Keren! BRIN Sulap Sisa Tambang Jadi Sumber Energi Baru

Ilustrasi Bekas Aktivitas Pertambangan. Sumber: pixabay.com
  • Area bekas pertambangan menjadi sumber masalah sosial dan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik
  • BRIN melakukan inovasi teknologi pemisahan mineral yang mengurai kandungan logam dalam monasit
  • Monasit memiliki unsur logam tanah jarang yang sangat berharga untuk industri energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan
  • Pengelolaan area pasca-tambang perlu menjadi perhatian penting stakeholders terkait

Aktivitas pertambangan sering kali terjegal oleh berbagai masalah kompleks terutama yang berkaitan dengan aspek lingkungan. Wilayah yang dijadikan area pertambangan cenderung menjadi sumber berbagai penyebab bencana alam dan masalah sosial di masyarakat yang terdampak. 

Tidak sampai di situ, area bekas pertambangan terkadang tidak dikelola dengan baik yang kemudian menjadi lahan tandus dan tidak produktif. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam rentang tahun 2011 – 2018, ada 32 korban jiwa yang tenggelam akibat bekas lubang galian tambang batubara di Indonesia.  Hal ini tidak lepas dari lemahnya regulasi yang mengatur pengelolaan pasca aktivitas pertambangan di Indonesia.

Di tengah masalah tersebut, Badan Riset dan Inovasi (BRIN) tengah berinovasi dengan menerapkan teknologi yang bisa mengolah bekas kandungan monasit bekas aktivitas pertambangan menjadi sumber energi baru. Inovasi ini dianggap sebagai langkah besar untuk mencapai kemandirian energi dan teknologi yang ramah lingkungan di masa depan. 

Berasal dari Sisa Bekas Tambang Timah

Ilustrasi Logam Tanah Jarang (LTJ). Sumber: miningnewsnorth.com

Dengan teknologi memadai, sisa bekas tambang timah menyimpan sumber energi yang sangat berharga yang dikenal dengan nama monasit. Monasit adalah mineral fosfat berwarna coklat kemerahan yang mengandung logam tanah jarang (LTJ). Dalam logam ini terkandung berbagai unsur yang sangat berguna, seperti lanthanum, neodymium, praseodymium, cerium, dan yttrium

Monasit juga memiliki peran penting untuk mendukung transisi energi terbarukan, karena memiliki kemampuan sebagai bahan baku baterai listrik, elektronik, industri penerbangan, kendaraan militer, dan turbin angin yang lebih ramah lingkungan. Uni Eropa juga memperkirakan permintaan LTJ yang terkandung dalam monasit akan meningkat dalam 50 tahun ke depan. Selain itu, mineral ini mengandung thorium yang bersifat radioaktif dan bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). 

Baca Juga:



Di Indonesia, LTJ tersebar di sebagian besar Pulau Bangka Belitung, dengan kandungan monasit mencapai 186.663 ton. Selain itu, mineral ini juga ditemukan di Sumatera Utara sebesar 19.917 ton, Kalimantan Barat 219 ton, dan Sulawesi Tengah 443 ton.

Beberapa pihak di Indonesia, seperti PT Timah dan dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), bahkan telah melakukan penelitian pengolahan monasit menjadi karbonat, monasit hidroksida, dan monasit oksida. Dengan demikian, potensi-potensi yang ada tersebut menjadi sumber daya yang perlu dioptimalkan penggunaannya untuk mendukung transisi energi di Indonesia.

Diolah Menjadi Sumber Energi Baru yang Mendukung Transisi Energi

Fasilitas Kawasan Sains dan Teknologi G.A Siwabessy Milik BRIN. Sumber: brin.go.id

Untuk mengolah kandungan yang ada di dalam monasit menjadi sumber energi yang baru, tentu memerlukan riset dan penerapan teknologi yang memadai. Saat ini, BRIN merespon potensi tersebut dengan membangun fasilitas pengolahan monasit di Kawasan Sains dan Teknologi (KST) GA Siwabessy, Jakarta Selatan.  KST ini berfokus pada layanan inovasi dan layanan berbasis nuklir yang terintegrasi langsung dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). 

Adanya fasilitas ini memungkinkan monasit bisa diolah lebih lanjut melalui berbagai tahap, mulai dari penggilingan, pencucian alkali, hingga penggunaan peralatan asam untuk memisahkan uranium dan thorium. Monasit yang awalnya hanya menjadi sisa aktivitas pertambangan, bisa dimanfaatkan sebagai sumber uranium dan thorium yang berguna untuk industri nuklir. 

BRIN juga menggandeng pihak swasta untuk turut bekerja sama terkait teknologi pengolahan LTJ. Pihak yang terlibat adalah Mining Industry Indonesia (MIND ID) dan PT Rekayasa Industri. Kerja sama ini tidak hanya sebatas riset dan pengembangan teknologi saja, tetapi diharapkan mampu sampai tahap komersialisasi dan industrialisasi LTJ di Indonesia.

Dengan menguasai teknologi pengolahan monasit BRIN berharap bisa menjadi langkah besar penggunaan tenaga nuklir di tahun 2033. Langkah ini dilakukan sebagai upaya transisi energi yang lebih ramah lingkungan. Monasit sebagai sumber LTJ bisa dikelola menjadi berbagai produk, seperti lanthanum, neodymium, praseodymium, cerium, dan yttrium untuk pengaplikasian transisi energi.

Belajar dari Tiongkok

Tiongkok merupakan negara yang memiliki cadangan LTJ terbesar di dunia. Negara ini juga menjadi produsen LTJ utama dunia dengan produksi sebesar 270.000 metrik ton di tahun 2024.

Meskipun menduduki peringkat pertama dunia, Tiongkok memiliki regulasi yang tegas dalam mengelola sumber LTJ mereka. Hal itu dilakukan dengan cara mengendalikan pertambangan LTJ yang dilakukan secara ilegal, serta membatasi produksi dan ekspornya. Tiongkok melakukan hal tersebut untuk menjaga pasokan dan harga LTJ tetap stabil, mengingat pada tahun 2010 harganya melonjak tinggi.

Kebijakan yang diambil Tiongkok bisa menjadi percontohan bagi Indonesia sebelum mengelola lebih jauh sumber LTJ yang ada. Perlu perencanaan dan eksekusi yang matang agar sumber energi ini bisa dimanfaatkan dengan optimal dan tidak menimbulkan kerugian bagi Indonesia sendiri.

Baca Juga:



Pengelolaan Area Pasca-Tambang yang Berkelanjutan

Reklamasi lahan bekas tambang PT Vale Indonesia. Sumber: kumparan.com/Angga Sukmawijaya

Potensi monasit menjadi kabar baik untuk mendukung ketahanan energi, dan transisi energi yang berkelanjutan. Inovasi yang dilakukan oleh BRIN juga menjadi tanda perkembangan teknologi yang ada di Indonesia saat ini. 

Namun, aktivitas pertambangan hendaknya tidak berhenti pada tahap eksploitasi saja. Perlu ada strategi pengelolaan area pasca-tambang yang bisa memastikan aspek lingkungan sebagai fokus perhatian yang tidak bisa dikesampingkan. Pemanfaatan monasit sebagai sumber energi sisa aktivitas pertambangan tentu memiliki nilai yang sangat berharga, tetapi perlu diselaraskan dengan regulasi yang mengatur pengelolaan lingkungan akibat aktivitas pertambangan. 

Revitalisasi kawasan bekas pertambangan bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti reklamasi lahan, penghijauan area bekas tambang, membentuk area konservasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pengelolaan area pasca-tambang memerlukan tindakan dan regulasi yang komprehensif dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan sekitarnya.

#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes #makintahuindonesia

Editor : Alfidah Dara Mukti

Referensi:

[1] Bahaya Bekas Lubang Tambang

[2] Meet monazite, a pathfinder to rare earth elements

[3] Pengembangan Logam Tanah Jarang Fokus pada Monasit yang Melimpah

[4] KST G.A. Siwabessy Fokuskan Layanan Pemanfaatan Teknologi Nuklir 

[5] BRIN Kembangkan Teknologi Pengolahan Monasit Dukung Energi Nuklir dan Transisi Energi 

[6] Rare Earths Reserves: Top 8 Countries 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *