Penting! Langit Sulawesi Selatan Biru Karena Energi PLTB

Angin sepoi-sepoi selama ini selalu diidentik dengan penyebab sakit masuk angin. Tapi tidak untuk di di Sulawesi Selatan. Pemerintah dan swasta sepakat memanfaatkan energi angin untuk menjadi sumber listrik. Kebun angin yang berada di kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) dan di Kabupaten Jeneponto menjadi proyek PLTB pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara.

Praktis, kehadiran PLTB ini menjadi kabar bagus terkait implementasi pemerintah terhadap target bauran energi baru terbarukan. Sebesar 23% pada tahun 2025 energi yang mampu dihasilkan oleh 2 PLTB mampu menerangi 130.000 pelanggan rumah tangga dikutip dari antaranews.

Dikutip terpisah dari Sindonews, bahwa PLTB Sidrap dibangun di areal 100 hektar pada perbukitan Pabbaresseng, Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap. Terdapat 30 turbin angin pada menara baja setinggi 80 meter dengan panjang baling-baling 57 meter mampu menghasilkan daya listrik sebesar 75 megawatt (MW). Daya listrik tersebut selanjutnya dialirkan ke sistem listrik Sulawesi bagian selatan yang meliputi wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah.

Baca juga:



Di sisi bagian dari wilayah Sulawesi Selatan juga terdapat pembangkit listrik tenaga angin tepatnya di Kabupaten Jeneponto. PLTB yang dikenal dengan PLTB Tolo dibangun pada areal seluas 60 hektar tepatnya di kecamatan Turatea, Kabupaten Jeneponto memiliki kapasitas 72 MW dengan ditenagai 20 turbin angin yang masing-masing berkapasitas 6,3 MW. Terdapat 60 baling-baling berjenis savonius (three blade) 63 meter dan tinggi menara 135 meter.

2 wilayah Jeneponto dan Sidrap menurut informasi dari situs mongabay.co.id. kondisi angin di Kabupaten Jeneponto mampu menghasilkan angin konstan dengan kecepatan angin diatas 10 m/s. Sementara daerah lain seperti Barru, Sidrap dan Parepare potensi anginnya mendekati 7,8 m/s.

Potensi Energi Angin di Indonesia

Bila mengacu dari jurnal dari Adhi Prasetyo dengan “Studi potensi penerapan dan pengembangan pembangkit listrik tenaga angin di indonesia” yang dipublikasi oleh Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan, Indonesia memiliki potensi sumber angin sekitar 978 MW, dengan kecepatan angin rata rata antara 3 m/s dan 7 m/s. Saat ini potensi pemanfaatan energi angin sebagai sumber listrik terdapat di PLTB Sidrap dan Jeneponto Sulawesi Selatan. Selain di wilayah tersebut, wilayah lain yang memiliki potensi energi angin di bawah 100 MW datang dari Gunung Kidul (10 MW) dan Bantul (50 MW) di DIY Yogyakarta, Belitung Timur (10 MW), Tanah Laut (90 MW), Selayar (5MW), Buton (15 MW), Kupang (20 MW), Timur Tengah Selatan (20 MW) dan Sumba Timur (3 MW) Sumba Timur (3 MW) di Nusa Tenggara Timur serta Ambon (15 MW) Kei Kecil (5 MW) dan Saumlaki (5 MW) di Ambon.

Hambatan Mengejar Ketinggalan Energi Terbarukan

Dari beberapa sumber mengatakan bahwa para investor pengusaha energi terbarukan, masih banyak yang keberatan akan skema BOOT (Build, Own, Operate, dan Transfer) yang diberlakukan oleh pemerintah sesuai PERMEN ESDM No.50 Tahun 2017 dan Permen ESDM No. 10 Tahun 2017.

Dalam kebijakan itu, tertuang bahwa pengusaha energi terbarukan akan membangun, memiliki dan mengoperasikan pembangkit listrik energi terbarukan yang kelak nantinya kepemilikannya akan dialihkan ke para pengusaha swasta dan pemerintah lewat PLN jika sudah beroperasi dalam kurang lebih 30 tahun.

Baca juga:



Menurut keterangan dari juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia, Didit Haryo Wicaksono atau dikenal dengan dengan Ditit, “hal itu menjadi kendala bagi investor untuk menyepakati skema ini, karena berpotensi akan merugikan investor apalagi energi terbarukan. Diharapkan pengusaha PLTB sebenarnya mereka tetap akan ada perjanjian jual beli, tidak 30 tahun selesai perjanjian, lalu jadi milik pemerintah”.

Dilansir dari BBC Indonesia, Ketua Asosiasi Pembangkit Listrik Tenaga Air Riza Husni di Istana Wakil Presiden di Jakarta mengatakan, “Soal BOOT. Kita bangun di atas tanah, tarif enggak disubsidi, bunga komersil, kenapa 20 tahun lagi harus diserahkan kepada pemerintah, dan ada satu lagi tambahan, pajak hibahnya dari pengusaha, itu kan nggak masuk akal.”

Pengusaha juga mengeluhkan bahwa nantinya setelah diserahkan, PLTB tersebut bisa dibeli dengan harga yang tidak ditentukan sebelumnya.

“Jadi sebenarnya pemerintah saat ini tidak cukup serius untuk menggarap proyek-proyek PLTB yang sebenarnya punya kans yang sangat luar biasa, karena malah terhambat dengan skema BOOT,” kata Didit.

Ia membandingkannya dengan Negara China dan India, yang masing-masing mendapat listrik 180 GW dan 32 GW dari tenaga Bayu.

#PesonakinciranginPLTB #PLTB #energiangin #EBT

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 Comment