Mengeksploitasi Hutan Untuk Meningkatkan Bauran Energi

Mengeksploitasi Hutan Untuk Meningkatkan Bauran Energi
Gambar Investasi Dollar Kelapa Sawit. Sumber: hutanhujan.org
  • Proyek seperti food estate dan co-firing sering menjadi faktor utama untuk eksploitasi hutan tanpa perhatikan dampak lingkungan dan sosial.
  • Swasembada pangan di Kalimantan dan Papua cerminkan kolonialisme baru yang rugikan masyarakat lokal.
  • Konversi utang jadi konservasi hutan masih didorong kepentingan politik dan dukungan internasional, bukan kesadaran lingkungan murni.

Diplomasi Hutan Indonesia, Apakah Mungkin?

Pernah viral sebuah unggahan di media sosial, menceritakan pengusaha asal Singapura mengatakan “Indonesia itu sangat kaya, bahkan dunia yang butuh Indonesia bukan sebaliknya, Indonesia Itu paru-paru dunia, tebang saja hutan Kalimantan dunia akan kacau”. Namun bukan berarti kita memiliki kekuasaan penuh dan bisa menjadi salah satu alat tawar yang kuat.

Hal ini karena semua negara tahu jika kerusakan yang dilakukan oleh Indonesia meskipun akan mengakibatkan bencana global. Bencana awal yang akan terjadi terlebih dahulu dirasakan oleh Indonesia sendiri. Diplomasi hutan atau alat tawar melalui hutan dapat dilakukan, tetapi tidak dengan jalur mengancam merusak hutan sendiri untuk mendapat apa yang dimiliki. Karena itu akan menjadi salah satu diplomasi terbodoh dalam sejarah.

Karena jika melihat secara lebih jelas, diplomasi hutan Indonesia adalah upaya untuk melindungi keanekaragaman hayati, jasa ekosistem, dan peran penting hutan dalam mitigasi perubahan iklim. Sekaligus mendorong praktik pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional. 

Kemudian menjadi agen penggerak kesadaran lingkungan untuk mencapai keberlanjutan lingkungan. Terutama terkait dengan deforestasi, kebakaran hutan, dan perubahan iklim. Oleh karena itu Indonesia bergerak secara aktif dalam politik luar negeri. Melalui keterlibatan dalam berbagai perjanjian internasional, seperti UNFCCC dan Paris Agreement.

Baca Juga



Berpartisipasi dalam forum internasional terkait kehutanan dan perubahan iklim, seperti COP dan FGMC Stakeholder Forum. Ini adalah salah satu bentuk nyata kesadaran akan sumber daya alam. Akan tetapi praktik yang dilakukan tidak selalu mengarah pada sektor lingkungan. Pemicu kerusakan lingkungan di era saat ini adalah karena adanya ambisi dan proyeksi peningkatan ekonomi yang masif dengan merusak lingkungan.

Jika pada hakikatnya pemerintah melihat diplomasi hutan adalah sebagai salah satu alat tawar. Lewat cara yang digunakan untuk dapat menarik investasi dengan melakukan pembabatan demi upaya peningkatan ekonomi nasional. Maka pola pikir seperti ini adalah salah kaprah, ini lebih tepat dikatakan sebagai salah satu komersialisasi hutan.

Mengeksploitasi Hutan Untuk Meningkatkan Bauran Energi
Gambar Komersialisasi Hutan. Sumber: cnnindonesia.com

Hutan Jadi Komersialisasi

Hutan, memiliki banyak definisi tergantung pada siapa yang melihatnya. Bagi penduduk lokal bisa menjadi sumber penghiduan, rumah. Namun dalam perspektif lain ini bisa dianggap sebagai, sumber daya alam, potensi ekonomi, eksploitasi dan lain-lain. Seiring program Perusahaan Listrik Negara (PLN) bernama co-firing yang membutuhkan pasokan biomassa dari hutan.

Nasib hutan menjadi tambah tidak baik, selayaknya tujuan co-firing harusnya berasal dari limbah, akan tetapi prosesnya tidak seperti itu. Pasokan biomassa yang dibutuhkan seperti pelet kayu hingga gergaji kayu dipasok dari panen pohon energi yang ditanam di Hutan Tanaman Energi (HTE). Fungsinya berubah, awalnya co-firing menjadi jawaban atas limbah dan juga praktik produksi energi yang kotor.

Akan tetapi demi melakukan klaim energi yang bersih, bahan baku yang digunakan adalah berasal dari hutan. Komersialisasi ini juga tidak hanya pada upaya co-firing, tetapi juga pada batu bara. Pemberian izin pertambangan batu bara menjadi salah satu komersialisasi hutan yang memiliki dampak kerusakan multilayer.

Dimulai dari penebangan hutan, pengerukan, pengerusakkan, dan juga ekstraksi serta prosesnya untuk menjadi energi yang masih terus menghasilkan kerusakan. Ini adalah fakta di mana adanya perbedaan pandangan pemerintah dalam setiap proyek yang dilakukan.

Perbedaan Perlakuan Ke Hutan dalam Setiap Proyek Nasional

Selain bagaimana kesalahan besar atas co-firing dan aktivitas pertambangan batu bara yang telah dibahas. Mari melihat dengan contoh yang jelas mengenai perbedaan perlakukan pemerintah dalam proyek nasionalnya terhadap hutan.

Mengeksploitasi Hutan Untuk Meningkatkan Bauran Energi
Gambar Presiden Prabowo Subianto Kunjungi Desa Telaga Sari Papua Selatan. Sumber: satujabar.com

Swasembada Pangan

Ini merupakan salah satu proyek paling ambisius, namun sekaligus paling banyak disorot karena dampak lingkungannya yang merusak. Swasembada pangan dilakuakn dengan cara membuka lahan berskala besar untuk kebutuhan pertanian. Wilayah yang menjadi tempat untuk menyukseskan proyek ini adalah salah satunya Kalimantan dan Papua

Menteri Koordinator Perekonomian Zulkifli Hasan, menyebutkan bahwa Indonesia bisa mencapai swasembada pangan dalam lima tahun dengan membuka lahan baru seluas dua juta hektare di Papua. Alasannya, lahan di Jawa semakin berkurang akibat urbanisasi dan pembangunan infrastruktur. Setelah pulau Jawa digembleng untuk dapat menggenjot ekonomi dan menggerakkan roda pemerintahan.

Pemerintah mulai merasa kurang maksimal memanfaatkan wilayah lain. Melalui narasi yang membangun dan demi kepentingan bersama upaya untuk menjadikan kembali Papua sebagai objek eksploitasi dalam konteks pembangunan nasional. Tanpa mempertimbangkan dampak signifikan yang mungkin ditimbulkan terhadap masyarakat lokal dan lingkungan yang kaya serta rentan.

Negara kita kembali dalam kolonialisme bentuk baru, merujuk pada pola di mana kekayaan alam suatu daerah diambil secara besar-besaran. Ini dilakukan untuk kepentingan kekuatan ekonomi yang lebih dominan, sering kali tanpa memberikan manfaat yang nyata bagi penduduk setempat.

Baca Juga



Kesadaran Lingkungan Indonesia yang Ada Maunya

Akan tetapi pola pikir ini akan berubah saat Indonesia berada pada posisi negosiasi hutang dan bantuan. Indonesia berupaya mengurangi “memutihkan” beban utang luar negeri melalui mekanisme konversi utang menjadi proyek konservasi dan restorasi hutan. Skema ini memungkinkan utang luar negeri negara berkembang, seperti Indonesia, dialihkan untuk mendanai inisiatif yang memberikan dampak positif terhadap lingkungan atau sosial.

Pemerintah Indonesia telah melakukan perjanjian konversi utang dengan Amerika Serikat sebanyak tiga kali, yakni pada tahun 2009, 2011, dan 2014, dengan total nilai mencapai 70 juta dolar AS. Dana dari skema ini digunakan untuk mendukung berbagai proyek pelestarian dan pemulihan ekosistem hutan, termasuk perlindungan terumbu karang dan program berkelanjutan lainnya.

Melalui pendekatan ini, Indonesia tidak hanya meringankan beban utang, tetapi juga memperoleh sumber pendanaan penting bagi proyek lingkungan yang krusial bagi keberlangsungan bumi. Konversi utang ini menjadi contoh nyata bagaimana pembiayaan luar negeri bisa diarahkan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan perlindungan alam. Sebagai negara penerima bantuan sudah barang tentu akan mengajukan proposal yang berisi kepeduliannya pada lingkungan agar disetujui.

#zonaebt #EBTHeroes #serbaterbarukan
Editor: Tri Indah Lestari

Referensi

https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2024/07/10/as-hapus-utang-indonesia-ditukar-dengan-proyek-konservasi-terumbu-karang

https://www.instagram.com/p/DIbDoFDzErf/?utm_source=ig_web_copy_link

https://www.dw.com/id/megaproyek-pangan-papua-jadi-ancaman-deforestasi-terbesar-di-dunia/a-72310113

https://rmol.id/publika/read/2024/10/23/642035/swasembada-pangan-ala-food-estate-di-papua-adalah-cara-pandang-colonial-extractivism

https://fwi.or.id/gasak-hutan-demi-bisni-co-firing-biomassa/

Comment closed