- Energi hijau, dikenal sebagai energi terbarukan atau energi ramah lingkungan
- Net zero emissions atau nol emisi karbon adalah kondisi dimana jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap oleh bumi
- Sektor utama yang sangat mempengaruhi pengurangan emisi C02 adalah sektor energi dan sektor kehutanan/penggunaan lahan
Net zero emissions atau nol emisi karbon adalah kondisi dimana jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap oleh bumi. Untuk mencapainya diperlukan sebuah transisi dari sistem energi yang digunakan sekarang ke sistem energi bersih guna mencapai kondisi seimbang antara aktivitas manusia dengan keseimbangan alam.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam melakukannya adalah mengurangi jumlah karbon atau gas emisi yang dihasilkan dari berbagai kegiatan (aktivitas) manusia pada kurun waktu tertentu, atau lebih sering dikenal dengan jejak karbon. Jejak karbon yang kita hasilkan akan memberikan dampak yang negatif bagi kehidupan kita di bumi, seperti kekeringan dan berkurangnya sumber air bersih, timbul cuaca ekstrim dan bencana alam, perubahan produksi rantai makanan, dan berbagai kerusakan alam lainnya.
Apa Itu Energi Hijau?
Energi hijau, juga dikenal sebagai energi terbarukan atau energi ramah lingkungan, merujuk pada sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya alami yang dapat diperbaharui secara terus-menerus. Sumber-sumber energi hijau ini tidak habis atau tidak memiliki efek negatif terhadap lingkungan, seperti emisi gas rumah kaca atau polusi udara.
Baca Juga
- Wajah Pengaturan Green Bond Sebagai Pembiayaan Transisi Energi di Indonesia
- Komitmen Indonesia Mewujudkan Net Zero Emission
Net Zero Emission Indonesia 2060
Di tahun 2015, Indonesia beserta 190 negara lain telah mengadopsi Perjanjian Paris untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5oC. Adapun komitmen iklim nasional Indonesia antara lain untuk mengurangi emisi GRK sebanyak 29% di bawah business-as-usual di tahun 2030, atau pengurangan sebesar 41% dengan bantuan internasional.
Menjelang COP26 di tahun 2021, Indonesia menyerahkan dokumen rencana jangka panjangnya kepada UNFCCC yang bernama Indonesia Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR). Dokumen ini menjelaskan target dan rencana penanggulangan perubahan iklim Indonesia sampai dengan 2050, salah satunya dengan mencapai emisi GRK puncak di tahun 2030 dan mencapai Net Zero Emission di tahun 2060 atau lebih awal.
Dengan begitu, kita makin tahu Indonesia menargetkan sektor kehutanan dan penggunaan lahan serta sektor energi sebagai dua sektor yang berkontribusi paling besar dalam target pengurangan emisi, yaitu masing-masing sebesar 24.5% dan 15.5%.
Langkah Langkah Transisi Energi Nasional
Pertama, adalah melalui pengurangan emisi C02 pada beberapa sektor dan aktivitas ekonomi yang sangat penting. Dua sektor utama yang sangat mempengaruhi adalah sektor energi dan sektor kehutanan/penggunaan lahan.
Penguatan-penguatan dan kendali kebijakan yang mendukung transisi energi yaitu:
1. RUPTL tersebut, harus selalu dipastikan selalu on the track. Dimana dalam RUPTL total pembangkit EBT yang akan dibangun dalam 10 tahun ke depan mencapai 20.923 megawatt (MW). Pembangkit listrik tenaga air menjadi yang paling dominan dengan 9.272 MW, disusul oleh pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 3.355 MW, dan pembangkit listrik tenaga surya 4.680 MW.
2. Kampanye terhadap perubahan budaya, cara pandang serta kebiasaan di masyarakat yang terus di dengungkan, agar efek dari perubahan iklim akan mempengaruhi setiap orang, meskipun dalam porsi yang berbeda-beda. Dengan adanya kemudahan penyebaran informasi, kesadaran akan penyebab perubahan iklim dan upaya menghindari atau mengatasi implikasinya semakin dapat diakses oleh publik. Sehingga bagi banyak orang, transisi menuju energi terbarukan sangat penting untuk mendukung pertumbuhan yang rendah karbon.
Baca Juga
- Gunakan Energi Terbarukan, Bisakah Cryptocurrency Mendorong Inovasi Energi Bersih?
- Senyawa Etanol, Alkohol Pengganti Bensin!
3.Pelaku dunia usaha dan pelaku bisnis, pelaku industri serta UMKM dianggap sudah selayaknya didorong untuk memanfaatkan energi baru terbarukan, guna mempercepat pertumbuhan green economy atau ekonomi hijau di Indonesia.
4. Pemerintah Daerah dan legislatif (DPRD) punya andil yang kuat dan signifikan untuk melakukan langkah langkah konkret terhadap kebijakan yang mendukung energi bersih. Implementasi instrument-instrumen kebijakan untuk mendukung akselerasi transisi di daerah memiliki daya ungkit yang kuat terhadap penerapan energi hijau.
5. Kebijakan fiskal berupa instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK), di mana regulasi telah di terbitkan yaitu UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan – Pasal 13 Pemberlakuan Pajak karbon, harus secara tegas ditegakkan. Salah satu klausulnya berlaku pada 1 April 2022, yang pertama kali dikenakan terhadap badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batubara dengan skema cap dan tax yang searah dengan implementasi pasar karbon yang sudah mulai berjalan di sektor PLTU batubara.
Upaya untuk mencapai Net Zero Emission tidak bisa dicapai secara individual atau oleh pihak tertentu saja. Kolaborasi yang radikal butuhkan untuk mengembangkan dan mewujudkan solusi-solusi inovatif dalam skala yang masif.
#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes
Editor: Annisa Nur Fissilmi Kaffah
Referensi
[1] Berkenalan dengan Net Zero Emission
[2] Net Zero Emission Indonesia 2060: Langkah Menuju Ekonomi Sirkular