- Di tengah target bauran energi bersih pemerintah, PT PLN (Persero) menghadapi dilema terkait masih tingginya harga energi baru terbarukan (EBT) yang dipatok 23 persen pada 2025.
- Edwin berharap inovasi terhadap energi terbarukan dapat berlangsung cepat.
- Disisi lain, kini PLN sedang mengkaji sejumlah teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik.
Di tengah target bauran energi bersih pemerintah, PT PLN (Persero) menghadapi dilema terkait masih tingginya harga energi baru terbarukan (EBT) yang dipatok 23 persen pada 2025.
Arifin mengatakan, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional sudah ditetapkan target bauran energi sebesar 23% pada 2025. Oleh karena itu, menurutnya pemerintah terus berupaya mendorong penambahan kapasitas EBT.
Berdasarkan analisa PLN, biaya solar panel mencapai US$4 sen/kWh. Selain itu diperlukan teknologi solid state battery storage agar pembangkit dapat beroperasi selama 24 jam sehari. Namun harga baterai masih sangat tinggi mencapai US$13 sen/kWh.
Baca juga:
PT Sky Energy Indonesia Siapkan Dua Pabrik di Jawa Barat!
PLN Akan Menetapkan Harga Biomassa Co-firing PLTU
Sehingga, harga perangkat PLTS bersama teknologi baterai dapat mencapai US$17 – 18 sen/kWh. Angka ini jauh lebih mahal dibandingkan pembangkit listrik batubara (PLTU) sekitar US$6 sen/kWh. Menurutnya, penerapan teknologi ini tidak dapat dilakukan pada pembangkit skala besar. Pasalnya penerapan pada pembangkit besar menyebabkan pembengkakan biaya pokok penyediaan listrik. Bila diterapkan, maka harga listrik akan mengalami kenaikan.
Saat ini, teknologi tersebut hanya dapat dilakukan pada wilayah yang masih menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Ongkos pembangkit diesel saat ini mencapai US$20 sen/kWh. Biaya ini masih lebih mahal dibandingkan dengan PLTS.
Apabila pemerintah menggunakan pembangkit intermiten, seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), maka diperlukan Battery Energy Storage System (BESS) untuk memastikan daya listrik terus mengalir selama 24 jam.
Edwin berharap inovasi terhadap energi terbarukan dapat berlangsung cepat. Di masa depan dia meyakini solar panel akan lebih murah mencapai US$2,5 sen/kWh. Ditambah lagi dengan inovasi redox flow battery storage dengan biaya hanya US$3,5 sen/kWh. Inovasi tersebut kata dia akan membuat biaya produksi listrik EBT hanya sekitar US$6-7 sen/kWh.
“Tantangannya bagaimana kita bisa mengganti energi fosil seharga US$6 sen–US$8 sen per kWh dengan energi PLTS + BESS sekitar US$18 sen –US$21 sen per kWh,” katanya saat webinar, Senin (7/2/2022).
Baca juga:
Begini Cara Kerja Turbin Angin Hingga Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari
Urbanization and its Environmental Impacts
Dari harga tersebut, artinya masih terjadi selisih harga sekitar US$12 sen–US$13 sen per kWh. Bila 1,1 GW pembangkit listrik tenaga EBT base load menghasilkan 7,7 terawatt hour, maka selisih harga tersebut bisa mencapai Rp13 triliun. Angka itu didapat dari perhitungan 7,7 TWh x US$12 sen/kWh x Rp14.500.
Sebab itu, kata Evy, diperlukan inovasi teknologi agar harga PLTS + BESS dapat bersaing dengan PLTU pada kisaran US$6 sen –US$ 8 sen per kWh.
Sementara itu, batu bara masih mendominasi sekitar 38 persen, minyak bumi 31,6 persen dan gas alam 19,2 persen. Disisi lain, kini PLN sedang mengkaji sejumlah teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik.
Zonaebt.com
Renewable Content Provider
#zonaebt #sebarterbarukan #energi #pln #bisnis
Editor : Bunga Pertiwi
Referensi: