Perkembangan Energi Terbarukan di Asia dan Indonesia

Statistika energi terbarukan 2024
  • Laporan The International Renewable Energy Agency (IRENA) 2024, mencatatkan pertumbuhan pesat energi terbarukan, dengan China sebagai negara yang sangat dominan.
  • Potensi energi terbarukan Indonesia melimpah, seperti energi surya, angin, biomassa, dan panas bumi. Namun, realisasi pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih jauh dari optimal.
  • Tantangan dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia ialah dominasi penggunaan energi fosil, terutama batubara dan gas, dalam pembangkit listrik.
  • Langkah strategis menuju transisi energi yang berkelanjutan dapat dimulai dari meningkatkan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat serta mengadopsi teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan dalam sektor energi.

Sobat EBT Heroes, kita semua tahu bahwa energi terbarukan kini menjadi fokus utama berbagai negara di dunia, tidak terkecuali di Asia. Laporan IRENA 2024 mencatatkan pertumbuhan pesat energi terbarukan, dengan China sebagai negara yang sangat dominan. Berdasarkan data, China memiliki total kapasitas energi terbarukan sebesar 1.453.701 megawatt, yang berkontribusi sangat besar terhadap total kapasitas energi terbarukan di Asia, yaitu mencapai 1.959.076 megawatt.

Dengan demikian China menguasai hampir 74 persen dari kapasitas energi terbarukan di Asia. Meski demikian, di balik dominasi China terdapat cerita menarik dari negara kecil Bhutan yang menjadi sorotan karena hampir seluruh kebutuhan listriknya berasal dari energi terbarukan.

Baca Juga



Dominasi China dan Keberhasilan Bhutan

China, sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia, memang telah menjadi pemain utama dalam pengembangan energi terbarukan global. Negara ini telah memimpin dalam pembangunan kapasitas energi surya, angin, dan panas bumi. Sebagai contoh, China berkontribusi lebih dari 50 persen dari total kapasitas pembangkit listrik tenaga angin dan surya dunia. Pencapaian ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah China yang mendukung pengembangan energi terbarukan secara masif, serta investasi besar yang dilakukan oleh sektor swasta dan publik.

Namun, jika kita melihat lebih dalam Bhutan dengan ukuran lebih kecil ternyata menunjukkan capaian yang sangat luar biasa dalam penggunaan energi terbarukan. Negara ini mampu memenuhi 99,6 persen kebutuhan listriknya dengan energi terbarukan, terutama dari pembangkit listrik tenaga air. Bahkan Bhutan mencapai status “karbon-negatif” yang artinya Bhutan menyerap lebih banyak karbon dioksida daripada yang dihasilkannya.

Keberhasilan Bhutan dalam memanfaatkan potensi energi airnya menjadi contoh ideal bagi negara-negara lain yang ingin beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Hal ini membuktikan bahwa dengan sumber daya yang tepat dan komitmen terhadap kebijakan energi berkelanjutan, negara dengan ukuran kecil pun dapat mencapai ketahanan energi yang luar biasa.

Energi terbarukan Asia
Energi Terbarukan Asia. Sumber: AI-generated

Tantangan Energi Terbarukan di Indonesia

Sementara itu, di Indonesia, meski terdapat banyak potensi energi terbarukan yang sangat besar, perkembangan energi terbarukan masih menghadapi berbagai tantangan. Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah, seperti energi surya, angin, biomassa, dan panas bumi. Namun, realisasi pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih jauh dari optimal.

Berdasarkan laporan IRENA 2024, meskipun Indonesia berhasil meningkatkan kapasitas energi terbarukannya menjadi 13.332 megawatt, angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara besar di Asia. Bahkan, energi terbarukan hanya menyumbang sekitar 14,6 persen dari total konsumsi listrik nasional.

Statistika energi terbarukan  2024

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia adalah dominasi penggunaan energi fosil, terutama batubara dan gas, dalam pembangkit listrik. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batubara masih mendominasi di Indonesia, dan proses transisi ke energi terbarukan terhambat oleh infrastruktur yang ada serta ketergantungan yang tinggi pada sektor energi fosil.

Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk mengubah regulasi dan memperkenalkan kebijakan yang mendukung pengembangan energi terbarukan, namun upaya ini seringkali terhambat oleh berbagai faktor, termasuk masalah pendanaan, regulasi yang belum sepenuhnya mendukung, serta keterbatasan infrastruktur di beberapa daerah.

Baca Juga



Perkembangan Terbaru dalam Pengembangan Energi Terbarukan Indonesia

Menurut laporan IRENA, meskipun Indonesia berada di urutan kedelapan dalam kapasitas energi terbarukan di Asia, masih ada sejumlah langkah yang perlu diambil untuk mempercepat transisi energi. Pada 2024, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah pembangkit listrik berbasis energi fosil yang lebih banyak dibandingkan dengan pembangkit berbasis energi terbarukan. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), saat ini sekitar 56 persen pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan batubara, sementara energi terbarukan baru mencapai sekitar 14 persen.

Namun, pemerintah Indonesia telah menyusun berbagai kebijakan untuk meningkatkan kontribusi energi terbarukan. Salah satunya adalah Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang menargetkan penggunaan energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Untuk mencapai target ini, Indonesia harus terus mempercepat pembangunan infrastruktur energi terbarukan dan meningkatkan investasi di sektor ini. Selain itu, Indonesia juga harus menyusun kebijakan yang lebih menguntungkan bagi pengembangan energi terbarukan, seperti pemberian insentif bagi perusahaan yang berinvestasi di energi bersih dan pengurangan pajak bagi pengembang energi terbarukan.

Ketergantungan pada Energi Fosil dan Kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

Namun, ada berita yang sedikit mengecewakan terkait perkembangan energi terbarukan di Indonesia. Baru-baru ini, muncul informasi bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lebih fokus pada pengembangan energi minyak dan gas (migas) melalui Danantara, sementara energi terbarukan ditempatkan sebagai prioritas kedua. Keputusan ini menuai kritik dari berbagai pihak yang menilai bahwa fokus yang berkelanjutan pada sektor migas akan menghambat upaya transisi energi yang lebih bersih. Pengembangan migas yang lebih besar dapat memperpanjang ketergantungan Indonesia pada energi fosil, yang berpotensi memperburuk dampak perubahan iklim dan mengurangi efektivitas kebijakan energi terbarukan.

Menurut beberapa pengamat energi, langkah ini mungkin disebabkan oleh faktor ekonomi jangka pendek, di mana pendapatan negara dari sektor migas masih sangat signifikan. Namun, dalam jangka panjang, keberlanjutan sektor energi Indonesia sangat tergantung pada bagaimana pemerintah dapat mendorong pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan. Sektor energi terbarukan tidak hanya akan memberikan manfaat bagi lingkungan, tetapi juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru, mengurangi ketergantungan pada impor energi, dan mengurangi dampak perubahan iklim.

Langkah ke Depan: Menuju Indonesia yang Lebih Hijau

Ke depannya, Indonesia harus meningkatkan komitmennya untuk mengoptimalkan potensi energi terbarukan. Salah satu cara untuk mencapai hal ini adalah dengan meningkatkan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk bersama-sama mengatasi tantangan yang ada. Pemerintah perlu menyusun kebijakan yang lebih jelas dan tegas untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mendorong penggunaan energi terbarukan yang lebih luas.

Selain itu, penting untuk mengembangkan infrastruktur yang diperlukan, seperti jaringan listrik yang lebih baik untuk mendistribusikan energi terbarukan, serta melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya energi lokal.

Penting juga bagi Indonesia untuk mengadopsi teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan dalam sektor energi. Ini dapat dilakukan dengan meningkatkan penelitian dan pengembangan (R&D) di bidang energi terbarukan, serta memanfaatkan teknologi baru yang dapat mengurangi biaya produksi energi terbarukan. Tak hanya itu, pemerintah dapat memberikan insentif lebih besar untuk perusahaan yang berinvestasi dalam proyek-proyek energi bersih dan mendukung adopsi teknologi ramah lingkungan di seluruh sektor ekonomi.

Secara keseluruhan, perkembangan energi terbarukan di Asia, terutama di negara-negara seperti China dan Bhutan, menunjukkan potensi besar yang bisa dicapai jika negara-negara tersebut serius dalam transisi energi. Di Indonesia, meskipun ada potensi yang sangat besar, tantangan yang dihadapi dalam pengembangan energi terbarukan masih cukup besar. Namun, dengan kebijakan yang tepat, investasi yang memadai, dan dukungan dari seluruh sektor, Indonesia dapat mempercepat transisi energi dan mencapai masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Upaya transisi ini bukan hanya penting untuk Indonesia, tetapi juga untuk keberlanjutan planet kita.

#zonaebt #EBTHeroes #serbaterbarukan
Editor: Tri Indah Lestari

Refrensi

  1. IRENA. (2024). Renewable Energy Statistics 2024. International Renewable Energy Agency. Diakses dari: https://www.irena.org
  2. Antara News. (2024). IRENA soroti Indonesia sebagai kunci transisi energi Asia Tenggara. Diakses dari: https://www.antaranews.com
  3. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM). (2023). Statistik Energi Indonesia 2023. Diakses dari: https://www.esdm.go.id
  4. IESR (Institute for Essential Services Reform). (2023). Indonesia Energy Transition Outlook 2024. Jakarta: IESR.
  5. PLN. (2023). Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021–2030. PT PLN (Persero).
  6. World Bank. (2023). Bhutan: Green Growth Opportunities and Renewable Energy. Diakses dari: https://www.worldbank.org/en/country/bhutan/publication

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *