Pertarungan Karbon: Metode Penangkapan CO2 yang Berbeda. Mana yang Lebih Efektif?

ESG in sustainability company for preserving resources of planet. Sumber : Freepik.com
  • Penangkapan karbon pasif dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan menjaga dan meningkatkan ekosistem alami seperti hutan dan lautan.
  • Indonesia memiliki potensi besar untuk menerapkan teknologi penangkapan karbon.
  • Teknologi inovatif yang menggabungkan produksi bioenergi dari biomassa dengan proses penangkapan dan penyimpanan CO2.

Pahun 2023 tercatat rekor tertinggi emisi karbon global, mencapai 37 miliar ton. Emisi tersebut mayoritas berasal dari pembakaran bahan bakar fosil. Selanjutnya, pada tahun 2024, kadar karbon dioksida (CO₂) mengalami peningkatan signifikan. Lonjakan tahunan tercepat yang pernah tercatat, yaitu sebesar 3,58 part per million (ppm). Peningkatan ini berdampak langsung pada suhu rata-rata global yang terus memanas.

Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi negara-negara di seluruh dunia. Untuk mencapai target iklim global yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris dan mencegah pemanasan global, setidaknya 1 miliar ton CO₂ harus dihilangkan dari atmosfer pada tahun 2025. Namun, hingga saat ini, proyek yang ada baru mampu menghilangkan sekitar 150 juta ton CO₂. Angka tersebut masih jauh dari target.

Akibatnya, menurut prediksi Global Carbon Project, dunia berada di jalur pemanasan global yang berisiko melebihi batas 1,5°C sebelum tahun 2030 dan bisa mencapai 1,7°C tak lama setelahnya. Dampak perubahan iklim semakin nyata. Hal ini ditandai dengan kekeringan ekstrem, badai yang lebih sering terjadi, banjir besar, serta sistem alam yang semakin kritis.

Baca Juga :



Carbon capture (penangkapan karbon) hadir dan berperan penting dalam mengurangi pemanasan global. Cara kerjanya, yaitu menangkap emisi CO2 sebelum dilepaskan ke atmosfer. Selanjutnya, kita akan mengenal berbagai metode penangkapan karbon. Baca sampai habis, ya!

METODE PENANGKAPAN KARBON

Penangkapan Karbon Pasif

Penangkapan Karbon Pasif adalah pendekatan penting dalam mitigasi perubahan iklim yang memanfaatkan proses alami untuk mengurangi emisi CO2. Meskipun tidak dapat sepenuhnya menggantikan teknologi penangkapan karbon aktif, metode ini tetap memiliki peran krusial dalam strategi global untuk mencapai keberlanjutan lingkungan dan memperbaiki kualitas udara. Metode ini memanfaatkan proses fotosintesis dan memanfaatkan penyerapan laut sebagai penyerap karbon alami.

View of green forest trees with co2. Sumber : Freepik.com

Penggunaan metode ini memerlukan biaya yang rendah karena memanfaatkan proses alami. Penangkapan karbon pasif juga dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan menjaga dan meningkatkan ekosistem alami, seperti hutan dan lautan.

Namun, perlu diingat jika mengandalkan metode ini saja akan kurang efektif karena proses penyerapan karbon oleh tumbuhan dan lautan cenderung lambat jika dibandingkan dengan emisi karbon yang terus meningkat.

Direct Air Capture (DAC)

Direct Air Capture (DAC) adalah teknologi inovatif yang dirancang untuk menangkap CO2 langsung dari atmosfer. Cara kerjanya adalah mengambil udara dengan menggunakan kipas besar yang menarik udara ke dalam sistem DAC. Kemudian udara yang masuk akan melewati filter yang terbuat dari bahan padat (sorbent) atau cairan (solvent). Selanjutnya, filter ini akan menyerap CO2 dari udara. Setelah CO2 terperangkap, panas atau listrik digunakan untuk melepaskan CO2 dari filter sehingga dapat digunakan kembali atau disimpan secara permanen.

DAC memiliki potensi besar untuk menurunkan kadar CO2 yang telah terakumulasi di atmosfer selama beberapa dekade dan membantu memerangi perubahan iklim. CO2 yang ditangkap dapat digunakan untuk berbagai aplikasi industri, seperti pembuatan bahan bakar sintetis, produk kimia, dan karbonasi pada minuman. Teknologi ini dapat diterapkan di berbagai lokasi, tidak terbatas pada sumber emisi tertentu.

Penangkapan Karbon dari Sumber Emisi

Penangkapan karbon dari sumber emisi adalah teknologi yang dirancang untuk menangkap CO₂ yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil dan aktivitas industri sebelum gas tersebut dilepaskan ke atmosfer. Teknologi ini terbagi menjadi tiga metode utama:

  1. Pre-combustion – CO₂ dipisahkan sebelum proses pembakaran bahan bakar berlangsung.
  2. Post-combustion – CO₂ ditangkap setelah proses pembakaran terjadi.
  3. Oxyfuel combustion – Bahan bakar dibakar menggunakan oksigen murni untuk menghasilkan gas buang yang lebih mudah ditangkap dan disimpan.

Meskipun menjanjikan dalam upaya mengurangi emisi karbon, implementasi teknologi ini masih menghadapi tantangan besar. Biaya investasi dan operasionalnya tergolong tinggi, sementara proses penangkapan dan penyimpanan CO₂ memerlukan energi tambahan, yang pada akhirnya dapat mengurangi efisiensi keseluruhan sistem.

Beautiful nature tropical beach and sea. Sumber : Freepik.com

Indonesia memiliki potensi besar untuk menerapkan teknologi penangkapan karbon, terutama di sektor energi dan industri. Salah satu contohnya adalah Gundih CCS Project, yang mampu menangkap hingga 10.000 ton CO₂ per tahun dari industri pengolahan migas.

Dengan dukungan kebijakan yang kuat serta investasi yang tepat, teknologi penangkapan karbon dapat menjadi bagian integral dalam strategi mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Implementasi yang lebih luas akan membantu mengurangi emisi karbon dan mendukung transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Penggunaan Bioenergi dengan Penangkapan Karbon (BECCS)

Penggunaan Bioenergi dengan Penangkapan Karbon (BECCS) adalah teknologi inovatif yang menggabungkan produksi bioenergi dari biomassa dengan penangkapan dan penyimpanan CO₂.

Proses ini dimulai dengan penanaman tanaman sebagai sumber biomassa, yang secara alami menyerap CO₂ dari atmosfer selama pertumbuhannya. Biomassa tersebut kemudian diolah menjadi bioenergi, seperti biofuel atau bioetanol, melalui proses pembakaran atau fermentasi.

CO₂ yang dihasilkan selama proses konversi energi ini ditangkap menggunakan teknologi seperti amine scrubbing atau adsorpsi, lalu disimpan dalam formasi geologis di bawah tanah. Dengan demikian, CO₂ tidak kembali ke atmosfer, menjadikan BECCS sebagai salah satu solusi untuk mengurangi emisi karbon dan mendukung transisi energi bersih.

Biofuel types flat background offering different green energy products. Sumber : Freepik.com

Metode BECCS memiliki potensi besar dalam menghasilkan energi sekaligus mengurangi emisi CO₂ secara signifikan, menciptakan proses karbon negatif. Artinya, jumlah CO₂ yang diserap dari atmosfer lebih besar dibandingkan yang dilepaskan.

Dengan menggunakan biomassa sebagai sumber energi terbarukan, BECCS dapat membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Selain itu, jika dikelola dengan baik, metode ini juga dapat meningkatkan keanekaragaman hayati dan menjaga kesehatan ekosistem, terutama melalui praktik kehutanan berkelanjutan dan pemanfaatan limbah organik.

Baca Juga :



Kesimpulan

Dari berbagai metode penangkapan karbon yang telah dibahas, menurut Sobat EBT Heroes, mana yang paling menarik dan efisien untuk diterapkan? Setiap metode tentu memiliki kelebihan dan tantangannya masing-masing, tetapi hal itu tidak berarti kita harus pesimis. Justru, ini menjadi peluang bagi kita untuk berkontribusi dalam pengembangan teknologi energi baru terbarukan.

Setiap langkah kecil dapat membuat perbedaan besar! Mari kita bersama-sama berpartisipasi dalam upaya pengurangan emisi dengan memilih energi terbarukan, mengurangi penggunaan plastik, dan mendukung teknologi ramah lingkungan. Bersama, kita bisa menciptakan masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan!

#zonaebt #EBTHeroes #Sebarterbarukan

Editor: Aghnia Tazqiah

Referensi:

[1] PENANGGULANGAN PENCEMARAN TELUK JAKARTA UNTUK MENURUNKAN EMISI KARBON

[2] Dapatkah Direct Air Capture Atasi Karbon Dioksida? Ini Penjelesannya

[3] Kurangi Emisi Karbon, Indonesia Integrasikan Bioenergi dan Teknologi Carbon Capture and Storage

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 Comment