
- Leni Haini, mantan atlet dayung nasional yang membuat Bank Sampah Dayung Habibah di Danau Sipin Jambi. Nama Habibah diambil dari anak ketiganya yang mengidap Epidermolysis Bullosa (EB). Sampah plastik, kiambang, dan eceng gondok di Danau Sipin menjadi alasan gerakan ini mereka lakukan, terutama untuk murid asuhan Leni.
- Leni juga membuat Sekolah Dayung Habibah. Ia memberikan pendidikan dengan sistem pembayaran sampah. Jadi orang tua hanya membawa sampah untuk kemudian di bayarkan ke Bank Sampah Habibah. Uang hasil penjualan sampah juga Leni gunakan untuk membayar guru dan memberi perlengkapan sekolah.
- Danau Sipin sebelumnya terkenal dengan area merah Narkoba. Bahkan aksi Leni sering mendapat kecaman dari pihak yang tidak suka. Tapi Leni bahkan berusaha mewadahi anak-anak yang dulunya menjadi pengguna obat terlarang ini untuk mendapatkan pendidikan yang setara. Hingga sekarang anak didiknya ini ikut bekerja bersama Leni.
- Leni juga ditunjuk oleh KLHK mengikuti Local Champion 2024 sebagai pendampingan ke Suku Anak Dalam, Desa Bungku, Jambi. Ia mengkhawatirkan suku ini karena tidak mendapatkan akses bantuan dari pemerintah, bahkan harus terus berpindah untuk terus hidup. Leni mengharapkan pemerintah tidak hanya fokus ke Kota saja, melainkan juga fokus ke orang di pinggiran Jambi
Danau Sipin kini telah menjadi destinasi wisata populer di Kota Jambi. Keindahan dan kebersihan danau ini tidak terlepas dari peran besar para “pahlawan lingkungan” yang rela berjuang tanpa pamrih demi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam.
Salah satu sosok inspiratif adalah Leni Haini (48), mantan atlet dayung nasional yang menjadi pelopor dalam membangun ekosistem pengelolaan sampah di kawasan Danau Sipin. Ia tidak hanya mengelola sampah dari setiap kayuhan dayungnya, tetapi juga memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak melalui hasil pengelolaan bank sampah yang ia dirikan.
Perjalanan Bank Sampah Dayung Habibah
Pada tahun 2013, Leni mengambil langkah berani dalam hidupnya. Bersama sang suami, ia mendirikan Bank Sampah Dayung Habibah di kawasan Danau Sipin. Nama “Habibah” bukan sekadar nama, melainkan nama anak ketiga mereka yang mengidap Epidermolysis Bullosa (EB), sebuah kondisi langka yang membuat kulit sangat sensitif terhadap paparan sinar matahari langsung.
Di balik aksi heroiknya dalam membersihkan danau, Leni adalah mantan atlet dayung berprestasi. Menurut Kompas (23/12/2019), ia pernah meraih medali emas pada ajang World Dragon Boat Racing Championship di Taipei tahun 1997, serta meraih medali lain di Singapura dan SEA Games Indonesia. Namun pada tahun 2000, Leni memutuskan pensiun sebagai atlet, hingga akhirnya pada 2014 ia mulai dipercaya menjadi pelatih tim dayung.
Lebih mengagumkan, Leni tak hanya mengajarkan teknik mendayung. Ia juga menanamkan kecintaan terhadap lingkungan kepada para muridnya, dengan mengajak mereka membersihkan sampah di Danau Sipin setiap kali usai latihan.

Kekhawatiran Leni terhadap kondisi Danau Sipin bukan tanpa alasan. Ia menyaksikan langsung bagaimana tumpukan sampah menghambat akses anak-anak menuju sekolah. Jenis sampah yang ditemukan pun beragam, mulai dari plastik dan popok, hingga tumbuhan air invasif seperti kiambang (Salvinia molesta) dan eceng gondok (Eichhornia crassipes).
Situasi ini semakin diperburuk oleh praktik budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung, yang merusak ekosistem dan memicu pertumbuhan tanaman air secara tak terkendali. Praktik ini akhirnya ditertibkan oleh pemerintah pada tahun 2019.
“Jadi dari tempat kami itu anak-anak sekolah susah untuk menyeberang. Butuh satu jam untuk keluar dari kiambang itu tadi,” tutur Leni pada ZonaEBT, Minggu, 15 Juni 2025.
Menurut Tedjo Sukmono, peneliti dari Program Studi Biologi FKIP Universitas Jambi, eceng gondok sebenarnya feed ground atau penyedia makanan bagi ikan. Tapi dalam jumlah banyak akan mempengaruhi ekosistem di danau, seperti menghambatnya masuk cahaya matahari di bagan air.
Baca Juga
Pada awalnya, Bank Sampah Dayung Habibah fokus menangani sampah plastik, sementara sampah organik hanya disisihkan. Namun seiring waktu, Leni berhasil menemukan cara mengolah sampah organik menjadi pupuk tanaman.
Tak hanya mengumpulkan sampah dengan perahu kecil, Leni bersama Komunitas Peduli Danau Sipin juga membangun sebuah dermaga di tengah danau. Dermaga ini berfungsi sebagai pos istirahat sekaligus pusat pemilahan sampah sebelum dikirim ke Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R).
Pada tahun 2019, Pemerintah Kota Jambi dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mulai melirik dan mendukung kegiatan mereka, serta ikut terlibat dalam upaya menjaga kebersihan Danau Sipin.
“Alhamdulillah, Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi sudah melihat kegiatan kita, apalagi kita membersihkan Danau Sipin dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi selalu mendampingi kita,” ungkap Leni.
Pendidikan Gratis dan Sekolah Dayung Habibah

Bersamaan dengan berdirinya Bank Sampah Dayung Habibah, terbentuk pula Sekolah Dayung Habibah. Selain semangat terhadap kebersihan lingkungan, dalam hati Leni tumbuh pula semangat besar terhadap pendidikan, terutama untuk anaknya, Habibah.
Tak disangka, putrinya juga menyimpan harapan untuk bisa bersekolah. Rasa haru atas keinginan tersebut membangkitkan tekad Leni untuk turut memperjuangkan pendidikan. Ia memulainya secara perlahan, dengan membuka ruang baca dan mengajar sendiri sebagai guru. Seiring waktu, upaya ini mendapat dukungan dari berbagai pihak yang turut bergabung sebagai sukarelawan.
“Kalau bicara tentang pendidikan saya tuh terharu, karena Habibah juga ternyata ingin sekolah kan. Syukurnya Habibah sekarang sudah kelas 6 SD. Walau keadaan terbatas Habibah masih sekolah. Dan kami ingin pendidikan anak kami setidaknya harus terlayani,” ucap Leni menahan haru.
Meski terbatas secara finansial, Leni tetap cerdik dalam menyiasati kekhawatirannya terhadap akses pendidikan. Ia merancang sistem pembayaran uang sekolah bagi para orang tua dengan menggunakan sampah.
Menurut Leni, skema ini tidak hanya meringankan beban biaya, tetapi juga menumbuhkan kebiasaan pengelolaan sampah yang baik. Ia berharap, melalui cara ini, para orang tua tidak lagi membuang sampah sembarangan ke Danau Sipin.
“Karena saya lihat anak-anak sering buang sampahnya ke Danau Sipin, dan sampah rumah tangga juga dibuang ke sana, itu agak miris sebenarnya. Maka dengan menabung sampah, bayar SPP dari sampah juga,” jelasnya.
Tidak hanya itu, bagi Leni uang hasil penjualan sampah bisa digunakan untuk membayar gaji guru, membeli buku, dan perlengkapan sekolah lainnya bagi anak-anak.
“Jadi di situ ilmunya, biar gurunya ada dapat, anak muridnya bisa belajar. Jadi mereka (orang tua) bayar pakai sampah. Nanti kelebihan uang pembayaran mereka itu untuk tabungan mereka. Jadi untuk beli buku, untuk beli baju. Ya dari ruang baca ini,” lanjutnya.
Bersama PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), Leni juga memfasilitasi tempat belajar bagi anak-anak yang ingin mengikuti Program Pendidikan Kesetaraan Paket A hingga C, setara dengan jenjang SD hingga SMA.
Upaya ini memberikan dampak positif bagi iklim pendidikan di wilayah tersebut. Bentuk kepedulian tersebut terus berkembang, hingga akhirnya mereka memiliki perpustakaan kelurahan sendiri. Bahkan, berbagai dukungan mulai berdatangan, seperti dari Perpustakaan Kota dan BKKBN, yang turut berperan dalam pembinaan keluarga dan balita di sekitar Danau Sipin.
Pendidikan Rehabilitasi
Perjalanan Leni tak selalu mulus. Di balik kiprahnya yang kini dikenal, ia lebih dulu melewati jalan penuh luka dan air mata. Sebelum menjadi destinasi wisata, kawasan Danau Sipin pernah dikenal sebagai zona merah narkoba di Kota Jambi.
Situasi semakin sulit ketika pada tahun pertama Leni mulai membersihkan sampah, ia dan keluarganya kerap menerima ancaman dari pihak-pihak yang tidak senang dengan aksinya.
Leni menuturkan, ancaman tersebut datang dalam bentuk kekerasan verbal hingga fisik. Bahkan, yang paling menyakitkan, perahu yang mereka beli untuk melatih anak-anak didiknya sempat dibakar oleh orang tak dikenal.
“Dulu kan diteriak gila pernah, dibilang pemulung pernah, karena kita dan anak-anak mengumpulkan sampah begitu. Bapak beli perahu untuk persiapan mereka berdayung dan perahunya dibakar. Jadi oknum ini gak suka karena kita melakukan ini,” kenang Leni.
Tak mengenal pilih kasih latar belakang muridnya, Leni bahkan berusaha mewadahi anak-anak yang dulunya menjadi pengguna obat terlarang ini untuk mendapatkan pendidikan, melalui sekolahnya.
“Alhamdulillah ada berapa anak Itu yang saya rehab sekarang dan kita ajak bekerja di tempat kita. Jadi dia sekarang itu kerja di Danau Sipin bersama komunitas dan ada honornya juga dari DLH Kota Jambi” ungkap Leni saat diwawancarai.

Namun, Leni mengaku kecewa terhadap aparat yang berwenang dalam menangani situasi tersebut. Ia menuturkan, pada tahun 2017 rumahnya sempat dibongkar habis oleh aparat, berdasarkan dugaan yang menurutnya tidak berdasar.
Leni sangat menyayangkan tindakan tersebut, karena tidak hanya berdampak pada dirinya dan keluarga, tetapi juga menimbulkan trauma mendalam bagi para murid di sekolahnya.
“Mereka (aparat) cari oknum tapi di rumah kita, dibongkar habis semua rumah kita. Jadi kadang-kadang ada anak sampai gak mau belajar lagi. Butuh satu tahun kita mengembalikan kepercayaan itu ke awal lagi,” ucap Leni miris.
Perlu Pemerintah Untuk Masyarakat Suku Anak Dalam
Tak goyah oleh berbagai cobaan, Leni bertekad membuktikan bahwa pengelolaan sampah sejatinya dapat membantu meningkatkan ekonomi masyarakat.
Usahanya pun mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Pada tahun 2022, Leni meraih penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Ia juga dipercaya oleh KLHK untuk terlibat dalam ajang Local Champion 2024, mendampingi anak-anak dan masyarakat adat Suku Anak Dalam di Desa Bungku, Kabupaten Batanghari.
Leni memahami betul bahwa industri ekstraktif, seperti penebangan hutan untuk keperluan industri, kerap merampas ruang hidup Suku Anak Dalam. Akibatnya, mereka harus terus berpindah tempat demi bertahan hidup.
Ia juga menuturkan bahwa masyarakat adat seringkali tidak mendapat bantuan sosial karena tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai syarat administratif yang diakui oleh pemerintah.
“Mereka belum tersentuh dengan bantuan sosial. Mereka itu makan sehari aja, kadang makan kadang enggak gitu dengan bantuan kita. Maka saya juga membuat donasi melalui bank sampah kita dan ini untuk bantuan ke mereka, terutama yang ada di Hutan Harapan Jambi,” imbuh Leni.
Leni bahkan mempertanyakan di mana letak kepedulian pemerintah terhadap lingkungan dan masyarakat adat. Ia menilai, masyarakat Suku Anak Dalam membutuhkan dukungan nyata dari pemerintah, terutama dalam aspek ekonomi, karena banyak dari kegiatan ekonomi mereka mengalami kesulitan.
“Tolong untuk lingkungan ini, untuk alam kita dan masyarakat Suku Anak Dalam itu mereka ingin ekonomi mereka lancar. Karena banyak perkebunan, seperti karet mereka jadi murah, singkong yang mereka tanam gak ada yang beli,” lanjutnya.

Bagi Leni, pemerintah dari provinsi hingga pusat harus melihat masalah-masalah yang ada di pinggiran kota. Seperti penanganan abrasi yang terus terjadi di wilayah Batanghari, Jambi.
“Kami kemarin pernah minta bantuan provinsi untuk pembuatan DAM begitu di pinggir Batanghari, karena abrasi terus. Kalaupun tidak bisa, ditanami bambu dulu begitu. Kami minta bibit bambu, sampai sekarang belum dikasih,” ungkapnya pada penulis.
Selain itu menurutnya program-program pemerintah juga perlu menyasar langsung atas kebutuhan masyarakat. Bukan hanya program yang berjangka pendek dan tidak berkelanjutan.
Baca Juga
“Saya itu berharap di Kota Jambi, Provinsi Jambi, bank sampah jangan hanya program saja yang ketika ada penilaian Kota Sehat baru ke bank sampah. Tapi harus di support begitu bank sampahnya, misal bertanya kekurangan bank sampahnya apa atau bisa pembaharuan alat,” ujarnya.
Terakhir Leni mengharapkan anak-anak muda lebih aktif lagi dalam membantu, bersuara, dan mengabdi untuk masyarakat, alam, dan lingkungan.
“Saya tuh kepinginnya anak-anak muda lebih aktif lagi, karena kami yang orang tua ini kan terbatas sekarang gerak-geraknya. Mudah-mudahan ke depan ada anak muda lagi, ada lagi yang cinta lingkungan. Mungkin kalau lingkungan ini kan kita memelihara hutan, memelihara sungai, udara kita pelihara juga. Insya Allah kiamat semakin jauh begitu kan,” tutup Leni dengan harapan yang besar.
#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes #KurangiPlastik #MengolahSampah
Editor : Alfidah Dara Mukti