
- Indonesia masih menyimpan sumber daya batu bara sebesar total 97,29 miliar ton dan total cadangan sebesar 31,71 miliar ton.
- Dari total emisi nasional, pada tahun 2020 sebesar 1.050.413 Gg CO2e, sektor energi menyumbang 584.284 Gg CO2e (56%).
- Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa Indonesia akan mengakhiri PLTU batu bara di tahun 2040.
Sudah menjadi rahasia umum, perubahan iklim semakin memburuk. Bahkan, menimbulkan berbagai bencana ekologi yang pada akhirnya, ruang hidup masyarakat dan tatanan ekosistem alam menjadi korbannya.
Sektor energi nyatanya menjadi penyumbang paling besar atas terjadinya perubahan iklim. Mari simak artikel ini untuk mengetahui hubungan sektor energi dan krisis iklim di Indonesia!
Energi Fosil Masih Menjadi Primadona Indonesia

Energi fosil tampaknya masih menjadi primadona bagi Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energi listriknya. Hal ini karena ketersediaan batu bara yang melimpah. Pada tahun 2024, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 132.K/GL.01/MEM.G/2024 tentang Neraca Sumber Daya dan Cadangan Mineral dan Batu Bara Nasional Pada Tahun 2023. Salah satu hal yang tercantum dalam Keputusan menteri tersebut bahwa Indonesia masih menyimpan sumber daya batu bara sebesar total 97,29 miliar ton dan total cadangan sebesar 31,71 miliar ton.
Jumlah ini terhitung besar. Tak heran karena Indonesia merupakan penyumbang 3,7% batu bara dari total cadangan dunia, selain dari Tiongkok dan Australia. Melimpahnya cadangan batu bara membuat pemerintah Indonesia masih mengandalkannya beberapa tahun ke depan.
Baca Juga
Melansir dari CNBC Indonesia, di tahun 2023, produksi listrik dari pembangkit batu bara mencapai 61,8% dari total produksi listrik dalam negeri. Dengan besaran tersebut membuat Indonesia mengalahkan China yang hanya 60,69%.
Selanjutnya, dikutip melalui Institute for Essential Services Reform (IESR), bauran energi fosil Indonesia terus naik dibandingkan dengan pertumbuhan energi terbarukan yang jauh lebih rendah. Bahkan, melansir dari Betahita bahwa PLN masih memasukkan rencana penambahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas total 13,8 gigawatt (GW) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Hal tersebut bisa menjadi semacam alasan pembenar untuk Indonesia masih akan tetap bergantung pada energi fosil batu bara dalam pemenuhan suplai listrik utamanya.
Sektor Energi Penyumbang Krisis Iklim Paling Besar

Berdasarkan Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (IGRK) dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (MPV) 2021 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, sektor energi tercatat sebagai sumber emisi gas rumah kaca terbesar. Dari total emisi nasional, pada tahun 2020 sebesar 1.050.413 Gg CO2e, sektor energi menyumbang 584.284 Gg CO2e (56%). Kontribusi lainnya berasal dari sektor kehutanan dan kebakaran gambut (18%), limbah (12%), pertanian (9%), serta proses industri dan penggunaan produk (5%).
Baca Juga
- Adaptasi Petani Garam di Desa Donggobolo, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima terhadap Perubahan Iklim
- Dampak Perubahan Iklim pada Industri Pariwisata
Menurut buku panduan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), emisi dari sektor energi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama: pembakaran bahan bakar, emisi fugitif dari produksi bahan bakar, serta kegiatan transportasi, injeksi, dan penyimpanan CO2 (Carbon Capture Storage). Berdasarkan Laporan IGRK dan MPV 2021, subkategori pembakaran bahan bakar dalam sektor energi, seperti pembangkit listrik berbahan bakar fosil, kilang minyak, dan proses batu bara, menjadi penyumbang emisi terbesar. Hal ini juga diperkuat oleh data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa sektor pengadaan listrik dan gas merupakan salah satu kontributor utama emisi gas rumah kaca di Indonesia.
Meski pemerintah Indonesia tengah berupaya menurunkan penggunaan energi fosil, sektor energi diperkirakan akan tetap menjadi kontributor emisi terbesar di masa mendatang. Hal ini disebabkan oleh cadangan batu bara Indonesia yang melimpah dan rencana pembangunan tambahan PLTU, meskipun terdapat langkah pensiun dini terhadap beberapa PLTU yang sudah ada.
Transisi Energi adalah Solusi
Dengan melihat kondisi real bahwa sektor energi adalah penyumbang krisis iklim paling besar, ini menjadi tanda pengingat bagi pemerintah Indonesia agar segera mempercepat transisi energi ke energi terbarukan.
Indonesia memiliki banyak komitmen dalam mengatasi krisis iklim melalui kebijakan-kebijakannya untuk mengimplementasikan berbagai kesepakatan yang telah dilakukan pada forum-forum internasional. Contohnya, seperti memperkuat aksi implementasi terhadap Perjanjian Paris yang telah diratifikasi
dengan tujuan untuk mereduksi gas emisi karbon dalam rangka mengatasi krisis iklim.
Pada forum KTT G20 Brazil yang dilaksanakan pada tahun 2024, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa Indonesia akan mengakhiri PLTU batu bara di tahun 2040. Pertanyaan tersebut berkesesuaian dengan rencana pensiun dini PLTU dan target Net Zero Emissions (NZE) di tahun 2060.
Selain itu, dalam pagelaran COP29 pada akhir tahun 2024 yang dilaksanakan di Baku, Azerbaijan, PT Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang minyak dan gas juga menyatakan komitmennya dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Melalui Zero Routine Flaring (ZRF), menurutnya ZRF menjadi penting karena sejalan dengan Perjanjian Paris dan Nationally Determined
Contributions (NDC) Indonesia.
Komitmen memang selalu pemerintah Indonesia gembar-gemborkan. Akan tetapi, permasalahan utama adalah terkait implementasi dari setiap komitmen untuk transisi energi di Indonesia dalam upaya menahan laju krisis iklim yang dampaknya makin nyata dirasakan.
Namun, semoga pemerintah Indonesia bisa benar-benar secepatnya melakukan transisi energi untuk mengakhiri era energi fosil. Selanjutnya yang menjadi catatan bahwa transisi energi juga perlu dilakukan dengan berkeadilan melalui keterlibatan masyarakat secara partisipatif, sebab keterlibatan masyarakat adalah sebaik-baiknya solusi transisi energi di Indonesia.
#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes
Editor: Aghnia Tazqiah
Artikel ini dibuat oleh kontributor: Rio Ananda Andriana
Comment closed