Pertamina: Berkomitmen dalam Transisi Energi melalui Kolaborasi Injeksi Karbon

Ilustrasi Berkolaborasi Menuju Transisi Energi Bersih dan Bebas Emisi. Sumber: vectormine.com
  • Pembangunan energi yang mengandalkan pada minyak bumi dan batu bara di Indonesia telah meningkatkan jumlah emisi karbon dioksida
  • Diperlukan fokus pada penurunan emisi CO2 sebagai langkah konkret untuk menghadapi dampak perubahan iklim dengan menerapkan teknologi CCS/CCUS
  • Pertamina, bersama dengan Chevron, ExxonMobil, dan SINOPEC aktif berkolaborasi dalam pengembangan proyek CCS/CCUS, yang menunjukkan komitmen mereka terhadap transisi energi dan dekarbonisasi industri di Indonesia

Sobat EBT Heroes, tahukah kamu bahwa pola pembangunan energi di Indonesia yang banyak menggunakan minyak bumi dan batu bara, telah menimbulkan dampak serius berupa peningkatan emisi karbon dioksida (CO2). Konsekuensinya sangat nyata, yaitu suhu global naik, es di kutub mencair, dan permukaan air laut meningkat. 

Bahkan, Prof. Emil Salim, Menteri Negara Pengawasan, Pembangunan, dan Lingkungan Hidup RI periode 1973-1993, saat menjadi pembicara dalam Indonesia CCS Breakfast Talk with Chief Editor Media yang diselenggarakan oleh ICCS Center di Jakarta pada Rabu (15/11/2023), menyatakan keprihatinannya bahwa Indonesia bisa menghadapi ancaman tenggelam pada perayaan 100 tahun kemerdekaannya di tahun 2045 jika tidak ada tindakan yang serius.

Untuk mengatasi hal tersebut, Prof. Emil memandang perlunya fokus pada penurunan emisi CO2. Menurutnya, CO2 diibaratkan seperti selimut yang semakin tebal, maka semakin meningkatkan suhu Bumi. 

Sekjen Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto, memberikan perspektif kritis, bahwa apabila Indonesia tetap bergantung pada energi fosil, terdapat dua alternatif yang harus dipertimbangkan, yaitu membayar pajak karbon atau menerapkan teknologi CCS/CCUS. 

Sebab, tanpa langkah konkret, target-target pengurangan emisi karbon di Indonesia mungkin sulit tercapai, terutama dengan ketergantungan pada listrik dari pembakaran batu bara yang masih dominan dan belum sepenuhnya dapat digantikan oleh energi terbarukan.

Baca juga



Teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS) adalah suatu metode untuk menangkap dan menyimpan emisi karbon agar tidak terlepas ke atmosfer. CO2 yang berasal dari industri minyak dan gas atau sektor lainnya diambil dan disuntikkan ke dalam reservoir atau akuifer air asin sehingga dapat larut atau disimpan secara permanen. 

Sementara, dalam teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (Carbon Capture, Utilization, and Storage/CCUS), karbon juga dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi minyak dan gas.

Oleh karena itu, salah satu solusi konkret tersebut terletak pada penerapan teknologi CCS dan CCUS di Indonesia. Dengan mengendalikan emisi karbon agar tidak terlepas ke atmosfer, Indonesia dapat beradaptasi dengan baik dalam menghadapi transisi energi global.

Pertamina, sebagai salah satu perusahaan energi terkemuka di Indonesia, telah mengambil langkah proaktif dengan berkomitmen pada pengembangan bisnis rendah karbon melalui proyek CCS/CCUS. Kolaborasi dengan Chevron dan ExxonMobil menjadi langkah strategis Pertamina untuk mendukung target emisi nol bersih Indonesia pada tahun 2060. 

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, menekankan pentingnya penerapan teknologi CCS/CCUS, mengingat kapasitas besar penyimpanan karbon di Indonesia yang sangat potensial sebagai pusat CCS di Asia Tenggara.

Potensi Kapasitas Penyimpanan Karbon di Indonesia. Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2023)

Menurut Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM, Mirza Mahendra, Indonesia memiliki potensi kapasitas penyimpanan yang signifikan dalam yurisdiksi sub sektor migas dan CCS/CCUS. Potensinya mencakup sekitar 8 gigaton CO2 di reservoir migas dan lebih dari 400 gigaton di saline aquifer

Penyimpanan tersebut dianggap memiliki peran penting dalam mendukung penurunan emisi tidak hanya dalam sektor migas dan industri dalam negeri, tetapi juga dapat berkontribusi pada dekarbonisasi di kawasan Asia Tenggara melalui manajemen CO2 lintas batas.

Kolaborasi PT Pertamina dengan ExxonMobil

Penandatanganan Amandemen Heads of Agreement untuk Kerja Sama Pengembangan CCS Hub di Indonesia antara Pertamina dengan ExxonMobil di Washington DC, Amerika Serikat, pada Senin (13/11/2023). Sumber: katadata.co.id

ExxonMobil Corporate, perusahaan energi asal Amerika Serikat, telah menginvestasikan 2 miliar dolar AS dalam pengembangan Carbon Capture Storage (CCS) di Laut Jawa, yang setara dengan Rp 31,12 triliun. 

Penandatanganan kesepakatan tersebut berlangsung di Washington DC pada Senin (13/11/2023), mencakup Amandemen Pokok-Pokok Perjanjian yang memungkinkan PT Pertamina untuk memajukan lebih lanjut CCS Hub dengan ExxonMobil. 

Proyek tersebut akan dijalankan bersama oleh PT Pertamina (Persero) dengan kapasitas industri mencapai tiga gigaton karbon dioksida (CO2). Bagi Indonesia, proyek CCS di bagian barat Laut Jawa tersebut dianggap strategis, karena dekat dengan lokasi berbagai industri. 

Dalam Amandemen Pokok-Pokok Perjanjian antara Pertamina dengan ExxonMobil, terdapat evaluasi implementasi CCS Hub di bagian barat Laut Jawa, khususnya di Cekungan Asri dan Cekungan Sunda.

Kesepakatan antara Pertamina dengan ExxonMobil menunjukkan komitmen keduanya untuk evaluasi bersama CCS Hub di wilayah barat laut Laut Jawa. Di mana, hal tersebut melibatkan penyusunan rencana penjajakan kampanye pengeboran untuk memverifikasi kapasitas injeksi CO2 ke dalam akuifer asin yang ditargetkan.

ExxonMobil, sebagai perusahaan energi multinasional, sedang mempertimbangkan investasi besar petrokimia di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Rencana investasi tersebut tidak hanya menciptakan lapangan kerja selama konstruksi dan operasi produksi, tetapi juga mengedepankan kompleks petrokimia rendah emisi, sekaligus memanfaatkan peluang penyimpanan CO2 di sekitarnya, seperti CCS Hub yang tengah dievaluasi oleh ExxonMobil dan Pertamina.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ad interim, Erick Thohir, menegaskan bahwa perjanjian ini merupakan langkah penting dalam perjalanan Indonesia sebagai pemimpin proyek pengurangan emisi gas rumah kaca. 

Teknologi mutakhir di balik CCS Hub tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan menarik investasi, yang sejalan dengan upaya pemerintah dalam membangun ekosistem CCS untuk kemajuan industri rendah karbon.

CCS Hub ini diharapkan dapat menyediakan akses terhadap penyimpanan geologi di saline aquifer dan  menampung setidaknya 3 gigaton CO2 dari industri padat karbon dalam negeri maupun kawasan regional. 

Dengan investasi besar ExxonMobil pada inisiatif penurunan emisi, proyek ini menjadi contoh efek berganda bagi Indonesia dalam mengurangi emisi secara bersama-sama, dengan mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus memperkuat posisinya sebagai pemimpin dalam dekarbonisasi industri di Asia Tenggara.

Kolaborasi PT Pertamina dengan Chevron

Penandatanganan Memorandum of Understanding antara PT Pertamina (Persero) dengan Chevron New Ventures Pte. Ltd. di Washington DC, Amerika Serikat, pada 12/05/22, untuk Menjajaki Potensi Peluang Bisnis Rendah Karbon di Indonesia. Sumber: indonesia.chevron.com

PT Pertamina (Persero) dan Chevron berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon melalui kolaborasi dalam pengembangan teknologi Carbon Capture Storage atau Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS). Upaya tersebut merupakan langkah nyata dalam menerapkan teknologi penangkapan, penyimpanan, dan pemanfaatan karbon oleh keduanya.

Kerjasama ini diawali dengan penandatanganan joint study agreement antara Pertamina dengan Chevron untuk mengevaluasi kelayakan penerapan CCS/CCUS di Kalimantan Timur. Dalam kesepakatan tersebut, keduanya setuju untuk saling berbagi informasi terkait wilayah-wilayah dan potensi pengembangan CCS/CCUS, yang mencakup data geologi, geofisika, peta, model, interpretasi, catatan, ringkasan, dan informasi komersial.

Tiga confidentiality agreement CCS/CCUS kemudian ditandatangani antara anak usaha sektor hulu Pertamina, yaitu PT Pertamina Hulu Mahakam, PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga, dan PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur dengan Chevron Energy International Pte. Ltd. 

Perjanjian tersebut merupakan kelanjutan dari joint study agreement sebelumnya, yang dimulai sejak 6 Maret 2023. Bahkan, penjajakan dan kolaborasi antara kedua perusahaan ini sudah dimulai sejak tahun 2022.

Penandatanganan perjanjian penerapan teknologi CCS/CCUS tersebut dilakukan di Washington D.C, Amerika Serikat, pada Senin, 13 November 2023, oleh John Anis, Direktur PT Pertamina Hulu Mahakam, Hulu Sanga-Sanga, dan Hulu Kalimantan Timur dengan Jason Ashurst, Authorized Representative Chevron New Energies, dan Mirza Mahendra, Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM, serta disaksikan oleh para pimpinan utama dari kedua perusahaan. 

Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan ini, Pertamina dan Chevron telah berkolaborasi dalam pengembangan proyek CCS Hub di Kalimantan Timur, yang mengintegrasikan area penghasil emisi di Klaster Industri Balikpapan dan Bontang.

Kolaborasi PT Pertamina dengan SINOPEC

Penandatanganan MoU antara PT Pertamina dengan SINOPEC Group di Shanghai, Tiongkok, untuk Mempercepat Komitmen Transisi Energi dan Meningkatkan Peluang Pengembangan Bisnis Global. Sumber: mediabumn.com

PT Pertamina (Persero) telah meluaskan kerja sama bisnisnya dengan SINOPEC, perusahaan energi milik negara Tiongkok, dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Direktur Utama & CEO PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, dan Ma Yongsheng, Ketua Sinopec Group, di Shanghai, Tiongkok pekan lalu. 

Kerja sama ini bertujuan untuk mempercepat komitmen transisi energi dan meningkatkan peluang pengembangan bisnis global.

MoU tersebut mencakup berbagai kegiatan bisnis, mulai dari sektor hulu, hilir, hingga energi baru & terbarukan (NRE), dan pengembangan kemampuan sumber daya manusia. 

Di sektor hulu, kolaborasi melibatkan pengembangan unconventional hydrocarbon, Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS), Enhanced Oil Recovery (EOR), dan pengeboran ultra-deep

Sementara di sektor hilir, fokusnya terdiri dari bisnis bahan bakar dan non-bahan bakar, pelumas, aviasi, petrokimia, serta transportasi dan logistik. Kerjasama di sektor NRE mencakup eksplorasi potensi dalam pengembangan energi panas bumi, hidrogen, dan tenaga surya.

Nicke Widyawati, Direktur Utama & CEO PT Pertamina (Persero), menekankan pentingnya kolaborasi dengan mitra strategis dalam mengatasi tantangan era transisi energi. Disamping itu, Ma Yongsheng, Ketua Sinopec Group pun, menegaskan pentingnya kerja sama saling menguntungkan dalam menghadapi tantangan transisi energi global dewasa ini.

Nicke mengungkapkan bahwa SINOPEC, sebagai perusahaan berpengalaman dalam CCUS, unconventional hydrocarbon, petrokimia, hidrogen, dan lainnya, memberikan peluang bagi Pertamina untuk belajar dan mengembangkan bisnisnya.

Baca juga



Sebelumnya, Pertamina Hulu Energi telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan sektor hulu SINOPEC, ditambah dengan kolaborasi saat ini, diharapkan dapat memperkuat implementasi kerja sama antara kedua perusahaan. 

Nicke menyatakan bahwa Indonesia memiliki peran strategis dalam rantai pasokan global transisi energi, dengan potensi sumber energi terbarukan dan bahan penting seperti nikel, bauksit, dan tembaga. 

Pertamina, sebagai pemain utama, bertanggung jawab untuk memastikan ketahanan energi, memobilisasi sumber daya domestik, dan mendorong dekarbonisasi dengan target Net Zero Emission (NZE).

Setelah Forum, SINOPEC mengundang tim Pertamina untuk mengunjungi proyek CCUS dan operasi CEOR di lapangan Shengli. Diskusi mendalam antara kedua belah pihak membuka potensi kolaborasi dalam proyek-proyek tersebut. 

Pertamina, sebagai perusahaan pemimpin dalam transisi energi, berkomitmen mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan program-program yang mendukung Sustainable Development Goals (SDG’s) dan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi.

Meskipun Pertamina telah mengembangkan inisiatif strategis seperti dekarbonisasi operasional dan bisnis emisi karbon rendah, Nicke mencatat bahwa Indonesia masih menghadapi hambatan, termasuk akses terhadap pembiayaan yang kompetitif dan kemajuan teknologi. 

Oleh karena itu, dengan makin tahu Indonesia, bahwa dukungan melalui kemitraan strategis sangat penting untuk mempercepat transisi energi yang berkelanjutan, maka semakin banyak kontribusi aktif yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak untuk mewujudkan target Net Zero Emission bagi masa depan Indonesia.

#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes

Editor: Nur Wasilatus Sholeha

Referensi:

[1] Pertamina dan Chevron kerja sama pemanfaatan karbon

[2] Pertamina Matangkan Kerja Sama Terkait Injeksi Karbon

[3] Dengan Strategi “Total Football”, Indonesia Bisa Menempuh Jalan Bersih Bebas Karbon 

[4] Di AS, RI & ExxonMobil Teken Kerjasama Penangkapan Karbon 

[5] ExxonMobil Akan Bangun Gudang Karbon di Laut Jawa, Investasi Rp31 Triliun 

[6] Pertamina-Exxon Jajaki Kerja Sama Penangkapan Karbon Rp31,4 T

[7] Pertamina dan Chevron Kolaborasi untuk Pemanfaatan Karbon

[8] Dorong Perdagangan Karbon dan Penurunan Emisi Dalam Negeri, Kementerian ESDM Kembangkan CCS di Indonesia 

[9] Perkuat Komitmen Transisi Energi, Pertamina Jalin Kerja Sama dengan SINOPEC

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

4 Comment

  1. Hello There. I found your weblog the usage of msn. That is a really
    well written article. I’ll be sure to bookmark
    it and come back to read more of your useful information. Thanks for the post.
    I’ll definitely return. I saw similar here: Ecommerce

  2. I’d like to thank you for the efforts you have put in penning this blog.
    I am hoping to view the same high-grade blog posts from you later
    on as well. In truth, your creative writing abilities has
    motivated me to get my own blog now 😉 I saw similar here: Sklep online