
Jakarta, 14 Februari 2025 – ZONAEBT mengadakan acara Forum Karbon: Masa Depan Proyek Karbon di Indonesia yang diadakan secara online melalui Zoom. Dalam acara ini tentunya menghadirkan berbagai ahli, praktisi dan pemangku kepentingan dari sektor lingkungan, pemerintah, dan industri yang di mana bekerja sama demi meraih target pengurangan emisi karbon nasional.
Acara ini ditujukkan untuk membahas serta mengkaji kesempatan, tantangan juga solusi mengenai proyek karbon di Indonesia. Tak hanya itu, dalam acara ini kita juga bisa mengedukasi bagaimana caranya bisa berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon itu sendiri. Pada acara Forum Karbon ini mengundang Joko Tri Haryanto, di mana beliau merupakan direktur utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup juga mengundang pembicra lainnya seperti Mbak Emi Primadona dari Komunitas Konservasi Indonesia, Mas Agus Pratamari dari Landap Indonesia, Mas Kevin dari Gaya Indonesia.
Acara ini terbagi dalam dua sesi, sesi 1 dan 2 kemudian dilanjut sesi 3 dan 4, Pada sesi 1 dan 2 membahas mengenai bagaimana non pemerintah bisa berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon.
Mengapa pengurangan emisi karbon terdengar diperlukan dan genting? Karena di Indonesia hal ini masih menjadi persoalan terutama terkait pendanaan untuk mengurangi emisi karbon itu sendiri seperti yang disampaikan oleh pembicara “Untuk mencapai target indendisi 2030 itu butuh finansial sekitar 280 bilion us dolar atau hampir sekitar 4.000 triliun, tentu hal ini luar biasa sekali, masahnya adalah kapasitas pendanaan pemerintah sendiri tidak lebih dari 34% setiap tahunnya untuk mencapai target indendisi 2030”.
Atas dasar masalah itu diharapkan Lembaga non pemerintah juga mampu turut berkontribusi salah satunya dengan cara menerapkan mekanisme carbon pricing atau bisa juga disebut nilai ekonomi karbon yang sebenarnya kita dapat lihat dalam sudut pandang regulasi Perpres 98 tahun 2021, nilai ekonomi karbon dimana kita dapat melihat ada empat makna dalam skema carbon pricing yang bisa diterapkan di Indonesia, Skema yang pertama adalah skema perdagangan karbon, skema yang kedua adalah R B payment, skema ketiga adalah pengenaan pungutan atas karbon, skema yang keempat adalah skema yang lain.
Menariknya dalam hal ini Indonesia jika dikaitkan dengan terhadap Paris agreement atau kesepakatan Paris atau juga bisa disebut perjanjian Paris, karena masing-masing memiliki konsekuensi serta mekanismenya tersendiri salah satunya seperti yang kita bisa lihat Ris bas paymen, di mana sudah dijalankan secara penuh oleh Indonesia, dimana menjalankan mekanisme Res payment yang berdasarkan kesepakatan Paris di artikel 5 di mana bersifat insentif atau kompensasi yang diberikan oleh negara khususnya negara-negara maju kepada negara berkembang yang mampu membuktikan kinerja positif. Jika dilihat berdasarkan portofolio sektor yang ada di dalam indc yang berhasil menjalankannya hingga sampai saat ini berasal dari sektor berbasis lahan khususnya kehutanan.
Selain carbon pricing juga bisa dengan perdagangan karbon, mengenai hal ini menariknya juga Indonesia sudah pernah menjalankan praktik perdagangan karbon domestik melalui bursa atau secara langsung, hanya saja pasca penetapan peraturan perpresn 2021 mengenai tata kelola pengelolaan nilai ekonomi karbon khususnya perdagangan karbon ini perlu diperbaiki guna memberikan kepastian terkait karbon trading itu sendiri.
Dalam mengenai potensi pengembangan mengenai perdagangan karbon, nantinya dapat dilihat dari tahapan peraturan mengenai kesiapan peta jalan yang kemudian juga prosedur harus dipersiapkan dengan baik sebelum terjadinya perdagangan karbon itu sendiri yang dimana kemudian dijalankan serta diterapkan. Namun, hal ini meninggalkan pertanyaan ” Apa peranan bpdlh dalam perdagangan karbon itu sendiri? Karena apabila pada mekanisme yang Res bas payment sendiri sudah jelas bahwa bpdlh mengelola dana-dana hasil Risal base payment atau Risal bas kribusi”.
Sebelum menuju rangkaian acara terakhir, sesi tanya jawab, Pak Joko juga mengutarakan pendapatnya mengenai perdagangan karbon “…Kalau demandnya naik kemudian suplainya tidak ada atau suplainya besar diandnya tidak ada maka pasar tidak akan ketemu nah ini yang mungkin bisa dibantu juga via ppdlh selain ada beberapa hal yang memang harus diselesaikan dan upgrade”
Berikutnya pada rangkaian acara terakhir, sesi tanya jawab, ditutup dengan pertanyaan mengenai skill khusus apa yang benar diperlukan jika ingin bergabung dengan bpdlh.
Mengenai pertanyaan tersebut, Pak Joko menjawab: “Salah satu skill khusus yang diperlukan pastinya nasionalisme dan cinta tanah air karena itu merupakan nilai lebih selain itu juga kemauan untuk bekerja keras yang dimana juga menjadi syarat utama. Jika kita mellihat dari apa yang menjadi lesson yang dikerjakan di ppdlh, kita dapat melihat bahwa kita butuh banyak menguasai hal tersebut atau istilahnya kepakaran terkait dengan lingkungan hal tersebut bicaranya valuasi kemudian penilai berikutnya saegard, ada spesialis ada gender, lalu Sal kflik, kemudian kita bicara penilai karbon validasi dan lain-lainnya. Dimana sebetulnya adalah masa depan Green job yang menurut juga disiapkan dengan baik, termasuk perlunya peran institusi akademik itu sendiri baik lewat perguruan tinggi ataupun lewat mekanisme sertifikasi”. Demikianlah sesi 1 dan 2 selesai.
Kemudian berlanjut pada sesi 3 dan 4 dimana membahas reforestasi yang dimana masih berkaitan dengan topik yang sebelumnya dibahas pada sesi 1 dan 2. Pada awal sesi ini dibuka oleh pertanyaan dari moderator, Mba Alma, pertanyaan tersebut mengenai apa arti sebenarnya mengenai proyek karbon yang berbasis avolu, dimana pertanyaan ditujukan untuk Mbak Emi.
Beliau menjawab “Berkaitan dengan pembicara sebelum yang telah membahas mengenai energi, dimana ketika kita membicarakan mengenai permasalahan perubahan iklim menjadi kekhawatiran secara global dimana mengenai konsentrasi gas rumah kaca itu membesar sehingga atmosfer tak mampu menampung lagi lebih dari daya tampung bumi, dimana salah satu pemicunya merupakan dari sektor energi fosil fuel dan lain-lain sebagainya juga aktivitas industri manusia, Aktivitas manusia , Kebakaran hutan dan lain-lain”.
“Allah subhanahu wa taala sendiri telah menciptakan tumbuh-tumbuhan pohon pohon hutan-hutan guna menyerap emisi yang dapat menyebabkan gas rumah kaca, melalui fotosintesis pada tumbuhan itu sendiri, dimana dari awalnya udara kotor diubah menjadi oksigen. Maka dari itulah kaitan bagaimana peranuestasi forest Land CH berkaitan dengan isu perubahan iklim”.
“Hal ini seperti layaknya dua sisi mata uang, Satu sisi jika tidak bisa dipertahankan justru menghasilkan emisi sangat banyak, namun, apabila bisa dijaga malah menjadikannya mampu untuk menyimpan atau menyerap emisi dan menghasilkan oksigen, jadi bisa dapat dikatakan bahwa yang benar mampu menstabilkan bumi terkait mengenai lonjakan emisi gas rumah dari sektor hutan dan lahan. Itulah mengapa menjadi penting karena salah satunya yang mampu untuk menstabilkan iklim atau mencegah global warming.”
Kemudian dalam sesi ini dilanjut oleh Mas Agus Pratamari, dimana moderator bertanya mengenai urgensi dari proyek karbon di avolu di Indonesia terutama terhadap penurunan emisi dan potensinya di Indonesia.
Mengenai hal tersebut, Mas Agus menjawab “Terkait urgensinya, sebenarnya telah mendunia, dimana seperlima hingga seperempat emisi global disebabkan oleh deforestasi karena kita itu secara terus menerus kehilangan hutan, di Indonesia hal ini menjadi menarik karena sebenarnya deforestasi makin lama makin kecil. Kita pernah menghabiskan hutan hingga mencapai lebih dari 2 juta hektar per tahun yang dimana terjadi 10 tahun, berikutnya 1 juta hektar tapi yang terjadi sekitar tahun ini atau mungkin 2 atau 3 tahun yang lalu. Dimana sekitar penurunannya sekitrar ratusan ribu dalam 10 tahun, hampir 10 tahun itu sendiri ada 90%, berarti Indonesia sendiri punya target pada tahun 2030 dan dalam 5 tahun lagi Indonesia pada sektor volu, sektor forest, and other land uses harus meraih apa yang disebut dengan net sink dimana karbon yang diserap oleh hutan jumlahnya harus lebih banyak dibanding karbon yang diemisikan pada tahun 2030”.
“Untuk targetnya sendiri tak hanya mengurangi deforestasi namun juga menambah jumlah hutan gitu, jadi tak hanya mencegah hutan yang bagus itu hilang namun juga menambah area yang lahan kritis menjadi hutan lagi”.
“Guna mencapai net Zero ya pada tahun60 atau lebih itu tidak akan mungkin terjadi kalau tidak ada penyerapan dari sektor hutan”.
“Pentingnya hutan ini sendiri harus kita konservasi, Kita juga harus tambahkan hingga jumlahnya menjadi bermanfaat sebagai penyerap eh karbon dan untuk menurunkan emisi dan beragam hal lainnya yang bisa kita manfaatkan”.
Lalu pada sesi ini dilanjut oleh pembicara ketiga kita, Mas Kevin, yang diberikan pertanyaan mengenai apa kaitannya terkait aforestasi dengan proyek karbon dan bagaimana bisa berkontribusi terhadap pasar kargon yang ada di Indonesia maupun internasional.
Mas Kevin kemudian menjawab “Mengenai keterkaitannya bagaimana nantinya proyek karbon yang berbasis Apol ini turut andil secara nasional maupun internasional itu juga perlu diperhatikan. Ada Tiga hal penting jika kita berbicara mengenai kontribusi ini, Tentunya karbon ini tak akan lepas dari iklim, berikutnya, terkait dengan biodiversitas dan ketiga terkait dengan komunitas karena berawal dari berdirinya perusahaan kami itu sendiri menekankan caranya untuk melindungi hutan serta menjaga keanekaragaman hayati dan bagaimana caranya memberikan manfaat terhadap masyarakat sekitar juga pelaku usaha”.
“Sehingga kita dapat meyakinkan juga melakukan hal-hal penting dan berdampak kepada masyarakat mengenai proyek karbon avolu ini lebih terintegritas dan lebih dipercayai sehingga dengan adanya sistem monitoring yang sistematis juga adanya seperti verifikasi serta validasi dari lembaga-lembaga lvv ataupun vvb”.
“Apabila ingin mengakses ke internasional itu vvb, untuk lokal, vb. Nantinya hasil monitoring tersebut dan dari hasil verifikasi itulah nantinya proyek karbon di Indonesia dapat berkontribusi terutama mengenai hal yang telah disinggung Pak Agus, dimana mampu mencapai net Zero pada tahun 2030”.
Pada puncak acara ini, diselenggarakan juga softcase inovasi berjudul judul inovasi teknologi untuk percepatan proyek karbon berkelanjutan dengan Zaki Naval Sahandaran, dimana beliau merupakan senior bus development and climate solution South Asian region. Pada sesi acara ini beliau banyak memaparkan mengenai inovasi teknologi guna percepatan pengurangan emisi karbon yang juga menjaga social biodiversity and community impact.
Ada pernyataan menarik dari beliau sebelum menutup sesi ini “…Apapun yang kalian kerjakan saat ini di landscape sustainability atau bagi kalian yang masih belajar mengenai sustainability, ada banyak sekali orang yang terkena dampak dari perubahan iklim seperti teman saya, dengan memburuknya polusi di Jakarta sekarang, disebabkan oleh bis Jakarta yang dimana menghambat saya untuk beraktivitas, sehingga ada beberapa masalah pernafasan.
“Jadi, in The Future if working in the sustainable landcape doing sustainability practices di kehidupan masing-masing dan itu akan memiliki dampak yang sangat bermakna. Tidak usah jauh-jauh mencari contohnya, bisa kalian kalian rasakan sendiri dampaknya. Tolong apa yang kalian lakukan saat kalian keluar juga perhatikan untuk orang-orang lain.
“Saya rasa jadi itu bakal ada dampaknya dalam 10 tahun lagi atau mungkin sekarang jika belum terlihat impactnya, dengan melalui carbon Project, meski perlu waktu lama, saya coba beli karena what we do now itu bakal ada impactnya di di waktu yang akan datang”.
Melalui acara ini membantu kita melihat bahwa meskipun kita terkendala dengan biaya untuk mewujudkan target pengurangan emisi karbon, kita masih bisa mewujudkannya melalui Lembaga non pemerintah dengan cara menerapkan mekanisme carbon pricing serta perdagangan karbon. Seperti yang kita telah kita ketahui sebelumnya, bahwa menariknya baik mekanisme carbon pricing dan perdagangan karbon sudah terlaksana cukup baik namun kita masih memerlukan prosedur yang dimana harus dipersiapkan lebih baik terutama mengenai perdagangan karbon.
Lebih dari itu kita juga melihat bagaimana sektor kehutanan juga bisa turut andil dalam membantu pengurangan emisi karbon serta kita juga dengan teknologi terkini kita dapat juga membantu mengurangi emisi karbon.
Seperti yang telah dinyatakan oleh pembicara sebelumnya, apapun yang kita lakukan saat ini meski dari hal kecil nantinya juga akan berdampak besar baik untuk diri kita sendiri maupun orang lain. Jadi mulai saat ini juga kita mari mulai berkontribusi melalui hal-hal yang sederhana, meski kecil dan terlihat sedikit dampaknya, lama kelamaan bisa jadi berdampak besar.
Tentang ZONAEBT
ZONAEBT merupakan startup platform informasi dan edukasi energi terbarukan di Indonesia, yang telah berdiri sejak April tahun 2021 dan secara aktif mendukung transisi energi yang berkeadilan serta tidak ada yang tertinggal. Memiliki visi memberdayakan setiap individu dan organisasi untuk bertransisi menuju energi yang berkeadilan dan berkelanjutan serta misi kami tahu kesuksesan kami – di masa lalu, saat ini, dan masa depan dibangun berdasarkan kami tumbuh & berkembang disisi Anda. Ekosistem ini memberikan warisan dan masa depan kita.