
- Ketergantungan masyarakat Indonesia dengan Gas LPG.
- Solusi alternatif pengganti Gas LPG.
- Tantangan dan peluang implementasi.
Beberapa hari yang lalu, masyarakat Indonesia menghadapi permasalahan kelangkaan liquefied petroleum gas (LPG). Kelangkaan ini berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti memasak. Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang bergantung pada gas untuk operasional usaha mereka juga merasakan dampaknya. Selain itu, kelangkaan LPG turut mempengaruhi perekonomian nasional dan bahkan dikabarkan menyebabkan insiden yang berujung pada korban jiwa.
Baca Juga
- Kebakaran LA: Alarm Percepatan Net Zero 2060 Indonesia
- Peran Social Impact Assessment dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap gas LPG sejalan dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, yang menunjukkan bahwa 86,91% rumah tangga di Indonesia mengandalkan gas sebagai bahan bakar utama untuk memasak. Penggunaan ini mencakup LPG 3 kg, 5,5 kg, serta gas kota atau biogas. Dengan tingginya ketergantungan ini, kelangkaan LPG tidak hanya mengganggu aktivitas sehari-hari, tetapi juga berpotensi menurunkan daya saing ekonomi, terutama di sektor UMKM. Meskipun terdapat alternatif lain, LPG tetap menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia.

Berdasarkan data BPS 2021, gas LPG atau Elpiji masih menjadi bahan bakar dominan untuk memasak, dengan persentase penggunaan mencapai 82,78%. Hal ini juga tercermin dari alokasi anggaran negara yang besar untuk subsidi LPG. Dilansir dari Kementerian ESDM, subsidi LPG tabung 3 kg menyerap porsi terbesar dibandingkan dengan subsidi BBM dan listrik. Berdasarkan APBN 2023, alokasi anggaran subsidi LPG tabung 3 kg mencapai Rp117,85 triliun.
Ketergantungan ini dapat menjadi masalah karena LPG dianggap kurang ideal akibat risiko ledakan, dampak buruk terhadap lingkungan, serta tingginya ketergantungan pada impor. Dilansir dari CNBC, Direktur Infrastruktur dan Teknologi PNG, Achmad Muchtasyar, menyebutkan bahwa 60% pasokan LPG berasal dari impor. Sebagai alternatif, gas alam dinilai lebih ramah lingkungan, memiliki risiko lebih rendah, dan lebih murah dibandingkan LPG.
Sobat EBT, dengan berbagai dampak negatif dari penggunaan LPG seperti kelangkaan, bahaya ledakan, dan ketergantungan pada impor muncul pertanyaan penting: adakah solusi atau alternatif lain yang lebih baik untuk menggantikannya? Jawabannya ada!
Solusi Alternatif Gas LPG
Beberapa solusi telah muncul untuk mengurangi ketergantungan pada LPG. Berikut beberapa alternatif yang bisa dipertimbangkan oleh masyarakat dan pemerintah:
- Gas Alam Terkompresi (CNG)
CNG memiliki kandungan lebih bersih dan emisi karbon lebih rendah dibanding LPG. Negara dengan jaringan pipa gas yang berkembang memanfaatkannya sebagai sumber energi utama. Meski pengembangannya di Indonesia masih membutuhkan investasi besar, potensinya sangat menjanjikan. - Biogas
Biogas dihasilkan dari fermentasi limbah organik, seperti kotoran hewan dan limbah pertanian. Selain sebagai sumber energi, produksinya juga menghasilkan pupuk organik yang bermanfaat bagi petani. Penggunaannya sangat cocok untuk daerah pedesaan, meski tantangannya adalah infrastruktur distribusi. - Kompor Induksi
Kompor induksi lebih efisien karena meminimalkan energi terbuang saat pemanasan. Selain itu, tidak menghasilkan emisi gas berbahaya. Namun, ketergantungannya pada pasokan listrik yang stabil menjadi tantangan tersendiri. - Energi Surya
Kompor tenaga surya menggunakan reflektor atau panel surya untuk mengubah sinar matahari menjadi energi panas. Energi surya yang tak terbatas menjadikannya solusi berkelanjutan, meski kurang efektif pada hari mendung atau malam hari. - Bioetanol
Bioetanol berasal dari fermentasi biomassa seperti jagung dan tebu. Dengan emisi lebih rendah dibanding LPG, bahan bakar ini bisa menjadi solusi alternatif yang berkelanjutan sekaligus mendukung industri pertanian lokal. - Kompor Biomassa
Kompor ini memanfaatkan bahan bakar organik seperti kayu dan sekam padi, yang mudah diperoleh di pedesaan. Namun, penggunaannya harus dikelola dengan bijak agar tidak memicu deforestasi. - Hidrogen
Hidrogen memiliki emisi hampir nol karena menghasilkan uap air sebagai satu-satunya residu pembakaran. Meski teknologinya masih berkembang, hidrogen berpotensi menjadi energi masa depan yang ramah lingkungan.
Dengan berbagai alternatif ini, transisi dari LPG ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan bukan lagi sekadar wacana, tetapi langkah nyata menuju keberlanjutan.
Baca Juga
Tantangan dan Peluang Implementasi
Setiap alternatif energi memiliki kelebihan dan tantangannya masing-masing. Penggunaan gas alam terkompresi (CNG) membutuhkan infrastruktur pipa yang besar dan mahal, sementara biogas memerlukan pengelolaan limbah yang efisien agar produksinya mencukupi. Kompor induksi dan energi surya memiliki potensi besar, tetapi keduanya bergantung pada pasokan energi yang stabil dan infrastruktur yang memadai.
Sementara itu, bioetanol dan kompor biomassa lebih cocok untuk daerah dengan ketersediaan bahan baku melimpah, meskipun penggunaannya harus dikelola dengan baik untuk menghindari dampak lingkungan. Hidrogen, meskipun menjanjikan sebagai bahan bakar masa depan, masih memerlukan pengembangan teknologi yang lebih lanjut sebelum dapat diimplementasikan secara luas.
Secara keseluruhan, berbagai alternatif energi ini dapat membantu Indonesia mengurangi ketergantungan pada LPG dan menekan dampak lingkungan akibat penggunaan energi fosil. Tantangan terbesar adalah bagaimana mengintegrasikan teknologi ini ke dalam infrastruktur yang sudah ada dan memastikan bahwa transisi energi ini membawa manfaat bagi masyarakat secara luas dalam jangka panjang. Oleh karena itu, pemerintah, industri, dan masyarakat perlu berkolaborasi dalam menciptakan solusi energi yang efisien dan berkelanjutan demi masa depan yang lebih ramah lingkungan.
#zonaebt #EBTHeroes #Sebarterbarukan
Editor : Alfidah Dara Mukti
Refrensi
- Liputan6. (2017). Lebih Aman Mana, LPG atau Gas Pipa?
- CNBC Indonesia. (2022). Pakai Gas Bumi dan LPG, Mana Lebih Murah? Simak Hasil Studinya.
- Kementerian ESDM. (2023).Alokasi Anggaran Subsidi LPG 3 Kg Tahun 2023 Capai Rp117,85 Triliun, Pendistribusiannya Harus Tepat Sasaran
- Katadata. (2021). Mayoritas Rumah Tangga Indonesia Menggunakan Gas Elpiji untuk Memasak
- Katadata. (2023). Sebanyak 86,91% Rumah Tangga Indonesia Menggunakan Gas untuk Memasak pada 2023