- Potensi laut kita sangat menjanjikan untuk terus di-eksplore, baik dari kekayaan alam hingga sarana transportasi laut.
- Tahun 2017, Indonesia resmi memiliki kapal bertenaga listrik pertama, MV Iriana, yang diprakarsai oleh PT Sumber Marine Shipyard.
- Indonesia juga mengembangkan kapal listrik nelayan yang diinisiasi oleh PLN Group dan dilakukan uji coba di Cilacap.
Halo Sobat EBT Heroes!
Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan menjadikan negara kita sebagai negara maritim terbesar di dunia. Potensi laut sebagai penggerak ekonomi nasional memiliki potensi yang cukup besar untuk terus dikembangkan. Sebagai maritim yang terdiri dari ribuan pulau, laut bukan menjadi penghalang atau pemisah untuk menyatukan seluruh masyarakat di pulau-pulau yang tersebar di Indonesia. Justru, kondisi laut yang luas melimpah ini justru menjadi penghubung yang saling mengeratkan dan penyambung antar pulau-pulau yang ada di Indonesia. Maka dari itu, sektor laut maupun perairan lainnya harus menjadi fokus utama bangsa untuk dikelola dan dikembangkan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Berbicara tentang laut sangat erat kaitannya dengan transportasi air yaitu kapal. Pernahkah terlintas di benak Sobat EBT Heroes tentang kapal laut? Nah, kapal laut tentu memiliki eksistensi terkait penggunaannya di dunia nyata. Negara kita yang luas akan laut ini, kapal sangat diperlukan untuk transportasi masyarakat kita agar saling terhubung satu sama lain. Mulai dari kapal angkutan penumpang hingga barang ada di Indonesia.
Lalu, bagaimana kira-kira jika kapal dari tenaga listrik? Apakah tetap menggunakan baterai sebagai suplai tenaganya? Apakah aman ketika dioperasikan di air atau tepatnya di atas laut? Atau perlukah Indonesia melakukan transisi energi di sektor kapal ini? Untuk itu, mari kita cari tahu agar makin tahu Indonesia dan makin cinta akan laut!
Kapal Sebagai Jantung Transportasi Laut di Indonesia
Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia, tersusun atas pulau-pulau mulai dari pulau kecil hingga pulau besar seperti Sumatera dan Jawa. Potensi laut kita sangat menjanjikan untuk terus di-eksplore, baik dari kekayaan alam hingga sarana transportasi laut. Laut bagi bangsa Indonesia sangat berkesan dalam sistem logistik maupun angkutan penumpang.
Sebagai contoh, penyeberangan antar pulau di Jawa-Sumatera dan Jawa-Bali. Interaksi antara pulau-pulau ini tidak lepas dari penggunaan kapal sebagai media untuk penyeberangan mengarungi laut atau selat.
Berdasarkan data BPS, jumlah penumpang domestik kapal pada 2022 dan 2023 menunjukkan Sumatera dan Bali menjadi pulau dengan sirkulasi penumpang yang cukup padat. Tahun 2023, jumlah akumulasi penumpang kapal yang berangkat dari Sumatera berjumlah 2.345.311 orang, sedangkan Bali berada di angka 1.988.031 orang. Sedangkan untuk status kedatangan di Pulau Sumatera di angka 2.269.199 orang dan Pulau Bali 1.715.843 orang. Jumlah penumpang ini tentu menunjukkan interaksi dan kebutuhan kapal menjadi cukup krusial dalam melakukan angkutan penumpang maupun barang di pulau besar seperti Jawa, Sumatera, dan Bali.
Data di atas belum merujuk pada data jumlah kapal khususnya untuk sektor nelayan dan perikanan. Menurut data statistik KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) yang dihimpun dari tahun 2019 hingga 2022 menunjukkan penurunan terkait jumlah kapal perikanan laut. Di Pulau Sumatera, data tahun 2022 menunjukkan jumlah kapal perikanan laut sebanyak 193.948 unit, dan disusul Pulau Jawa sebanyak 196.019 unit. Dari data tersebut, total jumlah kapal perikanan laut yang ada di Indonesia per tahun 2022 sebanyak 893.258, yang di mana angka di tahun sebelumnya berjumlah 1.004.060 unit.
Baca Juga:
- Memang Ada Pesawat Listrik? Mari Cari Tahu!
- Proyek LRT Bali: Solusi Kemacetan dengan Sentuhan China?
MV Iriana, Kapal Listrik Pertama di Indonesia
Tepat 2017 lalu, Indonesia resmi memiliki kapal bertenaga listrik pertama, MV Iriana, yang diprakarsai oleh PT Sumber Marine Shipyard yang difungsikan sebagai kapal angkut semen curah. Kapal listrik ini memiliki kapasitas 9.300 deadweight tonnage (DWT) yang digerakkan oleh motor listrik dengan sistem electric propulsion, sehingga menjadi yang pertama untuk di kelas kapal angkut bermuatan besar.
Kapal listrik ini adalah bukti kemandirian industri anak bangsa serta menjadi pendorong untuk terus berkembangnya industri perkapalan nasional. Kapal listrik MV Iriana ini memiliki panjang 117 meter, lebar 22.5 meter, tinggi mencapai 7.9 meter, kedalaman air 6.3 meter, dan kecepatan hingga 10 knot. Menggunakan teknologi canggih dan ramah lingkungan, kapal ini disebut-sebut mampu menghemat bahan bakar dan menjadi negara ke tiga di Asia yang memiliki kapal listrik setelah Jepang dan Taiwan.
Kapal ini tidak hanya menjadi langkah awal untuk melakukan transisi energi, melainkan menjadi bukti untuk menunjukkan eksistensi Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia. Sebagai negara dengan laut yang luas, harapan dengan majunya industri perkapalan nasional untuk mampu memproduksi kapal listrik dalam negeri tentu harus didukung dan diapresiasi. Industri perkapalan tentunya sangat menjanjikan untuk terus dikembangkan hingga masa yang akan datang, karena mampu menghemat devisa negara dan tentunya menyerap para tenaga kerja dari lokal. Selain itu, tentunya juga akan menekan angka emisi karbon yang di mana saat ini menjadi permasalahan utama di berbagai negara dalam melakukan transisi energi.
Kapal Nelayan Bertenaga Baterai
Selain kapal berskala besar seperti MV Iriana, Indonesia juga mengembangkan kapal listrik nelayan yang diinisiasi oleh PLN Group. Kapal jenis motor listrik ini dilakukan uji coba pada Agustus 2023 lalu di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Pantai Teluk Penyu, Cilacap. Uji coba ini dilakukan untuk menggantikan kapal bertenaga bahan bakar fosil yang selama ini digunakan oleh para nelayan.
Pada kesempatan tersebut juga dihadiri langsung oleh Gubernur Jawa Tengah saat itu, Ganjar Pranowo, untuk melihat langsung bagaimana proses uji coba berlangsung. Para nelayan menyambut baik kegiatan ini, dan memberikan pengalaman mereka dalam melakukan uji coba. Salah seorang nelayan beranggapan kapal listrik ini lumayan hemat dari segi biaya operasional dibanding dengan kapal berbahan bakar bensin. Bensin untuk operasional kapal biasanya menghabiskan biaya sebesar Rp300 ribu hingga Rp350 ribu, sedangkan kapal listrik ini hanya memerlukan biaya Rp50 ribu untuk pengisian baterai. Para nelayan juga mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang dirasakan antara kapal nelayan listrik ini dengan jenis bahan bakar bensin, bahkan ketika melaut dan terkena ombak.
Namun, kesulitan tetap ditemukan oleh para nelayan. Kesulitan ini berupa sistem hidrolik kapal yang lambat. Selain itu terkait baling-baling mesin sering mengenai pasir di bibir pantai ketika hendak mendarat di pantai. Hal ini berbeda dengan kapal jenis konvensional yang di mana baling-balingnya dapat ditempel secara manual, sehingga mudah dibongkar pasang kembali. Selain itu, ketakutan ketika kehabisan baterai ketika melaut atau menangkap ikan di tengah laut. Walaupun sebenarnya juga telah tersedia baterai cadangan secara paralel.
Transisi Menuju Kapal Listrik, Perlukah Saat Ini?
Eksistensi kapal listrik berbeda dengan jenis kendaraan darat lainnya seperti mobil, motor, dan kereta. Hal ini yang mendasari terkait seberapa banyak akan frekuensi transportasi laut jenis kapal ini digunakan. Berbeda dengan kendaraan darat seperti mobil, motor, dan kereta yang di mana hampir seluruh masyarakat menggunakan transportasi ini untuk beraktivitas, karena hampir seluruh aktivitas manusia mulai dari bekerja hingga tempat tinggal berada di daratan. Sehingga frekuensi dan mobilitas manusia cenderung lebih banyak menggunakan jenis transportasi darat. Belum lagi sektor lain seperti industri dan pembangkit, yang rata-rata kegiatannya berada di daratan sebagai penghasil emisi karbon CO2.
Dilansir dari Artikel Ilmiah Populer Universitas Airlangga, kenaikan yang signifikan terkait emisi CO2 di Indonesia terjadi pasca 1990 dan tertinggi pada 2019 mencapai 581 MtCO2. Dari hasil analisis ini, sektor industri berada di posisi pertama dengan persentase sebesar 37% dan disusul oleh sektor transportasi sebesar 27%.
Saat ini, pemerintah memang fokus dalam melakukan penanganan emisi CO2 untuk terus mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan dalam regional ASEAN sendiri, Indonesia berada di posisi pertama sebagai penyumbang emisi CO2 terbanyak. Fakta itu dihimpun dari data tahun 2015 hingga 2019 yang merupakan hasil report Joint Research Centre of European Union dan dilansir dalam Analisis Pengungkapan Emisi Karbon Perusahaan Indonesia milik Artikel Ilmiah Populer Universitas Airlangga. Bahkan di tahun 2014, data dari WRI (World Resource Institute) menempatkan Indonesia berada di posisi ke enam sebagai penghasil emisi karbon terbesar di dunia.
Terkait urgensi dalam melakukan transisi energi sektor kapal listrik ini, Indonesia belum sepenuhnya siap untuk melakukannya. Faktor seperti frekuensi mobilitas kapal dibanding jenis transportasi darat dan industri dalam menyumbang emisi karbon CO2 lebih banyak inilah yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan ekosistem kapal listrik di Indonesia. Selain itu, infrastruktur pendukung untuk melayani kapal listrik juga perlu dipertimbangkan. Sedangkan, di sisi lain nyatanya transisi mobil konvensional ke mobil listrik yang sedang berlangsung saat ini, masih dijumpai problematika dari penerapannya di lapangan hingga kebijakan yang mendorong ekosistem itu terwujud. Jumlah SPKLU mobil listrik yang masih belum sepadan, faktor geografis seperti jalan dan sebagainya, kebijakan yang masih mengambang menjadi PR besar saat ini dalam mewujudkan ekosistem mobil listrik (EV) di tanah air.
Baca Juga
- Insentif Ditolak: Fokus ke BEV, Bagaimana Nasib Mobil Hybrid?
- Thailand Overload Mobil Listrik: Pelajaran Bagi Indonesia
Di sisi lain, untuk mewujudkan kapal listrik ini perlu perlakuan yang sama dengan pengembangan mobil listrik. Ketersediaan SPKLU di pelabuhan, standar pelabuhan yang mumpuni untuk melayani kapal listrik, hingga kebijakan yang harus komprehensif untuk mencakup semua sektor transportasi (darat, laut, maupun udara) agar terintegrasi dan berkesinambungan satu sama lain. Selain itu, faktor keselamatan dari operasional kapal listrik juga perlu diperhatikan, karena sistem kapal listrik yang riskan terhadap medan kapal itu sendiri yang berada di atas air.
Walaupun sudah dikemas oleh teknologi mumpuni yang tahan terhadap air, terkadang masyarakat awam masih memperhatikan hal-hal keselamatan teknis tersebut, seperti ketakutan masyarakat ketika menggunakan mobil listrik di jalanan yang banjir atau ketika terjadi banjir. Belum lagi terkait faktor ekonomi yang menjadi hilir dari semuanya, ketidakpastian kondisi ekonomi negara menjadi hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengadopsi kapal listrik ini.
Perlu kesiapan yang sangat matang untuk mempertimbangkan ekosistem kapal listrik di Indonesia. Namun, hal yang sangat perlu diperhatikan saat ini adalah fokus utama atau prioritas untuk mengurangi emisi karbon dari sektor yang krusial dan terus mendorong upaya pengembangan terkait sektor industri kapal nasional khususnya dalam mengembangkan kapal listrik.
Keberhasilan kapal listrik MV Iriana menjadi benchmark akan kemajuan industri kapal tanah air. Sehingga dengan riset dan pengembangan yang baik, akan menguatkan kembali industri kapal tanah air dan menjadikan sektor ini sebagai padat karya untuk menyerap tenaga kerja hingga menjadi simbol kekuatan laut Indonesia di kancah internasional.
#ZonaEBT #Sebarterbarukan #EBTHeroes
Editor: Adhira Kurnia Adhwa
Referensi:
[1] Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
[3] Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
[4] Nelayan Cilacap sambut baik kapal bermotor listrik berbasis baterai
3 Comment
selamat datang di situs toto togel terpercaya, situs togel daftar
Every time I visit your website, I’m greeted with thought-provoking content and impeccable writing. You truly have a gift for articulating complex ideas in a clear and engaging manner.