- Kebakaran di Los Angeles, salah satu faktornya adalah perubahan iklim yang disebabkan pemanasan global.
- Penyebab pemanasan global adalah peningkatan gas rumah kaca seperti CO2, metana, dan nitrogen oksida di atmosfer, yang sebagian besar disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan kegiatan industri.
- Kondisi penggunaan energi primer di Indonesia yang masih didominasi oleh batubara dan gas bumi.
- Target zero emisi di Indonesia bertujuan untuk mencapai net-zero emisi pada tahun 2060 atau lebih cepat dengan mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan beralih ke sumber energi terbarukan.
Sobat EBT Heroes, dunia kembali dikejutkan oleh kebakaran hebat di Los Angeles yang melahap 26.000 hektar lahan di Pacific Palisades dan Altadena. Lebih dari 1.500 bangunan hancur, dan 100.000 orang terpaksa mengungsi. Tragedi ini menambah daftar bencana akibat perubahan iklim dan menjadi pengingat penting bagi Indonesia untuk lebih siap menghadapi ancaman serupa.
Kebakaran hutan ini dipicu oleh cuaca ekstrem, termasuk angin kencang hingga 160 km/jam. Namun, para ilmuwan menegaskan bahwa perubahan iklim turut mempercepat perubahan pola cuaca, membuat bencana ini semakin sulit dikendalikan. Sobat EBT Heroes, mari kita pahami lebih dalam apa saja yang menyebabkan perubahan iklim.
Pemanasan Global dan Efek Gas Rumah Kaca
Salah satu penyebab perubahan iklim adalah pemanasan global, yang terjadi akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Penyebab utama perubahan iklim ini adalah aktivitas manusia, seperti kegiatan industri, yang menghasilkan gas rumah kaca seperti CO2 dan chlorofluorocarbon. Salah satu gas rumah kaya yang paling berpengaruh adalah karbondioksida, yang umumnya berasal dari penggunaan batu bara, minyak bumi, gas, serta penggundulan dan pembakaran hutan. Selain itu, asam nitrat yang dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, juga turut berkontribusi dalam perubahan iklim. Tak kalah penting, emisi metana yang berasal dari industri dan pertanian juga turut memperburuk kondisi ini.
Baca Juga
- ACEXI Tegaskan Komitmen Mengakselerasi Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon yang Berkualitas
- SLB dan Star Energy Geothermal Umumkan Kolaborasi Teknologi
- Pertarungan Karbon: Metode Penangkapan CO2 yang Berbeda. Mana yang Lebih Efektif?
Seiring dengan peningkatan gas rumah kaca, pemanasan global yang terjadi akibat perubahan dalam pola radiasi panas matahari yang masuk ke atmosfer. Sebagian panas diserap oleh permukaan bumi dan dipantulkan kembali ke angkasa. Namun, gas rumah kaca seperti CO2, metana (CH4), dan nitrogen oksida (N2O) menahan sebagian panas di atmosfer, menyebabkan suhu bumi meningkat. Mekanisme ini dikenal dengan efek gas rumah kaca. Peningkatan suhu ini berdampak pada cuaca ekstrem, seperti banjir, kekeringan, dan peningkatan permukaan laut yang dapat menenggelamkan pulau-pulau kecil. Walaupun pemanasan global sulit diatasi, tetapi dampaknya bisa dikurangi.
Sobat ETB Heroes, perubahan iklim semakin menunjukkan dampak nyata di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kebakaran hebat yang melanda Los Angeles baru-baru ini, menyebabkan kerugian ekologis, ekonomi, dan sosial yang masif. Peristiwa ini menjadi pengingat akan pentingnya transisi menuju energi terbarukan untuk menekan emisi karbon dan memperlambat laju perubahan iklim. Lantas bagaimana indonesia menghadapi hal ini?
Kondisi Energi di Indonesia dan Masalah Lingkungan
Sobat EBT Heroes, sebenarnya Indonesia sudah memiliki target ambisius dalam mencapai emisi nol pada tahun 2060. Namun, saat ini Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam hal ketergantungan pada energi fosil.
Batu bara, sebagai salah satu sumber energi utama, masih mendominasi sekitar 40,46% dari bauran energi primer Indonesia. Ketergantungan yang tinggi pada batu bara ini tidak hanya meningkatkan emisi karbon, tetapi juga memperburuk masalah lingkungan lainnya, seperti polusi udara, deforestasi, dan risiko kebakaran hutan. Pada tahun 2023, bauran energi terbarukan baru mencapai 13,1%, jauh dari target 17,9% yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan segera sangat diperlukan.
Sobat EBT, untuk mengatasi tantangan ini, penguatan terhadap energi terbarukan menjadi solusi yang sangat penting dalam upaya mengurangi emisi karbon. Penggunaan sumber energi rendah karbon, seperti PLTS dan pembangkit listrik tenaga angin (PLTB), dapat menggantikan bahan bakar fosil. Meskipun ada tantangan dalam hal biaya investasi yang tinggi, kurangnya infrastruktur, dan keterbatasan teknologi penyimpanan energi, pemerintah Indonesia harus terus berupaya mengatasi hambatan-hambatan ini.
Dalam konteks global, transisi energi terbarukan di negara maju memberikan inspirasi. Salah satunya adalah Tiongkok yang telah menjadi pemimpin dunia dalam pengembangan energi surya dengan memanfaatkan kawasan gurun untuk membangun ladang PLTS skala besar. Pendekatan ini dapat diadaptasi di Indonesia, terutama di daerah dengan potensi matahari yang melimpah seperti Nusa Tenggara Timur.
Selain itu, perlu adanya kebijakan yang mendukung peningkatan bauran energi primer dari sumber Energi Baru Terbarukan (EBT). Saat ini, kebijakan subsidi bahan bakar dan listrik, kompensasi untuk energi primer yang berasal dari fosil, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara, serta subsidi langsung, masih berlaku dan menyebabkan masyarakat enggan beralih ke EBT sebagai sumber energi utama. Dalam penyusunan kebijakan ini, sangat penting untuk melibatkan partisipasi masyarakat guna mendengarkan aspirasi mereka terkait kebijakan yang berkaitan dengan sektor energi.
Baca Juga
- Tiga Inovasi Teknologi Efisiensi Energi dari Berbagai Negara
- SAMPAH : TENAGA LISTRIK YANG DAPAT DITEMUKAN DI LINGKUNGAN SEKITAR
- Konsep Spons City, Mengubah Banjir Menjadi Berkah
Belajar dari Kebakaran di Los Angeles
Peristiwa kebakaran hebat di Los Angeles menunjukkan bagaimana perubahan iklim semakin memperburuk kondisi cuaca ekstrem, seperti gelombang panas dan kekeringan. Indonesia, sebagai negara tropis dengan risiko tinggi kebakaran hutan, harus segera mengurangi emisi karbon melalui diversifikasi energi.
Bahkan, menurut penelitian di Jerman, perubahan iklim diprediksi akan menyebabkan penyusutan PDB global setidaknya sebesar 20% pada 2025. Oleh karena itu, transisi menuju energi terbarukan di Indonesia menjadi kunci untuk mengatasi masalah lingkungan sekaligus mengurangi risiko bencana seperti kebakaran hutan. Dengan belajar dari negara-negara maju dan memperkuat kebijakan serta investasi, Indonesia dapat mempercepat pencapaian target bauran energi terbarukan dan berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim global. Ke depan, energi terbarukan akan menjadi kunci untuk mewujudkan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi Indonesia dan dunia.
#zonaEBT #EBTheroes #Kebakaran Los Angeles #Net Zero Carbon 2060 #Pemanasan Global #Perubahan Iklim
Editor : Alfidah Dara Mukti
Referensi
[1] “TINGGINYA KENAIKAN SUHU AKIBAT PENINGKATAN EMISI GAS RUMAH KACA DI INDONESIA”
[2] Target Bauran Energi Indonesia Tahun 2023 Kembali Melesat
[3] Kebakaran Hutan Los Angeles, Mengapa Bencana Ini Begitu Parah?
[4] Studi: Perubahan Iklim Membuat PDB Global Menyusut di 2050
2 Comment
Your blog post was the perfect blend of informative and entertaining. I couldn’t tear my eyes away from the screen!
먹튀검증 검증은 토토검증소가 가장 정확합니다.