Limbah Elektronik : Pengolahan Secara Berkelanjutan

Ilustrasi Limbah Elektronik. Sumber : panda.id
  • Peningkatan konsumsi elektronik yang pesat menyebabkan lonjakan dalam jumlah E-Waste yang dihasilkan di Indonesia bahkan dunia.
  • Prinsip 9R dalam ekonomi sirkular yang merupakan kunci dari pengolahan limbah elektronik yang berkelanjutan.
  • Cara mendukung gerakan keberlanjutan dengan menjaga keawetan barang, apabila barang rusak segera diperbaiki, apabila tidak digunakan segera menjual barang elektronik tersebut, dan sebelum membeli barang pikir terlebih dahulu dan pilih barang yang mendukung keberlanjutan.

Halo Sobat EBT Heroes!

Di era perkembangan industri digital yang semakin pesat, konsumsi perangkat elektronik terus meningkat, seperti penggunaan ponsel, laptop, televisi, serta berbagai peralatan rumah tangga. Seiring dengan peningkatan tersebut, jumlah limbah elektronik (e-waste) juga semakin bertambah.

United Nations Global E-Waste merilis laporan mengenai limbah elektronik pada 20 Maret 2024. Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa pada tahun 2022, dunia telah menghasilkan 62 juta metrik ton limbah elektronik. Angka ini meningkat sebesar 82% dibandingkan tahun 2010 dan diperkirakan akan terus bertambah hingga 82 juta metrik ton pada tahun 2030, atau meningkat sebesar 32% dari tahun 2022.

Untuk mengatasi permasalahan ini, solusi bisnis berkelanjutan menjadi sangat penting guna mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh limbah elektronik. Sobat EBT tentu mengetahui bahwa limbah elektronik mengandung berbagai bahan berbahaya seperti timbal, merkuri, kadmium, dan bahan kimia lainnya yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.

Namun, selain mengandung bahan berbahaya, e-waste juga memiliki kandungan logam berharga seperti emas, perak, dan tembaga yang dapat didaur ulang dan dimanfaatkan kembali. Oleh karena itu, pengelolaan limbah elektronik melalui bisnis berkelanjutan tidak hanya dapat mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga menciptakan peluang dalam ekonomi sirkular yang mendukung pemanfaatan kembali sumber daya secara optimal.

Baca Juga



Tantangan di Balik Industri Limbah Elektronik

Ilustrasi Pengolahan E-Waste. Sumber : kompasiana.com

Peningkatan konsumsi elektronik yang pesat menyebabkan lonjakan jumlah e-waste yang dihasilkan, baik di Indonesia maupun secara global, sehingga menjadi tantangan nyata bagi masyarakat. Faktanya, kawasan ASEAN sendiri menyumbang e-waste sebesar 4,4 juta ton. Tiga negara dengan kontribusi tertinggi di ASEAN adalah Indonesia (1,9 juta ton), Thailand (750 ribu ton), dan Filipina (540 ribu ton).

Di Indonesia, limbah elektronik diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014. Pemerintah memastikan bahwa limbah elektronik tidak membahayakan lingkungan dengan berfokus pada pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan yang tepat. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2021, jumlah limbah elektronik yang tertimbun mencapai 2 juta ton.

Pulau Jawa menjadi penyumbang limbah elektronik tertinggi di Indonesia, dengan kontribusi sekitar 56% dari total limbah, disusul oleh Sumatera yang menyumbang sekitar 22%. Namun, pengelolaan limbah elektronik di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Diperkirakan sekitar 20% limbah dibakar secara tidak aman, 15-30% diekspor secara ilegal, dan 30-47,6% tidak diketahui keberadaannya.

Pengelolaan limbah elektronik di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang dapat menghambat proses daur ulang. Beberapa tantangan utama tersebut antara lain:

  1. Kurangnya Fasilitas Daur Ulang E-Waste
    Saat ini, jumlah perusahaan resmi yang bergerak di bidang pengelolaan limbah elektronik masih sangat terbatas. Akibatnya, limbah elektronik sering kali dikumpulkan oleh pemulung atau pelaku UMKM dan diolah secara tidak aman, seperti melalui pembakaran atau pencucian terbuka, yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
  2. Regulasi yang Lemah dalam Pengelolaan Limbah Elektronik
    Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) yang mewajibkan produsen bertanggung jawab atas siklus hidup limbah elektronik mereka. Namun, banyak perusahaan belum menerapkan sistem yang efektif, sementara pengawasan dari pemerintah masih kurang. Akibatnya, banyak limbah elektronik yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau dikelola dengan cara yang tidak ramah lingkungan.
  3. Rendahnya Kesadaran Masyarakat terhadap Bahaya Limbah Elektronik
    Kesadaran masyarakat tentang bahaya limbah elektronik dan pentingnya daur ulang masih tergolong rendah. Kurangnya edukasi, sosialisasi, serta informasi mengenai lokasi pembuangan dan daur ulang yang benar menyebabkan banyak orang tidak memahami cara menangani limbah elektronik dengan aman.
  4. Perdagangan E-Waste Secara Ilegal
    Salah satu tantangan besar yang dihadapi Indonesia adalah impor ilegal limbah elektronik dari negara lain. Banyak limbah yang masuk ke Indonesia dengan dalih refurbishing atau perbaikan, tetapi kenyataannya, sebagian besar limbah tersebut tidak dapat diperbaiki dan justru menjadi beban bagi negara.
  5. Kurangnya Dukungan bagi Bisnis Daur Ulang E-Waste
    Perusahaan rintisan (startup) dengan inovasi dalam pengelolaan limbah elektronik sering kali kesulitan berkembang akibat minimnya dukungan dalam hal pendanaan, perizinan, serta akses terhadap teknologi modern. Padahal, jika dikelola dengan baik, industri ini dapat menjadi peluang ekonomi yang besar sekaligus solusi bagi permasalahan lingkungan.

Pengolahan Limbah Elektronik Sebagai Bisnis Berkelanjutan

Ilustrasi Ekonomi Sirkular. Sumber : lcdi-indonesia.id

Dalam pengolahan limbah elektronik, pemanfaatan ekonomi sirkular sangat penting untuk mengatasi peningkatan produksi sampah elektronik. Ekonomi sirkular merupakan konsep yang bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya dengan cara mengurangi limbah, mendaur ulang, dan memanfaatkan kembali barang yang masih bernilai.

Prinsip 9R dalam ekonomi sirkular mencakup Refuse, Rethink, Reduce, Reuse, Repair, Refurbish, Remanufacture, Repurpose, dan Recycle. Prinsip ini menjadi kunci pengolahan limbah elektronik yang berkelanjutan, dengan memastikan bahwa produk elektronik dirancang lebih tahan lama dan mudah diperbaiki. Selain itu, prinsip ini juga dapat mengurangi atau mengganti penggunaan bahan berbahaya dalam produk elektronik. Misalnya, alat pendingin udara yang awalnya menggunakan refrigeran halocarbon kini beralih ke refrigeran hydrocarbon agar lebih hemat energi dan ramah lingkungan. Penerapan prinsip 9R dapat mengurangi jumlah limbah elektronik yang berakhir di TPA serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Untuk mengoptimalkan prinsip ekonomi sirkular dalam pengolahan e-waste, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, produsen, dan masyarakat.

  • Pemerintah dapat memperkuat regulasi serta memberikan dukungan modal bagi bisnis yang menerapkan konsep ekonomi sirkular.
  • Produsen dapat menerapkan prinsip sirkular dengan merancang dan memproduksi produk elektronik yang lebih mudah didaur ulang serta lebih tahan lama.
  • Masyarakat berperan dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya membuang limbah elektronik di tempat yang tepat serta mendukung industri daur ulang dengan membeli produk refurbished.

Perusahaan Pelopor Pengelolaan E-Waste Secara Berkelanjutan

Ilustrasi Logo Wastechange. Sumber : bebassampah.id

Salah satu perusahaan yang berkomitmen mendukung Indonesia dalam menerapkan sistem ekonomi sirkular adalah PT Wasteforchange Alam Indonesia. Perusahaan ini telah beroperasi sejak 2014 dan berhasil mengelola lebih dari 5,4 juta kilogram sampah dari berbagai perusahaan maupun konsumen individu.

Jasa yang ditawarkan Waste4Change bertujuan untuk mengalihkan sampah dari TPA menjadi sumber daya yang lebih bernilai. Prinsip ini sejalan dengan konsep ekonomi sirkular, yaitu dengan mengembalikan nilai dari materi yang dibuang, baik sampah organik maupun anorganik. Waste4Change juga mendukung program pemerintah Indonesia Bersih Sampah 2025, yang bertujuan mengurangi produksi sampah secara signifikan.

Menurut Waste4Change, pengelolaan e-waste perlu dilakukan dengan beberapa strategi utama:

  1. Kampanye edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan e-waste yang benar.
  2. Kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah. Salah satu penerapannya dilakukan di Makassar melalui program Ballatta Rong, yang melibatkan masyarakat dalam pengelolaan e-waste secara berkelanjutan.
  3. Pengembangan infrastruktur untuk memastikan pengelolaan limbah elektronik berjalan secara efektif, ramah lingkungan, dan bertanggung jawab.

Dampak nyata dari strategi ini mencakup meningkatnya kesadaran masyarakat, berkurangnya limbah elektronik, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Baca Juga



Langkah Nyata Menuju Keberlanjutan di Industri Limbah Elektronik

Bisnis pengelolaan e-waste diperkirakan akan terus berkembang pesat seiring meningkatnya penggunaan perangkat elektronik yang memiliki siklus penggunaan jangka pendek. Sejak tahun 2019, produksi limbah elektronik terus mengalami lonjakan, mencapai 53,6 juta metrik ton, dan diperkirakan akan meningkat hingga 74,7 juta metrik ton pada tahun 2030. Jika tidak diatasi dengan serius, masalah ini dapat menimbulkan dampak yang lebih kompleks terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.

Keberhasilan bisnis e-waste tidak hanya bergantung pada regulasi atau inovasi teknologi, tetapi juga pada partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga lingkungan. Untuk mendukung gerakan keberlanjutan dalam pengelolaan limbah elektronik, Sobat EBT dapat menerapkan langkah-langkah berikut:

  1. Menjaga keawetan barang elektronik dengan perawatan yang baik.
  2. Memperbaiki perangkat yang rusak sebelum memutuskan untuk membuangnya.
  3. Menjual atau mendonasikan perangkat elektronik yang tidak lagi digunakan agar dapat dimanfaatkan kembali.
  4. Mempertimbangkan dengan matang sebelum membeli perangkat baru, menghindari konsumsi berlebihan.
  5. Memilih produk elektronik yang mendukung keberlanjutan, seperti yang memiliki sertifikasi ramah lingkungan.

Jika bukan Sobat EBT dan masyarakat yang peduli terhadap lingkungan, lalu siapa lagi yang akan mendukung dan melindungi Indonesia dari ancaman limbah elektronik yang berbahaya? Mari bersama-sama membangun kesadaran dan tindakan nyata untuk masa depan yang lebih hijau!

#zonaebt #sebarterbarukan #EBTheroes #BebasSampah2025

Editor : Alfidah Dara Mukti

Referensi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 Comment