- Jakarta baru-baru ini sempat disebut sebagai kota dengan kualitas terburuk di dunia.
- Ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, salah satunya adalah penggunaan kendaraan konvensional.
- Pemerintah berupaya untuk menekan angka pencemaran udara di Jakarta.
Agar Makin Tahun Indonesia, baru-baru ini, tepatnya di bulan Mei lalu, sempat beredar kabar bahwa Jakarta digadang-gadang menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di seluruh dunia berdasarkan situs pemantauan kualitas udara dan karbon (IQAir) dengan skor AQI mencapai 189 dalam kategori tidak sehat.
Kondisi udara yang sangat tidak sehat ini tidak bisa dianggap sebelah mata, karena dampaknya sudah sangat jelas terlihat di kehidupan kita sehari-hari.
Bahkan, saking buruknya kualitas udara di Jakarta, langit di hari cerah pun tidak pernah tampak biru, melainkan abu-abu pekat tidak elok untuk dipandang. Sobat EBT Heroes pun juga tidak enak melihat karena mata sering perih jika bepergian keluar rumah.
Selain itu, kondisi udara yang seperti ini juga sangat berbahaya bagi mereka-mereka yang tubuhnya sensitif. Seperti yang dilansir dalam antaranews, kondisi udara yang tidak sehat bisa merusak tumbuhan dan berbahaya bagi hewan dan manusia pada umumnya.
Baca Juga
- Peran Vital Hutan dan Ekosistem dalam Pemanasan Global
- Mengenal Peran Karbon Biru Sebagai Cadangan Karbon Global
Hal ini tentu merupakan kondisi kritis yang harus dihadapi oleh warga Jakarta dan peringatan keras bagi pemerintahan setempat untuk segera mengatasi masalah polusi udara yang semakin mendesak.
Kondisi udara di kota Jakarta yang semakin memburuk diakibatkan oleh berbagai macam hal, seperti gas emisi kendaraan pribadi, asap limbah industri, pembakaran sampah rumahan, konstruksi bangunan, debu, dan kurangnya lahan terbuka hijau. Semua ini menyebabkan udara menjadi tercemar zat-zat polutan seperti karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), radon (Rn), dan masih banyak lagi.
Kendaraan Konvensional sebagai Penyebar Jejak Karbon Terbanyak
Penyebaran zat-zat polutan di atas diperburuk dengan banyaknya masyarakat yang bepergian dengan kendaraan pribadi, yang mengakibatkan semakin padatnya lalu lintas di Jakarta yang sering kali menjadi biang kemacetan. Ditambah minimnya ruang terbuka hijau, kualitas udara menjadi semakin tidak sehat.
Hal ini sejalan dengan riset yang dilakukan Vital Strategis dan Institut Teknologi Bandung yang mendapati bahwa kendaraan bermotor menjadi penyebab utama dari polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.
Seperti yang dilansir dalam cnbcindonesia, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di tahun 2022, ada 25,5 juta kendaraan bermotor yang terdaftar beroperasi di DKI Jakarta, dan sebanyak 78% adalah sepeda motor.
Banyaknya penggunaan sepeda motor ini tentu menjadi penyumbang besar dalam memburuknya kualitas udara di Jakarta, yang di susul oleh mobil pribadi dan truk-truk besar. Bahkan, bisa dibilang terlalu banyak karena hampir semua orang menggunakan kendaraan pribadi.
Mengapa hal ini menjadi sebuah masalah? Karena semakin banyak orang yang bepergian menggunakan kendaraan pribadi, mereka secara tidak langsung semuanya meninggalkan jejak karbon yang dihasilkan oleh kendaraan mereka masing-masing.
Kenali Jejak Karbon
Pada dasarnya, zat karbon merupakan sebuah unsur kimia yang secara alamiah tidak berbahaya bagi lingkungan. Malah sebaliknya, makhluk hidup yang ada di bumi ini memerlukan zat karbon sebagai unsur penting dalam menghasilkan biomassa dan sumber energi bagi makhluk hidup yang memiliki zat hijau daun seperti tumbuhan.
Namun, yang menjadikan zat ini berbahaya adalah apabila terjadi penumpukan zat karbon di atmosfer bumi, yang nantinya akan mengakibatkan efek rumah kaca yang sangat berpengaruh dalam pemanasan global.
Jejak karbon sendiri merujuk kepada emisi yang dihasilkan oleh berbagai macam kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, kita menggunakan kendaraan pribadi menuju tempat kerja. Mobil atau motor yang kita kendarai sepanjang perjalanan menghasilkan banyak sekali gas emisi karbon seperti karbon dioksida (CO2), dan berapa banyak jumlah emisi ini yang kita hasilkan, itulah yang disebut jejak karbon.
Selain dari kendaraan yang kita gunakan sehari-hari, ada beberapa hal dalam kehidupan sehari-hari kita yang sering kita tidak sadari menghasilkan jejak karbon yang cukup banyak, di antaranya adalah :
- Penggunaan energi listrik
Kebanyakan dari kita mungkin tidak menyangka bahwa penggunaan alat-alat elektronik di rumah kita dapat menjadi penyumbang jejak karbon yang mencemari kualitas udara. Faktanya, kebanyakan dari pembangkit listrik masih menggunakan bahan bakar fosil sebagai sumber tenaga pembangkit listrik. Penggunaan pembangkit listrik bertenaga bahan bakar fosil inilah yang menjadi salah satu penyumbang. - Konsumsi dan pengolahan makanan
Sama halnya dengan penggunaan energi listrik, makanan yang kita konsumsi sehari-hari pun juga dapat memproduksi jejak karbon tanpa kita sadari. Hal ini dikarenakan makanan yang kita makan sebelum bisa dihidangkan di piring kita, harus melalui berbagai macam proses pengolahan, mulai dari proses ekstraksi bahan baku, proses produksi, dan proses distribusi yang tentu membutuhkan bahan bakar untuk bisa sampai ke konsumen, terutama jika bahan makanan yang didatangkan berasal dari luar negeri. Berapa banyak jumlah bahan bakar fosil yang diperlukan untuk bisa mendistribusikan bahan makanan, itulah yang membuat makanan kita pun menghasilkan jejak karbon. - Pemborosan air
Air bersih yang kita gunakan sehari-hari, baik itu untuk mandi, bersih-bersih, mencuci, dan lain sebagainya juga menjadi penyumbang jejak karbon, karena untuk bisa memompa, mengolah, dan memproses air agar bisa kita gunakan sangat memerlukan energi.
Baca Juga
- Pengaruh Mobil Listrik BEV terhadap Kualitas Udara
- Hutan Rawa Gambut: Penyerap Karbon yang Mulai Beralih Fungsi
Upaya Pemerintah Mengurangi Jejak Karbon
Ada banyak sekali strategi dan solusi yang perlahan-lahan mulai diterapkan oleh Pemerintah Kota Jakarta untuk menangani permasalahan polusi udara di Jakarta, Misalnya, mulai dibangun fasilitas yang diperlukan untuk mengonversi penggunaan kendaraan konvensional menjadi kendaraan listrik, dari mulai kendaraan pribadi, sampai kendaraan umum seperti bis yang menggunakan energi listrik.
Menurut pengamat transportasi, Djoko Setiowarno, jika masyarakat lebih banyak menggunakan kendaraan umum seperti bus kota, tingkat pencemaran CO2 akan jadi lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi dan sepeda motor.
Selain pengadaan kendaraan umum ramah lingkungan, pemerintah juga mulai menerapkan yang namanya sistem kerja hibrida bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini dilakukan dengan harapan dapat menekan angka kemacetan dan mengurangi angka polutan di jalanan.
Upaya untuk mengintegrasi transportasi umum juga gencar dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta dengan mengoptimalkan layanan transportasi agar menurunkan penggunaan kendaraan pribadi. Serta mengajak masyarakat untuk lebih memilih transportasi umum supaya kepadatan lalu lintas bisa dikurangi yang nantinya akan membuat kualitas udara semakin baik.
Kontribusi Untuk Menekan Jejak Karbon
Dengan memahami bahwa setiap kegiatan dan aktivitas yang kita lakukan sehari-hari meninggalkan jejak karbon yang sangat berpengaruh bagi keadaan lingkungan, kita bisa berkontribusi dalam menguranginya. Di antaranya adalah:
- Menerapkan gaya hidup berkelanjutan
Gaya hidup berkelanjutan adalah gaya hidup yang meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara lebih memilih untuk menggunakan kendaraan umum ketimbang kendaraan pribadi, mencari alternatif kendaraan yang lebih ramah lingkungan misalnya kendaraan listrik atau sepeda, atau bisa juga berjalan kaki, dan juga tidak boros dalam penggunaan energi seperti listrik dan air. - Menjaga pola makan
Mengetahui bahwa produksi daging dan produk-produk hewani memiliki jejak karbon yang cukup tinggi, kita juga bisa mengonsumsi sumber makanan nabati yang selain sehat, juga dapat meminimalisir emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dalam pendistribusian hasil produk peternakan. - Mengurangi penggunaan kantung plastik
Kantung plastik yang sering kita gunakan dapat menjadi penyumbang jejak karbon yang cukup banyak, dikarenakan proses produksinya pun tentu meninggalkan jejak karbon. Selain itu, penggunaannya yang berlebihan akan menjadi limbah yang sulit untuk diuraikan yang nantinya akan menjadi pencemaran air, dan juga tanah. Maka dari itu, alangkah lebih baik jika kita menggunakan tas belanja bisa kita gunakan berkali-kali ketimbang kantung plastik. - Menerapkan prinsip 3R
Prinsip 3R atau Reduce, Reuse, dan Recycle merupakan salah satu cara yang bisa kita lakukan untuk mengurangi jejak karbon, yaitu dengan mengurangi konsumsi barang yang tidak perlu, mendaur ulang bahan-bahan atau material yang bisa digunakan kembali, serta memanfaatkan barang-barang yang ada agar dapat mengurangi jumlah limbah dan emisi karbon.
Sebagai warga Jakarta yang peduli akan masa depan lingkungan kita, kini saatnya kita beralih ke opsi yang lebih hijau dan berkelanjutan. Dengan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi berbahan bakar fosil dan beralih ke transportasi umum, kendaraan listrik, atau bahkan sepeda, kita tidak hanya mengurangi jejak karbon kita, tetapi juga turut serta dalam menciptakan udara yang lebih bersih dan sehat bagi generasi mendatang.
Mari Sobat EBT Heroes menjadi bagian dari solusi, bukan hanya penonton masalah. Masa depan yang lebih hijau ada di tangan kita!
#ZonaEBT #Sebarterbarukan #EBTHeroes
Editor: Adhira Kurnia Adhwa
Referensi:
[1] Jejak Karbon dalam Kehidupan
[2] Upaya Pemprov DKI Jakarta Turunkan Polusi Udara
[3] Polusi Jakarta dan Emisi Kendaraan Bermotor, Segenting Apa?
[4] Emisi Terbesar di Jabodetabek dari Kendaraan Bermotor
[5] Minggu pagi, udara Jakarta urutan pertama terburuk di dunia
2 Comment