Inovasi Pemanfaatan Energi Surplus Panel Surya

Contoh Panel Surya
Ilustrasi Pembangkitan pada PLTS. Sumber: world-energy.org
  • Matahari jadi sumber energi terbarukan utama, namun surplus energi sering tidak terpakai.
  • Net-metering di Indonesia dulu memungkinkan kredit tagihan, tapi dihapus pada 2024.
  • Beberapa negara Eropa pakai feed-in-tariff untuk jual energi berlebih, tapi tarifnya lebih rendah.

Apakah Sobat EBT Heroes tahu bahwa matahari menjadi sumber energi yang sangat meningkat penggunaannya sebagai sumber yang bersih dan terbarukan. Sektor perumahan menjadi salah satu potensi utama sebagai pengguna pembangkit listrik tenaga surya. Namun, dalam penggunaannya terdapat tantangan dalam memanfaatkan kelebihan energi yang dihasilkan dari pembangkitan yang dilakukan. Kelebihan ini sering disebut sebagai sumber energi tidak terpakai (energy unused). PVSyst mendefinisikan energy unused sebagai potensi yang tidak terpakai dikarenakan kebutuhan beban sudah dipenuhi dan baterai sudah ada dalam keadaan penuh.

Energi Surya Tak Terpakai
Energi Tidak Terpakai. Sumber: slideshare.net

Apa yang terjadi dengan energy unused ketika tidak dimanfaatkan? Kelebihan tersebut biasanya menjadi sia-sia, sehingga mengurangi efisiensi dari penggunaan panel surya. Lalu apa bagaimana kita dapat memanfaatkan energy unused?

Memasukkan Kembali Energi Tidak Terpakai Ke Dalam Jaringan Listrik

Cara kerja Panel Surya
Model Perdagangan Tradisional Konsumen Perumahan dan Produsen dengan Utilitas. Sumber: irena.org

Bisakah kita menjual energi kembali ke jaringan listrik? Banyak yang berpikir bahwa dengan memiliki pembangkit listrik tenaga surya kita dapat menjualnya kembali ke dalam jaringan listrik. Regulasi di Indonesia karena kita hanya dapat menjual listrik ke dalam jaringan jika memiliki izin pembangkit tenaga listrik dan aset pembangkit tenaga listrik yang memenuhi syarat.

Meskipun kita tidak dapat menjual energi listrik, kita dapat menerima kredit tagihan untuk kelebihan daya dari panel surya. Caranya ialah melalui metode net-metering. Net-metering adalah pengukur cerdas yang melacak total kilowatt jam (kWh) yang dihasilkan oleh pembangkit terhadap jumlah total kilowatt jam yang dikonsumsi dalam sebuah gedung. Jika terdapat kelebihan daya listrik yang dihasilkan dari pembangkit, maka konsumen menerima billing credit sebesar kelebihan listrik tersebut. Hal ini akan membuat tagihan listrik konsumen berkurang.

Di Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah diterbitkan, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 49 Tahun 2018 tentang PV Surya Atap. Salah satu hal penting yang menjadi persoalan dalam peraturan tersebut adalah skema transaksi atau skema kredit menggunakan net-metering.

Baca Juga



Peraturan Direksi PLN sebelumnya yang diterbitkan pada 2013 mengatur skema kredit net-metering menggunakan perbandingan 1:1 (1 unit listrik tenaga surya sama dengan 1 unit listrik PLN listrik yang digunakan konsumen). Sedangkan pada Peraturan Menteri tahun 2018 hanya memperbolehkan rasio 1:0,65 (1 unit listrik yang dihasilkan tenaga surya sama dengan 0,65 unit listrik PLN digunakan oleh konsumen).

Namun, skema net-metering saat ini tidak lagi berlaku di Indonesia berhubung dengan terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 2 Tahun 2024. Peraturan terbaru tersebut menghapus skema net-metering sehingga kelebihan listrik atau ekspor tenaga listrik dari pengguna ke PLN tidak dapat dihitung sebagai bagian pengurangan tagihan listrik. 

Menjual Energi Melalui Skema Feed-in-Tariff dan Penjualan Listrik Peer-to-Peer

P2P Surya
Struktur model perdagangan listrik P2P. Sumber: irena.org

Beberapa negara di Eropa juga menggunakan skema feed-in tariff yakni perjanjian pembelian oleh perusahaan utilitas untuk membeli kelebihan listrik. Sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di daerah perumahan akan memiliki dua meteran listrik terpisah; 1 untuk mengukur daya ke dalam jaringan dan 1 lagi untuk mengukur penggunaan energi oleh properti. Pemiliknya ditagih berdasarkan tarif eceran kWh untuk listrik yang digunakan oleh perusahaan utilitas untuk listrik yang dimasukkan ke dalam jaringan.

Tarif konsumen untuk pasokan listrik umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan tarif pembelian kembali yang dapat diperoleh konsumen. Selain itu, tarif konsumen ini tidak memperhitungkan manfaat lain yang dihasilkan oleh pembangkit listrik terbarukan ini bagi sistem ketenagalistrikan.

Baca Juga



Ada juga skema perdagangan listrik peer-to-peer (P2P). Skema ini adalah model bisnis P2P, di mana konsumen dan produsen “bertemu” secara online untuk berdagang listrik secara langsung, tanpa perantara. Dengan demikian, generator energi lokal dapat menjual listriknya dengan harga yang diinginkan kepada konsumen yang bersedia membayar harga tersebut, mirip dengan platform “Uber” atau “Airbnb”.

Listrik ini biasanya ditransaksikan antar pengguna (pembeli/penjual) platform yang juga menjadi anggota platform, misalnya dengan membayar biaya berlangganan bulanan yang telah ditentukan. Sama seperti ekonomi pasar terbuka, pemasok mencari harga setinggi mungkin, dengan mempertimbangkan biaya dan keuntungan, dan konsumen memilih harga serendah mungkin berdasarkan kebutuhan dan preferensi mereka. Ketika penawaran dan permintaan cocok, maka terjadilah perdagangan.

Jadi Sobat EBT Heroes sudah tahu bahwa banyak sekali energi yang dapat dimanfaatkan. Maukah Sobat EBT Heroes mau menjadi bagian dari pembangunan energi yang berkelanjutan?

#ZonaEBT #Sebarterbarukan #EBTHeroes

Editor: Adhira Kurnia Adhwa

Referensi:

[1] Selling Energy Back to the Grid: Complete Guide

[2] Technical-Note-Residential-Rooftop-Solar-Potential-in-34-Provinces-ID.pdf

[3] Peniadaan net metering Archives

[4] What is a Feed in Tariff?

[5] Peer-to-peer electricity trading

[6] Bukan Mengada-ada, Ini Bukti Nyata Over Supply Listrik PLN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

6 Comment