Tarik ulur proyek PLTP (Geothermal) Bali [Serial 3]

Artikel ini merupakan serial berlanjut dengan judul “Menjaga Kesucian dan Keharmonisan Alam Bali Beserta Isinya, Melalui Pemanfaatan Energi EBT

Tahun 2018 lalu publik Bali dihebohkan kembali oleh rencana pemerintah pusat akan proyek besar yang ditujukan untuk meningkatkan kuota daya energi Bali. Hal ini disambut histeris oleh semua elemen pemangku kepentingan waktu itu. Proyek PLTP Bedugul yang digadang-gadang menjadi salah satu sumber energi bersih untuk Pulau Bali. Pro dan kontra mengiringi perjalanan dan menemukan berbagai masalah. Seburuk dan sebaik apa sih proyek PLTP Bali ini?

Mari kita kupas tuntas

Proyek PLTP Bedugul Geothermal berada di Kawasan Hutan Bedugul, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Di tengah kawasan Bukit Catu, Desa Candikuning terbalut pepohonan yang menjulang tinggi. Terdapat satu titik, sisa-sisa harapan peradaban yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Bedugul. Kondisi menurut Mongabay.co.id tahun 2018 sebagian besar sudah berkarat dan lapuk tidak terurus.

Baca juga:



Sejarah Ini bermula pada tahun 1995 yaitu rencana pembangunan PLTP Bedugul Bali yang diprakarsai oleh PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan Bali Energy Ltd (BEL) untuk menghadirkan energi bersih bagi Bali. Komitmen pemerintah dan swasta tertuang dalam skema Kontrak Operasi Bersama (KOB). Mandek pada tahun 2005. Padahal proyek PLTP Bedugul sudah dimulai sejak tahun 1974. Pertamina pada tahun itu (1974) sudah menetapkan Kabupaten Buleleng dan Tabanan sebagai Wilayah Kerja Panas Bumi.

Dilansir dari laman Mongabay.co.id. Proyek PLTP Bedugul Bali pada waktu itu sudah ditentang oleh warga setempat meski pembangunannya sebagian sudah selesai. Lebih rinci lagi: sumur sudah dieksplorasi, pembangkit dan juga unit pengelolaan limbah sudah terpasang.

Penolakan dari pihak Pemprov Bali sudah dua kali mengeluarkan rekomendasi untuk menolak proyek PLTP Geothermal ini. Pertama era Gubernur Dewa Beratha dan era Mangku Pastika. Selain itu beberapa organisasi seperti WALHI Bali, Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan dewan DPRD Bali turut sepakat menolak proyek tersebut.

Beberapa alasan dalam penolakan PLTP Bedugul. Seperti yang dikemukan oleh Walhi Bali dan pihak akademisi.

1. Secara akademis hal itu terbukti dengan AMDAL PLTP Bedugul bahwa terdapat empat dampak besar seperti: menurunnya kualitas air tanah dan air danau akibat dari penggundulan hutan, menurunnya kelimpahan keanekaragaman hayati dan menurunnya kesakralan kawasan.

2. Dilansir dari Mongabay.co.id. Menurut penuturan dari I Gusti Wijaya Kusuma, profesor di bidang konservasi energi Fakultas Teknik, Universitas Udayana “dari kajian kami di lapangan terdapat beberapa pembohongan publik” kata alumni S3 Brunel University, London.

Pertama, menurut Wijaya, potensi energi yang dihasilkan tidaklah setinggi yang berseliweran di publik. Hanya sekitar 4 MW dari setiap sumur. Kedua, pembangunan PLTP Bedugul dibangun dengan cara menakuti-nakuti penduduk Bali bahwa akan terjadi masalah listrik, jika tidak dibangun pembangkit baru. Ketiga proses pembangunannya juga tidak melibatkan publik.

Beberapa tahun berselang sejak proyek tersebut berhenti. Beberapa kalangan kembali mengungkit kisah lama itu. Wacana untuk menghidupkan lagi proyek PLTP Bedugul mencuat lagi. Seiring dengan pernyataan Gubernur Bali I Wayan Koster yang dilansir dari berbagai media, beliau mengutarakan bahwa Bali akan bergantung kepada energi EBT, bukan energi fosil.

Potensi Daya dihasilkan oleh PLTP Bedugul

Dilansir dari jejakparlemen.id rencananya wilayah PT Pertamina Geothermal Energy sekitar 101 hektar tidak menggunakan seluruh dari Wilayah kerja Panas Bumi (WKP). Dengan cadangan energi sebesar 414 Megawatt. Tapi rencana dimulai dari 10 Megawatt terlebih dahulu.

Baca juga:

Harapan kita bersama

Besarnya potensi daya yang dihasilkan, pemerintah dan swasta getol sekali untuk merealisasi proyek ini. Energi bersih harapan semua umat manusia. Dibalik polemik pro dan kontra yang ada. Masyarakat tentunya menginginkan yang terbaik. Jika memang kajian teknis potensi daya yang dihasilkan oleh PLTP Bedugul itu benar adanya, tentu menjadi harapan sebagai kabar baik untuk perkembangan energi baru terbarukan (EBT). Kondisi saat ini untuk Bali yang mayoritas pasokan energi listrik masih disumbang oleh energi fosil menjadikan batubara sebagai penyelamat listrik Bali. Tapi kita semua tau, dampak yang bisa dirasakan dari adanya PLTU. Saat ini Bali memiliki dua PLTU. Pertama PLTU Celukan bawang yang berada di Kabupaten Buleleng menghasilkan daya 380 MW dan satu lagi PLTU Pemaron (Buleleng) sebesar 80 MW. Dan uniknya sebanyak 340 MW berasal dari Jawa via transmisi kabel laut Jawa Bali. Sumbernya dari PLTU Paiton Jawa Timur.

Apakah kita sebagai masyarakat modern terus menerus melakukan penolakan terkait proyek-proyek EBT khususnya Geothermal di Bali ? Adalah solusi yang konkrit? Jika pemerintah membangun PLTB (angin) di Nusa Penida, maka siapa yang pakai? Mau berapa hektar pemerintah menyediakan lahan kosong untuk membuat PLTS (solar Farm)?

Karena ini komitmen semua pihak, tanpa berlatar jabatan dan kasta atau kisruh harga tanah murah serta kepentingan kabupaten. Untuk bersama-sama menciptakan energi bersih untuk masyarakat dan juga wisatawan berkunjung ke Bali.

Kenyataannya kita lebih memilih untuk mengorban saudara kita. Saudara yang berada di sekitar PLTU Celukan bawang. Kerusakan lingkungan, pencemaran laut, polisi udara dan permasalahan lainnya. Merupakan situasi yang dihadapi saudara kita. Berikut ini link film tentang efek buruk dari PLTU (Batubara) di seluruh Indonesia.

Menurut penulis PLTP Bedugul bisa menjadi angin segar. Dibalik kontroversinya, tentu diperlukan solusi yang segera. Agar terciptanya energi bersih untuk semua masyarakat. Tanpa ada pihak yang dikorbankan. Demi kepentingan segelintir pihak.

#zonaebt #sebarterbarukan #panasbumi #pltp #bali

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *