Bagaimana Jadinya Jika Alam Berhenti Menyerap Emisi Karbon?

Pohon di Taman. Sumber: freepik.com
  • Pepohonan memiliki kemampuan dalam menyerap karbon dioksida dan mengolahnya kembali menjadi oksigen.
  • Gletser di Greenland dan lapisan es di daerah Arktik terpantau meleleh lebih cepat, membuat penyerapan karbon oleh laut menjadi lebih lambat.
  • Batu bara menjadi penyumbang emisi karbon paling besar di tahun tersebut hingga melebihi angka 65%. 

Halo, Sobat EBT Heroes! Menjalani keseharian di zaman serba modern seperti saat ini tentu selalu berdampingan dengan keberadaan emisi karbon. Betul, seperti yang Sobat EBT Heroes ketahui, hampir di setiap aspek kehidupan kita sekarang pasti menghasilkan banyak emisi karbon yang dilepaskan di udara. Salah satu upaya yang umum dilakukan untuk menyeimbangkan jumlah emisi karbon adalah dengan melakukan reboisasi. Namun, pernahkah Sobat EBT Heroes berpikir, bagaimana jika suatu saat alam berhenti menyerap karbon? Apa saja dampaknya, menurut studi? Lalu, upaya apa yang tepat dilakukan supaya alam kembali kuat menyerap karbon? Simak penjelasannya di bawah ini. 

Emisi Karbon Tahun 2023 Tidak Terserap Alam

Seperti yang kita tahu, pepohonan memiliki kemampuan dalam menyerap karbon dioksida dan mengolahnya kembali menjadi oksigen untuk kemudian dilepaskan ke udara. Tidak hanya pepohonan, tetapi sebagian besar unsur alam, seperti laut dan tanah juga turut membantu dalam penyerapan emisi karbon. Namun, dilansir dari The Guardian, tim peneliti internasional, pada tahun 2023, unsur-unsur alam mengalami penurunan drastis terhadap kemampuan menyerap karbon. Hal itu menyebabkan hampir tidak adanya karbon yang dapat terserap, baik oleh hutan, tanaman, maupun tanah.

Baca Juga:



Begitu juga dengan laut. Di luar ekspektasi, gletser di Greenland dan lapisan es di daerah Arktik terpantau meleleh lebih cepat. Fenomena ini mengakibatkan arus laut terganggu dan membuat penyerapan karbon oleh laut menjadi lebih lambat. Mengapa demikian? Menurut Flores dkk. (2023), lelehan es yang menyelimuti Laut Arktik akan membuat sinar matahari menembus ke lapisan laut lebih dalam. Hal ini mengakibatkan terganggunya penyebaran zooplankton sebagai makhluk yang ikut berpartisipasi dalam penyerapan karbon. Penyimpanan karbon di dasar laut pun menjadi tersendat. 

2023 Menjadi Tahun Terpanas

Gelombang Panas. Sumber: freepik.com

Menurut data dari The International Energy Agency (IEA), emisi karbon pada tahun 2023 meningkat hingga 1,1% atau setara dengan 410 juta ton, menyebabkan emisi mencapai rekor tertinggi baru, yaitu sebesar 37,4 miliar ton. Batu bara menjadi penyumbang emisi karbon paling besar di tahun tersebut hingga melebihi angka 65%. 

Dari data tersebut, maka tidak heran bila World Meteorological Organization (WMO) menobatkan tahun 2023 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat, mengalahkan tahun 2016, dengan suhu permukaan rata-rata global mencapai 1,45 derajat Celsius. Di tahun tersebut, gelombang panas menyerang seluruh dunia secara bersamaan. 

Dalam siaran pers Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada 18 November 2023, Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, mengatakan bulan Juni hingga Agustus menjadi tiga bulan terpanas sepanjang sejarah, di mana Juli menjadi bulan paling panas. Saking panasnya, gelombang panas yang menyerang Amerika mencapai 53 derajat Celsius. 

Selain itu, sejumlah bencana alam seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan siklon tropis mengalami peningkatan yang cepat, mengakibatkan kesengsaraan dan kekacauan terhadap masyarakat dunia tak terelakkan. Di samping itu, WMO juga menyatakan, bahwa fenomena tersebut menyebabkan kerugian ekonomi hingga miliaran dolar. 

Baca Juga:



Memperkuat Kembali Daya Penyerapan Karbon

Hutan Rindang. Sumber: freepik.com

Walaupun tersendatnya penyerapan karbon oleh alam di tahun 2023 kemarin bersifat sementara, tetap saja kita, sebagai manusia, tidak boleh lalai. Fenomena tersebut merupakan pertanda, bahwa Bumi sudah semakin tua. Pertahanan ekosistem semakin lama, semakin rapuh. Terlebih lagi, tanpa adanya keberadaan dan kekuatan unsur alam, mencapai karbon netral maupun net zero menjadi sesuatu yang hanya bisa menjadi angan-angan belaka.  

Dilansir dari Verde Agritech, salah satu upaya untuk memperkuat kembali daya penyerapan karbon oleh alam adalah dengan menerapkan pertanian regeneratif, yaitu teknik bertani yang memusatkan tanah sebagai elemen penting dalam menyerap dan mengikat karbon. Hal tersebut meliputi meminimalisir pengolahan tanah, menambahkan kompos pada tanah, memelihara berbagai jenis tumbuhan yang dapat menumbuhkan kesehatan dan nutrisi tanah, serta menanam tanaman penutup tanah. Tanaman yang disebut juga sebagai cover crop ini merupakan tumbuhan yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari kerusakan dan memperbaiki aspek fisik dan kimia tanah. 

Selain itu, melakukan pemulihan lahan basah juga dinilai menjadi usaha yang dapat mengembalikan kekuatan alam dalam menyerap karbon. Selain berperan penting dalam penyerapan karbon secara natural, adanya lahan basah melindungi kita dari sejumlah dampak cuaca ekstrem. Sebagaimana dengan IPCC yang menyatakan, bahwa pemulihan lahan basah dapat mengurangi emisi karbon sebesar 0,3 sampai 0,8 miliar ton per tahunnya. 

Terjadinya fenomena unsur alam yang sempat berhenti menyerap karbon seharusnya menjadi alarm untuk kita, bahwa jumlah gas rumah kaca, terutama karbon, sudah sangat memprihatinkan. Misi kita untuk mengurangi emisi karbon tentu tidak akan dapat berjalan jika kondisi alam semakin parah. Karena itu, penting bagi kita, sebagai umat manusia, untuk menjaga kondisi ekosistem agar tetap terjaga dan seimbang. 

#ZonaEBT #Sebarterbarukan #EBTHeroes

Editor: Adhira Kurnia Adhwa

Referensi:

[1] Trees and Land Absorbed Almost No CO2 Last Year. Is Nature’s Carbon Sink Failing?

[2] Sea-ice Decline Could Keep Zooplankton Deeper for Longer

[3] CO2 Emissions in 2023: Executive Summary

[4] Climate Change Indicators Reached Record Levels in 2023: WMO

[5] 2023 Jadi Tahun Terpanas, BMKG: Cuaca Panas Tidak Hanya Menyerang Indonesia

[6] Enhancing Natural Carbon Capture: The Power of Forests and Oceans

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 Comment

  1. I just could not depart your web site prior to suggesting that I really loved the usual info an individual supply in your visitors Is gonna be back regularly to check up on new posts