
Perdagangan karbon telah berkembang menjadi instrumen ekonomi paling signifikan dalam upaya global mengatasi perubahan iklim. Sistem perdagangan emisi (ETS) kini telah diperluas cakupannya dan memberikan pengurangan emisi historis hingga 16,5% dari instalasi industri dan pembangkit listrik, menandai tonggak penting dalam transformasi ekonomi hijau dunia.
Makin tahu Indonesia Berdasarkan data terkini, penetapan harga emisi tetap menjadi kebijakan dekarbonisasi yang populer di seluruh dunia dan sentimen ini kemungkinan akan terus tumbuh. Fenomena ini tercermin dari meluasnya implementasi sistem perdagangan emisi dari Eropa hingga Asia, mencakup wilayah dengan karakteristik ekonomi dan geografis yang beragam.
Baca juga:
- ZE Affiliate Marketing: Dapatkan Keuntungan Sambil Berkontribusi pada Lingkungan
- Solusi Nyata Transisi Energi: ZonaEBT Dukung Indonesia Solar Summit 2025
Uni Eropa: Pelopor Revolusi Bursa Karbon Dunia

EU ETS (2005) – Uni Eropa memulai revolusi global perdagangan karbon dengan meluncurkan sistem perdagangan emisi pertama dan terbesar di dunia. EU ETS telah mencakup lebih dari 10.000 instalasi pembangkit listrik dan industri di 27 negara anggota UE, menciptakan pasar karbon senilai €683 miliar pada tahun 2023. Kesuksesan EU ETS dalam mengurangi emisi hingga 16,5% menjadikannya template global bagi negara-negara lain.
UK-ETS (2021) – Setelah Brexit, Inggris mengembangkan sistem perdagangan emisi independen yang mencakup sektor energi, industri berat, dan penerbangan. UK-ETS dirancang lebih ambisius dengan cap emisi yang lebih ketat dibanding EU ETS, menunjukkan komitmen Inggris terhadap target net zero 2050.
Amerika: Inovator Regional dengan Pendekatan Beragam

RGGI (2009) – Amerika Serikat memimpin dengan Regional Greenhouse Gas Initiative yang menghubungkan sembilan negara bagian Pantai Timur. RGGI fokus pada sektor ketenagalistrikan dan telah berhasil mengurangi emisi CO2 lebih dari 50% sejak 2009, sambil menghasilkan pendapatan miliaran dolar untuk investasi energi bersih.
NS-ICAP (2013) – Kanada mengembangkan sistem Nova Scotia’s cap-and-trade program yang kemudian berkembang menjadi model bagi provinsi-provinsi lain. Sistem ini menunjukkan bagaimana negara federal dapat mengimplementasikan kebijakan karbon yang fleksibel namun efektif.
MexiCO2 (2013) – Meksiko menjadi negara Amerika Latin pertama yang meluncurkan sistem perdagangan emisi. Program pilot yang dimulai pada 2013 berkembang menjadi sistem nasional penuh pada 2020, mencakup sektor listrik, industri, dan transportasi.
Asia: Kekuatan Baru dalam Perdagangan Karbon Global

China: Raksasa Karbon Dunia CEEX/CBGEX (2012) – China memulai dengan tujuh program pilot regional sebelum meluncurkan sistem nasional terbesar dunia pada 2021. China’s national ETS mencakup lebih dari 4 miliar ton CO2 per tahun, atau sekitar 40% dari emisi nasional China. Dengan lebih dari 2.000 perusahaan yang terdaftar, sistem China mengubah lanskap perdagangan karbon global secara dramatis.
Korea Selatan: Pemimpin Asia Timur K-ETS (2015) – Korea Selatan menjadi negara Asia pertama yang mengimplementasikan sistem perdagangan emisi nasional. K-ETS mencakup 70% emisi nasional Korea dan telah menunjukkan hasil signifikan dalam menurunkan intensitas karbon industri berat seperti baja dan petrokimia. Sistem ini menjadi model bagi negara-negara Asia lainnya.
Jepang: Pendekatan Bertahap namun Konsisten JPX CCM (2023) – Jepang baru-baru ini meluncurkan Japan Carbon Credit Market melalui Tokyo Stock Exchange. Meskipun terlambat dibanding China dan Korea, sistem Jepang dirancang dengan standar internasional tinggi dan integrasi dengan sistem global.
Asia Tenggara: Momentum Terbaru Perdagangan Karbon

Singapura: Hub Karbon Regional CIX/ACX (2019) – Singapura mengembangkan Climate Impact X sebagai platform perdagangan kredit karbon regional. Dengan posisinya sebagai pusat keuangan Asia, Singapura menargetkan menjadi hub perdagangan karbon untuk kawasan ASEAN.
Indonesia: Kekuatan Ekonomi Hijau ASEAN IDXCarbon (2023) – Indonesia meluncurkan bursa karbon nasional melalui Bursa Efek Indonesia. Dengan hutan tropis terluas kedua dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam pasar kredit karbon alam, terutama dari sektor kehutanan dan lahan gambut.
Malaysia: Strategi Karbon Berkelanjutan BCX (2022) – Malaysia mengembangkan Bursa Carbon Exchange yang fokus pada kredit karbon berkualitas tinggi dari sektor kelapa sawit dan kehutanan. Sistem ini dirancang untuk mendukung target carbon neutrality Malaysia pada 2050.
Amerika Latin dan Oseania: Ekspansi Berkelanjutan

Brasil: Kekuatan Karbon Amerika Selatan SBCE (2024) – Brasil baru saja meluncurkan sistem perdagangan emisi yang ambisius, mencakup sektor kehutanan yang menjadi kekuatan utama negara ini dalam penyerapan karbon. Dengan Amazon sebagai paru-paru dunia, Brasil memiliki posisi strategis dalam pasar karbon global.
Australia: Inovasi Pasifik XXpansiv ACBL (2009) – Australia mengembangkan Australian Carbon Credit Liability melalui platform Xpansiv. Sistem ini unik karena mengintegrasikan kredit karbon dari berbagai sektor, termasuk pertanian dan restorasi lahan degraded.
Baca juga:
- IFRS S1 vs IFRS S2: Keberlanjutan Global yang Mengubah Bisnis Indonesia
- Perbandingan Bursa Karbon di Asia: Indonesia, Malaysia, dan Jepang
Kerja sama ini bukan hanya tentang efisiensi ekonomi, tetapi juga tentang mencegah carbon leakage – fenomena di mana produksi industri berpindah ke negara dengan regulasi karbon yang lebih longgar. Integrasi sistem perdagangan karbon global dapat menciptakan level playing field yang adil bagi semua negara.
Dengan 20+ negara yang telah mengoperasikan atau mengembangkan sistem perdagangan karbon, dunia bergerak menuju ekonomi rendah karbon yang terintegrasi. Nilai pasar karbon global diproyeksikan mencapai $100 miliar pada 2030, didorong oleh kebijakan net zero yang semakin ambisius dan investasi swasta yang masif.
Setiap negara membawa keunikan dalam pendekatan mereka – dari fokus teknologi tinggi Jepang, skala masif China, hingga inovasi alam Indonesia. Keberagaman ini justru menjadi kekuatan, menciptakan ekosistem perdagangan karbon yang resilient dan adaptif terhadap berbagai kondisi ekonomi dan geografis.
#zonaebt #EBTHeroes #Sebarterbarukan
Referensi:
[1] 2024 Carbon Market Report: A stable and well-functioning market.
[2] International Carbon Markets: Climate Action at a Lower Price.
[3] Ten Things to Watch in Global Carbon Markets in 2024.
[4] How China, Japan, and South Korea Can Make Their Carbon Neutral Goals A Reality.