- Pemerintah melirik pembangkit listrik tenaga nuklir sebagai alternatif penghasil listrik dengan emisi yang rendah
- Untuk mengejar agar Indonesia menjadi negara berekonomi maju yang lepas dari jebakan pendapatan kelas menengah, produktivitas sektor industri beserta usaha mikro, kecil, dan menengah harus digenjot melalui peningkatan listrik produksi.
- Nuklir bisa masuk ke dalam energi terbarukan karena sebagian dari limbahnya masih bisa didaur ulang untuk dijadikan bahan bakar.
Khusus di Indonesia, melihat kondisi geografis yang berupa kepulauan, bisa memilih tipe reaktor moduler kecil (small modular reactor) yang biaya operasionalnya tidak terlalu besar. Dari segi limbah PLTN jauh lebih bisa ditampung dibandingkan dengan PLTU yang menggunakan batubara dengan risiko emisi karbon besar dan mencemari udara.
Small modular reactor dan micro reactor menjadi pilihan yang paling baik saat ini dalam pemenuhan kebutuhan energi listrik dan juga sebagai salah satu solusi untuk mendukung strategi bebas emisi CO2 tahun 2060. Selain itu, teknologi micro reactor bisa berdiri sendiri namun juga bisa terintegrasi dengan fasilitas penghasil energi lain seperti air, angin dan energi matahari.
Baca juga:
- Bagaimana Regulasi Kendaraan Listrik di Indonesia?
- How does Hydroelectric Energy work? Click here to find out!
Kedua jenis reaktor tersebut komplementer dengan sumber energi terbarukan yang intermitten, sehingga bisa sebagai backup daya, pembangunannya cepat sekali, sekitar tiga tahun bersamaan dengan penyiapan tapak. Karena lebih kecil sehingga biaya kapitalnya lebih rendah dan cocok dengan daerah remote, bahkan kalau yang small modular bisa juga di kota-kota besar.
Di Indonesia, 70 persen hingga 80 persen limbah reaktor nuklir memiliki aktivitas radiasi rendah hingga sedang. Limbah itu kemudian diolah, disimpan sementara, baru dibuang ke tempat pembuangan khusus di dalam wilayah reaktor. Pilihan kedua ialah mengembalikan limbah yang telah diolah ke negara asal. Indonesia sudah melakukannya pada tahun 1999, 2004, dan 2009.
Indonesia membutuhkan listrik sebanyak 56.000 megawatt untuk 10 tahun ke depan, sementara EBT baru bisa menghasilkan 19.700 megawatt untuk masa satu dekade nanti. PLT EBT di satu sisi tetap harus mengembangkan diri agar kompetitif, di sisi lain PLTN bisa juga mulai diolah karena semakin banyak sumber energi beremisi rendah selain tidak berat bagi lingkungan juga menambah arus listrik ke masyarakat.
Baca juga:
- Bicara Nasib PLTU Pasca Presidensi G20: Pensiun Dini?
- Prospek Emas Investasi Energi Hijau, Sektor Swasta Berperan Penting!
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) turut concern dengan isu lingkungan dan perubahan iklim dengan mendukung target Net Zero Emmission (NZE) di tahun 2060, terutama dalam pemenuhan kebutuhan listrik di Indonesia ke depan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh BRIN melalui Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) adalah dengan terus melakukan pengembangan teknologi energi nuklir untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang saat ini masih dalam tahap pengkajian.
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan teknologi energi nuklir di Indonesia, antara lain faktor biaya, waktu, skill atau kemampuan SDM serta faktor budaya dan keselamatan. Faktor budaya dan keselamatan termasuk limbah dari penggunaan nuklir juga harus menjadi perhatian dalam pengembangan energi nuklir ke depan. Teknologi nuklir bukan hal yang simpel, dia mengandung risiko, maka penanganannya perlu skill yang canggih karena ada persoalan keselamatan.
zonaebt.com
Renewable Content Provider
Editor : Bunga Pertiwi
#sebarterbarukan #zonaebt #PLTN #Nuklir #Energi #Teknologi
Referensi:
http://www.apbi-icma.org/news/1930/pembangunan-pltn-kian-dipertimbangkan
1 Comment