di setiap wilayah
- Bahan bakar alga mungkin tidak cocok untuk semua kebutuhan transportasi
- Kualitas minyak mungkin berbeda-beda
- Meneliti produksi biofuel berbasis alga yang efisien akan memakan waktu.
#zonaebt #serbaterbarukan #ebtheroes
Editor: Rewinur Alifianda Hera Umarul
Referensi:
[1] Biomass Energy
[3] Biofuels from Algae: Challenges and Potential
[4] Biofuels: The Promise of Algae
[5] Algae Fuel