Mewujudkan Masa Depan Ramah Lingkungan Melalui Perubahan Besar di Dunia F1

Mobil-mobil Formula 1 saat bertanding di sirkuit. Sumber: nmaa.co.id

Balapan Formula 1 telah lama dikenal sebagai salah satu ajang olahraga otomotif paling bergengsi di dunia. Sebagai perlombaan yang menuntut kecepatan dan teknologi tinggi, F1 menjadi laboratorium inovasi di industri otomotif.

Namun, di tengah meningkatnya kesadaran akan dampak perubahan iklim, tekanan untuk membuat olahraga ini lebih ramah lingkungan semakin kuat. Salah satu langkah nyata yang kini menjadi perhatian adalah transisi F1 menuju penggunaan energi baru terbarukan. Perubahan ini tidak hanya mendukung
keberlanjutan lingkungan, tetapi juga memberikan peluang bagi F1 untuk menjadi pelopor dalam inovasi teknologi hijau.

Emisi Karbon yang Dihasilkan Formula 1

Industri olahraga, termasuk Formula 1, memiliki kontribusi signifikan terhadap emisi karbon global. Berdasarkan laporan Formula 1 pada tahun 2019, emisi karbon tahunan dari olahraga ini diperkirakan mencapai sekitar 256.000 ton CO2 (Formula1.com, 2019). Emisi tersebut sebagian besar berasal dari transportasi tim dan peralatan yang memerlukan perjalanan antarnegara dan benua, serta konsumsi energi di sirkuit.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran global tentang perubahan iklim, terdapat tekanan besar dari
pemerintah, organisasi lingkungan, dan masyarakat untuk mendorong F1 beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.


Sebagai olahraga berbasis teknologi, F1 memiliki tanggung jawab untuk menjadi teladan dalam mengadopsi inovasi berkelanjutan. Dengan teknologi tinggi yang dimilikinya, F1 dapat memimpin dalam pengembangan solusi energi hijau yang tidak hanya mengurangi dampak lingkungan olahraga itu sendiri, tetapi juga memberi contoh untuk sektor lain.

F1 berpotensi memanfaatkan teknologi dalam kendaraan, bahan bakar ramah lingkungan, dan sistem energi di sirkuit untuk mengurangi jejak karbonnya. Langkah ini akan mendukung agenda global, seperti yang diatur dalam kesepakatan paris 2015, yang bertujuan untuk menurunkan emisi karbon dan membatasi kenaikan suhu global di bawah 1,5°C (UNFCCC, 2015).


Transisi F1 menuju energi terbarukan menjadi kebutuhan yang mendesak dan merupakan langkah strategis dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Selain mendukung tujuan keberlanjutan global, inisiatif ini juga memberikan peluang bagi F1 untuk berinovasi dan memimpin revolusi energi hijau di dunia olahraga.

Dengan beralih ke bahan bakar sintetis, F1 tidak hanya berkontribusi pada penurunan emisi karbon, tetapi juga menginspirasi industri olahraga lainnya untuk mengikuti jejak yang sama dan mempercepat adopsi solusi berkelanjutan di seluruh dunia.

Baca Juga



Langkah Formula 1 Menuju Keberlanjutan

Dalam beberapa tahun terakhir, Formula 1 telah menunjukkan komitmen yang nyata untuk mengurangi dampak lingkungannya. Salah satu inisiatif utama yang diluncurkan adalah penggunaan bahan bakar berkelanjutan. Pada musim 2026, F1 berencana untuk menggunakan bahan bakar sintetis yang terbuat dari biomassa atau limbah. Bahan bakar ini dirancang untuk menghasilkan emisi karbon nol bersih, yang berarti tidak ada penambahan karbon dioksida ke atmosfer meskipun digunakan dalam jumlah besar selama balapan.


Selain itu, untuk mengurangi emisi karbon, F1 juga telah mengadopsi mesin hybrid dengan kapasitas mesin yang lebih kecil. Hal ini memungkinkan efisiensi bahan bakar lebih baik dan pengurangan emisi lebih signifikan.

Mesin hybrid ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 2014 untuk menggantikan mesin tradisional yang lebih besar dan lebih boros bahan bakar. Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi ambisius F1 Net Zero Carbon. Adapun tujuannya untuk mencapai karbon netral pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan tekad F1 untuk memimpin industri olahraga dalam hal keberlanjutan dan perlindungan lingkungan.

Sirkuit Silverston Inggris. Sumber: okezone.com

Sirkuit balapan itu sendiri turut berperan dalam pengurangan jejak karbon F1. Sirkuit Silverstone di Inggris (tuan rumah salah satu balapan ikonik F1) telah mengadopsi sistem energi surya untuk mendukung operasional mereka. Dengan memasang panel surya di berbagai area sirkuit, Silverstone tidak hanya mengurangi konsumsi energi dari sumber fosil, tetapi juga membantu menginspirasi sirkuit lainnya di seluruh dunia untuk mengikuti jejaknya.

Inisiatif ini menunjukkan bahwa pengelolaan keberlanjutan dalam F1 melibatkan seluruh elemen balapan, mulai dari pembalap hingga penyelenggara sirkuit. Elemen-elemen tersebut berusaha mengurangi dampak lingkungan olahraga motorsport yang sangat bergantung pada kecepatan dan teknologi canggih itu.

Manfaat Penggunaan Energi Baru Terbarukan dalam F1

Penggunaan energi baru terbarukan di Formula 1 membawa banyak manfaat, terutama
dalam mengurangi dampak lingkungan. Emisi karbon yang dihasilkan akan berkurang secara signifikan sehingga menjadikan F1 sebagai olahraga yang lebih ramah lingkungan. Dengan demikian, langkah ini sejalan dengan upaya global dalam mengatasi perubahan iklim dan menjaga keberlanjutan lingkungan (Forbes, 2023).

Selain itu, F1 dapat berfungsi sebagai platform efektif untuk mempromosikan teknologi hijau kepada masyarakat global. Jumlah penonton F1 lebih dari 6,5 juta sepanjang musim 2024 dan diadakan di 21 negara berbeda. Hal ini menandakan bahwa F1 memiliki jangkauan yang luas untuk menyebarkan kesadaran tentang pentingnya teknologi berkelanjutan.

Teknologi canggih yang dikembangkan untuk keperluan balapan berpotensi besar diadaptasi untuk
kendaraan komersial. Hal ini tidak hanya membantu mempercepat transisi menuju transportasi berkelanjutan, tetapi juga memotivasi industri otomotif global untuk mengikuti jejak inovasi F1 dalam penggunaan energi baru terbarukan.

Perusahaan Energi Aramco Menjadi Sponsor Formula 1. Sumber:motorsportimages.com

Keuntungan lainnya adalah kemampuan F1 untuk menarik sponsor baru yang peduli pada keberlanjutan, seperti perusahaan energi hijau dan teknologi lingkungan. Dengan hadirnya sponsor-sponsor ini, peluang pendanaan baru terbuka serta mendukung keberlanjutan olahraga tersebut.

Selain itu, langkah ini juga meningkatkan reputasi F1 di mata publik, terutama di kalangan generasi muda yang semakin peduli terhadap isu lingkungan. F1 tidak hanya menjadi olahraga berkelas dunia, tetapi menjadi simbol komitmen terhadap masa depan energi hijau.

Baca Juga



Tantangan yang Dihadapi F1 Menuju Berkelanjutan

Formula 1 tengah berupaya mengurangi jejak karbonnya dan beralih ke energi terbarukan dengan tujuan mencapai netralitas karbon pada 2030. Salah satu langkah utama dalam perjalanan ini adalah pengembangan bahan bakar sintetis yang ramah lingkungan. Meskipun ini adalah langkah positif, transisi menuju energi terbarukan tidaklah mudah. Pengembangan bahan bakar sintetis yang mampu memenuhi tuntutan performa mesin balap F1 sangatlah kompleks. Bahan bakar ini harus memiliki kualitas yang setara dengan bahan bakar fosil yang saat ini digunakan untuk mencapai kecepatan dan daya tahan tinggi sesuai dengan kriteria dalam dunia balap. Proses riset dan pengembangan membutuhkan waktu yang cukup lama dan uji coba intensif untuk memastikan bahwa bahan bakar tersebut dapat bersaing dengan bahan bakar fosil, yang jelas merupakan tantangan besar.


Selain masalah teknis, biaya pengembangan bahan bakar ramah lingkungan menjadi
tantangan lainnya. Pengembangan dan penerapan teknologi ini memerlukan investasi yang
sangat besar, yang mungkin menjadi beban bagi tim-tim kecil di F1. Tim yang memiliki
anggaran terbatas akan kesulitan mengikuti perkembangan teknologi ini. Dengan kata lain, berisiko
memperlebar kesenjangan antara tim besar dan tim kecil. Hal ini berpotensi menciptakan ketidakadilan dalam kompetisi, di mana tim-tim kecil tidak mampu bersaing dengan tim besar yang memiliki sumber daya lebih banyak untuk berinvestasi dalam teknologi baru. Ini juga bisa mempengaruhi daya saing F1 secara keseluruhan karena hanya tim dengan dana lebih besar yang dapat bertahan dalam era energi terbarukan ini.

Penonton Formula 1 di Sirkuit Monaco. Sumber: formula1.com

Tantangan lain yang dihadapi F1 dalam transisi ini adalah resistensi dari penggemar dan pihak terkait yang sudah terbiasa dengan format balap yang ada. Mesin pembakaran internal yang menghasilkan suara khas dan memberikan pengalaman unik dalam balapan merupakan bagian tak terpisahkan dari daya tarik F1. Dengan peralihan ke bahan bakar ramah lingkungan, sangat mungkin terdapat perubahan dalam suara dan performa mesin yang berdampak pada menurunnya daya tarik bagi penggemar. Tidak jarang bagi mereka yang mencintai tradisi dan sensasi balapan dengan mesin konvensional merasa cemas terhadap perubahan ini. Oleh karena itu, penting bagi F1 untuk menjaga keseimbangan antara inovasi dan elemen-elemen tradisional yang telah lama menjadi ciri khas olahraga ini.

Di sisi lain, meskipun tantangan-tantangan tersebut ada, upaya F1 untuk mengurangi dampak lingkungan patut diapresiasi. Langkah ini mencerminkan komitmen Formula 1 untuk menjadi lebih berkelanjutan dan memimpin industri otomotif dalam hal inovasi energi terbarukan. Seiring waktu, teknologi bahan bakar ramah lingkungan akan semakin berkembang dan efisien. Dengan demikian, diharapkan dapat mengurangi biaya dan meningkatkan daya saingnya. Dengan adanya investasi yang tepat dan dukungan dari penggemar serta tim, transisi ini dapat berhasil, membawa F1 lebih dekat ke tujuannya untuk mencapai netralitas karbon pada 2030 dan menjadi contoh bagi dunia olahraga lainnya.

Transisi Formula 1 menuju penggunaan energi baru terbarukan merupakan langkah penting dalam mendukung keberlanjutan lingkungan dan mempromosikan inovasi teknologi hijau. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, manfaat jangka panjangnya jauh lebih besar, baik untuk dunia otomotif itu sendiri maupun lingkungan.

Sebagai ajang olahraga yang selalu menjadi pusat perhatian global, F1 memiliki
tanggung jawab untuk menjadi teladan dalam mengadopsi teknologi berkelanjutan. Dengan
langkah-langkah yang tepat, F1 dapat membuktikan bahwa kecepatan dan keberlanjutan
dapat berjalan beriringan, menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi generasi
mendatang.

#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes

Editor: Aghnia Tazqiah

Artikel ini dibuat oleh Kontributor: Ariel Naillul Authar