Optimalkan Energi Biomassa untuk Keberlanjutan di Indonesia

Ilustrasi bahwa keberlangsungan energi terbarukan terdukung berkat salah satunya dari biomassa. Sumber : pixabay
  • Energi biomassa, yang dikenal sebagai biofuel, adalah sumber energi yang berasal dari bahan biologis seperti tanaman atau limbah organik, contohnya kayu, jerami, daun yang telah kering, kotoran hewan, dan sampah organik dari rumah tangga.
  • Bioenergi yang berasal dari biomassa hutan dapat memenuhi kebutuhan energi nasional dan sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) untuk mendukung pencapaian komitmen Indonesia dalam Persetujuan Paris.
  • teknologi terkini adalah gasifikasi termokimia yang mengubah biomassa hutan menjadi berbagai produk seperti biogas, biometanol, dan biohidrogen.

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energi nasional. Ketergantungan pada energi fosil yang semakin menipis serta lonjakan harga bahan bakar telah mendorong pemerintah untuk mencari alternatif energi yang lebih berkelanjutan. Dalam situasi ini, energi biomassa muncul sebagai solusi potensial yang tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga dapat dimanfaatkan secara luas untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.

Krisis Energi di Indonesia dan Biomassa

Kayu merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk biomassa pellet. Sumber : pixabay

Krisis energi di Indonesia terjadi akibat ketergantungan yang besar pada sumber energi fosil seperti minyak bumi dan batu bara. Hal ini menyebabkan kenaikan harga bahan bakar, tarif listrik, dan gas, yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Selain itu, permasalahan sampah di dunia semakin parah akibat pertumbuhan populasi, industrialisasi, serta urbanisasi. Sampah yang tidak terkelola dengan baik dapat mencemari lingkungan, padahal sebagian limbah sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Salah satu contoh energi alternatif yang dapat dikembangkan adalah energi biomassa. Sebagai salah satu jenis energi terbarukan, biomassa memiliki potensi untuk menjadi sumber energi yang berkelanjutan.

Energi biomassa, yang dikenal sebagai biofuel, merupakan energi yang berasal dari bahan biologis seperti tanaman atau limbah organik, termasuk kayu, jerami, daun kering, kotoran hewan, dan sampah organik rumah tangga. Pemanfaatan energi biomassa dapat membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, sehingga mendukung peningkatan kemandirian energi. Selain itu, biomassa yang berasal dari sampah rumah tangga juga berkontribusi dalam menekan pencemaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Namun, tidak semua sumber energi biomassa ramah lingkungan. Pemanfaatan kayu sebagai biomassa dapat berdampak negatif terhadap perubahan iklim jika diperoleh melalui penebangan hutan secara sembarangan. Oleh karena itu, penggunaan kayu dari limbah industri menjadi solusi yang lebih berkelanjutan, dibandingkan dengan eksploitasi hutan yang dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan energi biomassa.

Baca Juga :



Pengoptimalan Biomassa melalui Pengembangan dengan Hutan

Bioenergi yang berasal dari biomassa hutan memiliki potensi besar dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Pemanfaatan biomassa hutan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan energi nasional, tetapi juga berkontribusi dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Persetujuan Paris.

Tanaman hutan dapat dimanfaatkan dalam berbagai bentuk. Secara mekanis, tanaman ini dapat digunakan sebagai kayu bakar dan pelet kayu, sedangkan melalui proses pemanasan, biomassa hutan dapat diubah menjadi arang kayu dan bio-coal. Selain itu, pemanfaatan dengan teknologi biokimia memungkinkan produksi bioetanol, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif.

Teknologi terkini dalam pengolahan biomassa hutan adalah gasifikasi termokimia, yang mampu mengubah biomassa menjadi produk energi seperti biogas, biometanol, dan biohidrogen. Gasifikasi ini menjadi solusi inovatif dalam diversifikasi sumber energi terbarukan.

Beberapa negara seperti Jerman, India, dan China telah mengembangkan hutan tanaman energi dengan jenis tanaman berputar cepat untuk mendukung pengembangan biomassa hutan sekaligus mengurangi ketergantungan pada batu bara. Di Jerman, pemerintah memberikan subsidi kepada petani yang mengganti tanaman pertanian dengan pohon Poplar yang memiliki siklus panen 4 tahun, sebesar 500 euro per hektare. Selain itu, pemanfaatan limbah pertanian untuk produksi biogas telah menjadi inovasi utama. Biogas dihasilkan melalui proses fermentasi anaerob, di mana limbah pertanian seperti kotoran hewan, sisa-sisa tanaman, dan limbah makanan diolah dalam wadah tertutup tanpa oksigen. Biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber listrik, panas, atau bahan bakar kendaraan.

Sementara itu, Brasil menjadi contoh sukses dalam pemanfaatan biomassa melalui bioetanol yang berasal dari sisa tebu. Brasil merupakan salah satu produsen bioetanol terbesar di dunia, dan sektor ini telah berkontribusi signifikan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Bioetanol di Brasil digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk kendaraan, sehingga mengurangi konsumsi bensin dan diesel berbasis minyak bumi.

Indonesia sendiri memiliki peluang besar untuk mengembangkan energi berbasis biomassa hutan. Oleh karena itu, selain merancang kebijakan domestik yang mendukung pengembangan energi terbarukan, Indonesia juga perlu menjalin kemitraan bilateral (G to G) dengan negara-negara maju yang memiliki teknologi mutakhir dalam pemanfaatan biomassa. Selain itu, pemerintah harus mengkoordinasikan kolaborasi lintas sektor untuk menciptakan praktik terbaik dalam pengembangan energi terbarukan secara terintegrasi dari hulu ke hilir.

Baca Juga :



Rencana Optimasi Biomassa

Meningkatkan pengelolaan bioenergi menjadi langkah penting dalam upaya transisi menuju energi terbarukan yang lebih berkelanjutan. Salah satu langkah utama adalah penyesuaian peraturan terkait pembelian listrik dari sumber energi terbarukan agar lebih fleksibel dan mendukung pertumbuhan industri bioenergi. Selain itu, peningkatan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Biomassa yang telah direncanakan perlu didorong dengan memastikan komitmen semua pihak terkait agar pengembangannya sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Dalam pengelolaan listrik, pembangkit Captive Power perlu difasilitasi agar dapat mendistribusikan kelebihan listriknya kepada PT PLN (Persero) melalui skema Excess Power. Selain itu, implementasi teknologi co-firing pelet biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang sudah beroperasi juga menjadi strategi untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi biomassa. Pengembangan PLT Biomassa skala kecil di kawasan Indonesia bagian timur dan daerah tertinggal, terdepan, serta terluar (3T) juga harus diperluas guna meningkatkan akses energi di wilayah tersebut.

Pemanfaatan lahan suboptimal melalui pengembangan hutan energi dan kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kementerian/lembaga terkait, serta pemerintah daerah juga menjadi langkah strategis dalam pengelolaan bioenergi. Selain itu, pemanfaatan limbah agroindustri, termasuk penanaman kembali kebun sawit untuk sumber energi listrik, dapat menjadi solusi berkelanjutan dalam diversifikasi energi. Upaya lainnya mencakup produksi dan pengembangan pelet biomassa serta Refuse-Derived Fuel (RDF) yang berasal dari sampah dan limbah biomassa sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.

Hasil pellet biomass yang dibuat dari berbagai tumbuh-tumbuhan. Sumber : pixabay

Sebagai sumber energi terbarukan, biomassa memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik di Indonesia. Sumber potensial biomassa ini dapat berasal dari berbagai bahan organik, seperti kelapa sawit, tebu, karet, kelapa, sekam padi, jagung, singkong, kayu, limbah peternakan, dan sampah perkotaan. Jika dimanfaatkan secara optimal, total potensi biomassa di seluruh Indonesia diperkirakan mencapai 31.654 MW.

Saat ini, kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Bioenergi telah mencapai 1.889,8 MW. Dari jumlah tersebut, kapasitas yang tersambung ke jaringan listrik nasional (on-grid) mencapai 206,02 MW, sedangkan kapasitas yang beroperasi secara mandiri (off-grid) lebih dominan, yakni mencapai 1.683,78 MW. Angka ini menunjukkan bahwa pemanfaatan energi biomassa masih memiliki peluang besar untuk ditingkatkan guna mendukung transisi energi berkelanjutan.

#zonaebt #EBTHeroes #Sebarterbarukan

Editor : Alfidah Dara Mukti

Referensi :

[1] Punya Potensi Besar, PLN Kembangkan Biomassa Berbasis Keterlibatan Masyarakat

[2] Optimalisasi Pemanfaatan Biomassa Pengganti Batubara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *