Dari Palung Mariana hingga Mars: Sampah Manusia Mencemari Titik Terdalam dan Terjauh dari Bumi

Helikopter Ingenuity menangkap gambar peralatan pendaratan robot yang digunakan selama ekspedisi dengan Perseverance. Sumber: NASA.gov.
  • Sampah manusia ditemukan di Palung Mariana, titik terdalam Bumi (10.898 meter), berupa kantong plastik dan ribuan benda buatan manusia yang mengancam ekosistem laut dalam. Terdapat 335 benda asing per kilometer persegi tersebar di dasar laut palung, sepertiga-nya adalah plastik sekali pakai yang bisa bertahan ratusan tahun.
  • Di Mars, sampah antariksa juga ditemukan, termasuk potongan selimut termal dan jaring dari misi NASA, menandakan eksplorasi luar angkasa tak lepas dari jejak polusi manusia. Mirisnya setiap wahana yang mendarat di planet seperti Mars ataupun Bulan meninggalkan jejak sampah dan belum ada cara untuk menghindarinya sepenuhnya.
  • Meskipun Outer Space Treaty 1967 yang disahkan oleh PBB menekankan pentingnya mencegah kontaminasi benda langit. Belum ada regulasi internasional yang mengikat secara ketat maupun sanksi yang diberlakukan atas pembuangan sampah antariksa.
  • Langkah kebijakan perjanjian internasional juga diperlukan untuk penanganan sampah, seperti menyetujui dan mengaplikasikan regulasi Basel Convention. Dan menerapkan hingga menguatkan regulasi sistem Extended Producer Responsibility (EPR).

Sampah kini tidak hanya menjadi masalah di daratan dan lautan, tetapi juga telah merambah ke ruang angkasa. Ketika manusia menjelajah ke tempat-tempat paling terpencil di alam semesta, jejak yang ditinggalkan bukan hanya berupa pengetahuan atau teknologi, namun juga limbah.

Penemuan sampah buatan manusia di Palung Mariana, titik terdalam samudra, dan di permukaan Mars, titik terluar dari jangkauan eksplorasi manusia, menjadi peringatan keras bahwa pencemaran telah mencapai batas fisik sekaligus simbolik dari kehadiran manusia. Padahal, kedua lokasi ini masih minim eksplorasi dan pemahaman.

Baca Juga



Ini juga menjadi pertanyaan yang perlu disadari oleh semua orang, sejauh mana kita akan terus mencemari tempat-tempat yang bahkan belum kita pahami?

Sampah Manusia Terdalam di Bumi

Palung Mariana, yang terletak di bagian barat Samudra Pasifik, memiliki kedalaman lebih dari 10.000 meter dan merupakan titik terdalam di Bumi. Tempat ini menjadi salah satu wilayah yang paling sulit dijangkau oleh manusia. Namun, wilayah ekstrem tersebut ternyata tidak luput dari jejak peradaban modern yaitu sampah.

Sebuah penelitian dari Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology (JAMSTEC) mengungkapkan bahwa kantong plastik berhasil ditemukan pada kedalaman 10.898 meter di dasar Palung Mariana.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Marine Policy pada tahun 2018 ini mengumpulkan data mengenai sebaran plastik di laut dalam di seluruh dunia. Hasilnya cukup mencengangkan, ditemukan rata-rata 335 benda asing buatan manusia pada setiap 1 kilometer persegi (sekitar 0,4 mil persegi) di dasar laut.

Dalam ribuan penyelaman laut dalam yang dilakukan antara tahun 1983 hingga 2017, para peneliti mendokumentasikan lebih dari 3.400 temuan serpihan sampah pada kedalaman lebih dari 6.000 meter. Sekitar sepertiga dari jumlah tersebut merupakan plastik sekali pakai, yang dapat bertahan di lingkungan laut selama ratusan tahun.

Kantong es plastik, yang kemungkinan terhempas ke laut dari kapal penangkap ikan, ditemukan di Enigma Seamount. Sumber: NOAA Office of Ocean Exploration and Research.

“Hal terpenting dari penelitian ini adalah distribusi plastik sekali pakai yang ada di mana-mana, bahkan hingga kedalaman Palung Mariana, yang menunjukkan hubungan yang jelas antara aktivitas manusia sehari-hari dan lingkungan terpencil tempat tidak ada aktivitas manusia secara langsung,” ungkap para peneliti.

Tak hanya plastik, para peneliti juga menemukan logam, karet, peralatan memancing, botol kaca, dan berbagai jenis sampah buatan manusia lainnya yang mencemari area tersebut. Tentu saja, itu hanya yang berhasil terekam kamera, karena pada kenyataannya bisa saja jauh lebih buruk.

Beberapa gambar dari hasil penelitian memperlihatkan plastik yang terjepit di antara batuan dan berada sangat dekat dengan makhluk laut dalam seperti bintang laut dan ikan. Para peneliti pun mengkhawatirkan ancaman serius terhadap semua spesies di zona pelagik, mesopelagik, hingga laut dalam (deep sea).

Noda Abu-Abu Manusia di Planet Merah

Tak hanya di kedalaman samudra, sampah buatan manusia juga ditemukan di luar angkasa termasuk di planet lain. Salah satunya adalah Mars, yang kerap disebut sebagai calon “Bumi kedua.” Pada tahun 2022, robot penjelajah Perseverance milik NASA menemukan potongan selimut termal berwarna abu-abu yang terperangkap di antara bebatuan di Kawah Jezero, sekitar dua kilometer dari lokasi pendaratannya.

Ekspedisi ini awalnya bertujuan mencari petunjuk keberadaan mikroba purba di Mars. Namun, eksplorasi tersebut justru juga mengungkap keberadaan sampah dari wahana antariksa manusia.

Selimut termal ini merupakan bagian dari sistem pelindung suhu ekstrem saat wahana memasuki atmosfer planet merah itu. “Tim saya telah melihat sesuatu yang tidak terduga, Ini adalah bagian dari selimut termal, paket jet bertenaga roket yang menurunkan kita pada tahun 2021,” tulis NASA dari rover Perseverance di laman X (Kamis, 16/06/2022).

Lebih memprihatinkan, menurut Cagri Kilic, Postdoctoral Research Fellow di bidang Robotika di West Virginia University, temuan ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, berbagai jenis sampah buatan manusia juga telah ditemukan di permukaan Mars.

“Pada pertengahan Agustus 2022, NASA mengonfirmasi bahwa penjelajah Mars Perseverance telah melihat sepotong sampah dibuang selama pendaratannya, kali ini sebentuk jaring yang kusut. Dan ini bukan pertama kalinya para ilmuwan menemukan sampah di Mars. Itu karena ada banyak di sana,” tulis Kilic dalam The Conversation (20/09/2022).

Dikutip dari Mongabay Indonesia (22/06/2022), wahana antariksa umumnya membuang berbagai instrumen dan komponen selama proses pendaratan di permukaan planet. Komponen tersebut termasuk pelindung panas, parasut supersonik, serta derek langit bertenaga roket yang digunakan untuk menurunkan robot penjelajah ke permukaan Mars. Oleh karena itu, keberadaan sampah di Mars bukanlah hal yang mengejutkan.

Saat ini, perhatian utama para ilmuwan terhadap sampah di Mars adalah potensi risikonya terhadap misi eksplorasi, baik yang sedang berlangsung maupun di masa mendatang. Tim penjelajah Perseverance, misalnya, secara rutin mendokumentasikan setiap potongan puing yang mereka temukan untuk memastikan tidak terjadi kontaminasi terhadap sampel yang dikumpulkan.

Pencegahan dan Fokus Penanganan

Isu sampah antariksa kini menjadi sorotan serius di kalangan ilmuwan dan pengamat lingkungan luar angkasa. Meskipun Outer Space Treaty tahun 1967 yang disahkan oleh PBB menekankan pentingnya mencegah kontaminasi benda langit, hingga kini belum ada regulasi internasional yang bersifat mengikat secara ketat maupun sanksi yang diberlakukan atas pembuangan sampah di luar angkasa.

NASA sendiri memiliki kebijakan internal, seperti NASA Procedural Requirements for Limiting Orbital Debris, yang dirancang untuk membatasi jumlah puing di orbit. Namun, implementasi dan pengawasan terhadap kebijakan tersebut masih perlu diperkuat.

Setiap wahana yang mendarat di planet seperti Mars atau Bulan memang hampir selalu meninggalkan jejak sampah. Saat ini, belum ada cara untuk menghindarinya sepenuhnya. Meski begitu, berbagai upaya tetap dapat dilakukan untuk meminimalkan dampaknya terhadap lingkungan luar angkasa.

Baca Juga



Salah satu solusi yang mulai dikembangkan untuk mengurangi sampah luar angkasa adalah penggunaan wahana peluncur yang dapat digunakan kembali, alih-alih roket sekali pakai. Para ilmuwan juga mulai mendorong penerapan standar keberlanjutan dalam perancangan setiap misi antariksa.

Kesadaran global terhadap krisis sampah pun perlu terus ditingkatkan. Seluruh negara perlu mengambil peran aktif, antara lain dengan menerapkan pajak plastik, mendorong ekonomi sirkular, serta mengembangkan teknologi ramah lingkungan seperti bahan-bahan biodegradable.

Di sisi lain, langkah kebijakan melalui perjanjian internasional juga sangat diperlukan. Negara-negara perlu menyepakati dan menerapkan rancangan regulasi seperti Konvensi Basel, serta memperkuat sistem Extended Producer Responsibility (EPR) yang mewajibkan produsen untuk mengelola dan bertanggung jawab atas limbah dari produk yang mereka hasilkan.

#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes #KurangiPlastik #MengolahSampah #Mikroplastik

Editor : Alfidah Dara Mukti

Referensi:

[1] Mars is littered with 15,694 pounds of human trash from 50 years of robotic exploration

[2] Ironis, Planet Mars Kini Dipenuhi Sampah Manusia Efek Eksplorasi Robot

[3] We Found Something Seriously Disturbing In The Deepest Part Of The Ocean

[4] Dan Akhirnya, Sampah Buatan Manusia Ditemukan di Mars

[5] Human footprint in the abyss: 30 year records of deep-sea plastic debris

[6] NASA Procedural Requirements for Limiting Orbital Debris and
Evaluating the Meteoroid and Orbital Debris Environments