
- Potensi tinggi energi panas bumi Indonesia sangat ideal dalam mendukung upaya dekarbonisasi
- Diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengoptimalkan pemanfataan panas bumi Indonesia sebagai sumber energi
- Peluang komersialisasi pemanfaatan energi panas bumi pun sangat besar dalam perdagangan karbon
Sobat EBT Heroes, tahukah kamu bahwa energi panas bumi yang dihasilkan dari sumber daya magma di dalam perut bumi, memiliki masa depan cerah bagi terwujudnya Net Zero Emission Indonesia pada tahun 2060.
Selain memiliki potensi besar, tarif yang terkait dengan energi panas bumi juga terjangkau. Hal tersebut membuat Indonesia, sebagai negara dengan harta karun panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, berada dalam posisi yang menguntungkan.
Energi panas bumi ini dihasilkan dari uap panas dan tekanan tinggi yang muncul dari produksi kepala sumur. Energi ini dapat digunakan untuk menggerakkan turbin uap pada pembangkit listrik tenaga panas bumi atau langsung digunakan untuk berbagai keperluan, seperti pengeringan produk pertanian.
Hal yang paling penting, energi panas bumi ini merupakan sumber energi bersih dan berkelanjutan, yang sangat krusial dalam mendukung program dekarbonisasi demi mencapai energi bersih Indonesia dan dunia.
Menurut Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Rachmat Hidayat, energi panas bumi saat ini aman dari segi pasokan dan memiliki harga yang terjangkau.
Disamping itu, Herman Darnel Ibrahim, Anggota Dewan Energi Nasional, menekankan pentingnya memaksimalkan pemanfaatan panas bumi untuk mencapai target bauran energi tahun 2025 dan karbon netral pada tahun 2060, karena energi ini memiliki keunggulan dalam pasokan yang stabil dan kapasitas yang tinggi, sehingga memiliki potensi sebagai alternatif pembangkit beban dasar, selain pembangkit listrik berbasis fosil, dalam mendukung pasokan energi bersih bagi masa depan.
Baca juga
- Peran Besar EBT dalam Dekarbonisasi Indonesia
- Pemanfaatan Tenaga Surya: Kurangi Emisi, Hasilkan Komisi
Potensi Panas Bumi dalam Dekarbonisasi

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, menegaskan kembali pentingnya peran pengembangan EBT di Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor energi demi menuju pencapaian Net Zero Emission Indonesia pada tahun 2060.
Upaya mitigasi terbesar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor energi adalah melalui pengembangan EBT sebagai langkah transisi menuju energi yang lebih bersih, rendah emisi, dan ramah lingkungan.
Menurut International Renewable Energy Agency (IRENA), potensi total energi terbarukan di Indonesia mencapai 3.692 Gigawatt, dengan potensi panas bumi mencapai 29,5 GW. Namun, hingga tahun 2021, kapasitas terpasang PLTP hanya sekitar 2,1 GW, yang memiliki potensi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca lebih dari 10 juta ton CO2 setiap tahun.
Pemerintah akan terus berupaya memanfaatkan potensi EBT sebaik mungkin untuk mempercepat transisi energi, salah satunya melalui pengembangan pembangkit panas bumi yang diperkirakan mencapai 22 GW.
Hal tersebut akan didorong oleh pengembangan skema bisnis baru, inovasi teknologi yang kompetitif, seperti deep drilling geothermal development, enhanced geothermal system, dan offshore geothermal development.
Pemerintah juga mengambil langkah-langkah untuk mendukung pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi dengan menetapkan kembali tarif uap panas bumi dan tenaga listrik, serta memberikan kemudahan dalam proses perizinan penggunaan lahan di hutan konservasi. Selain itu, dilakukan pula pembebasan pajak bumi dan bangunan untuk mendorong investasi dalam energi panas bumi.
Presiden Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Prijandaru Effendi, menekankan bahwa panas bumi adalah sumber energi bersih, andal, dan berkelanjutan yang dapat menjadi solusi penting dalam transisi energi nasional.
API berkomitmen untuk terus mempromosikan energi panas bumi sebagai sumber energi utama dalam mendukung kemandirian energi nasional dan memenuhi komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris yang telah diratifikasi.
Dukungan lain dari pemerintah, ialah dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik yang dapat mempercepat target penurunan emisi Indonesia pada tahun 2030, seiring dengan peningkatan komitmen pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) untuk mengurangi emisi.
Kolaborasi Menuju Net Zero Emission Indonesia

PT PLN (Persero) terus berupaya dalam mendukung transisi energi di Indonesia dengan fokus pada pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), khususnya sumber energi panas bumi. Upaya ini bertujuan untuk mendukung program dekarbonisasi dalam sektor energi.
Potensi panas bumi di Indonesia sangat melimpah berkat letak geografisnya yang mencakup jalur cincin api. Dalam hal ini, Indonesia bahkan menempati peringkat kedua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, mengungguli negara-negara seperti Jepang, Kenya, dan Islandia.
Dengan memandang potensi yang luar biasa ini, PLN berkomitmen untuk memaksimalkan pemanfaatan energi panas bumi melalui pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Alasannya sederhana, karena panas bumi adalah sumber energi bersih yang dapat diubah menjadi listrik dengan tingkat emisi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan energi fosil seperti batu bara dan gas alam.
Saat ini, PLN tengah menggarap proyek PLTP dengan total kapasitas hingga 360 Mega Watt (MW) serta menjalin sinergi dengan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan tambahan kapasitas sebesar 230 MW.
Selain itu, pengembangan juga melibatkan peningkatan kapasitas PLTP yang sudah beroperasi. PLN bekerja sama dengan Geo Dipa Energy dan Pertamina Geothermal Energy dalam pengembangan panas bumi ini.
Dalam waktu dekat, beberapa proyek PLTP akan segera beroperasi dan menjadi kontributor signifikan dalam pasokan energi bersih.
Pertama, ada proyek PLTP Dieng Binary yang diperkirakan akan beroperasi secara komersial pada tahun 2023. Proyek ini merupakan hasil kerja sama antara PLN Gas & Geothermal dan GDE, dengan potensi yang dapat dimaksimalkan hingga mencapai 10 MW.
Kedua, PLTP Binary Lahendong dengan kapasitas 5 MW juga dijadwalkan akan mulai beroperasi pada tahun 2023. Proyek ini adalah kolaborasi antara PLN Gas & Geothermal dan PGE, dengan potensial yang mencapai hingga 30 MW.
Ketiga, ada PLTP Ulubelu Binary yang memiliki kapasitas sebesar 10 MW dan dijadwalkan untuk beroperasi komersial pada tahun 2024. Proyek ini merupakan hasil kerja sama antara PLN Gas & Geothermal dan PGE, dengan potensi yang dapat dimaksimalkan hingga sekitar 100 MW.
Baca juga
- Indonesia Muncul sebagai Pemain Utama dalam Perdagangan Karbon di ASEAN
- CCS: Teknologi Minimalisir Carbon Solusi untuk Pemanasan Global
Peluang Komersialisasi Energi Panas Bumi

Panas bumi dianggap sebagai sumber energi yang paling efisien dibandingkan dengan sumber energi terbarukan lainnya, karena lebih mudah dikendalikan untuk menghasilkan energi listrik.
Salah satu perusahaan yang berhasil memanfaatkan peluang bisnis energi panas bumi adalah PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGE). PGE mencatat pendapatan baru sebesar 747.000 dolar AS dari kredit karbon dalam laporan keuangannya pada 30 Maret 2023.
Pendapatan kredit karbon tersebut diperoleh dari dua Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), yaitu Ulubelu unit 3 dan 4 serta Karaha, yang telah mengurangi emisi karbon sejak operasional hingga awal 2020.
PGE memiliki kontribusi sekitar 82 persen dari kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia, dengan potensi pengurangan emisi CO2 sekitar 9,7 juta ton per tahun.
Kesuksesan PGE dalam bisnis perdagangan karbon tersebut, membuat semakin maraknya perusahaan besar yang berminat untuk menggarap PLTP, karena melihat potensi bisnis yang menjanjikan dalam bursa karbon.
PGE terus berambisi memaksimalkan potensi panas bumi di Indonesia sesuai dengan rencana pemerintah untuk melakukan dekarbonisasi melalui transisi energi.
Mereka berencana mengkomersialisasi energi panas bumi dengan beberapa langkah, termasuk penggunaan langsung uap dan brine untuk berbagai keperluan masyarakat.
Selain itu, mereka juga berencana memproduksi green hydrogen dan green methanol untuk Pembangkit Listrik Siklus Biner, serta mengeksplorasi potensi ekstraksi silika dari proses pengolahan brine berlebih untuk produk bernilai tambah.
Dukungan pemerintah, seperti Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022, bisa mendorong pengembangan energi terbarukan, termasuk panas bumi.
Selain itu, regulasi seperti Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri ESDM No 16/2022 juga berperan penting dalam pengembangan sektor ini.
Dengan makin tahu Indonesia akan upaya efisien dan kolaborasi bersama vendor, proyek-proyek geothermal dapat menjadi komersial, yang mendukung pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi yang ramah lingkungan demi terwujudnya target capaian karbon netral tahun 2060.
#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes
Editor: Nur Wasilatus Sholeha
Referensi:
[1] Terbesar Kedua Setelah AS, Panas Bumi RI Kunci Dekarbonisasi
[2] Energi Baru Terbarukan Berperan Besar Dalam Upaya Penurunan Emisi Di Sektor Energi
[4] Potensi dan Kapasitas Terpasang Energi Terbarukan Indonesia (2021)
[5] Potensi Panas Bumi Indonesia Terbesar Kedua Dunia, PLN Gencar Kembangkan PLTP
[6] Panas Bumi Bisa jadi Sumber Energi Paling Efisien, Ini yang Disiapkan PGE
[7] Asa PGEO Gantikan Batu Bara dengan Panas Bumi di Sumatera dan Jawa
[8] Pertamina Geothermal Raih Pendapatan Kredit Karbon 747 Ribu Dolar AS
[9] Sejumlah Korporasi Besar Minati Panas Bumi Lantaran Melirik Potensi Bursa Karbon