- PLTU masih mendominasi sebagai kontributor pembangkitan terbesar dengan jumlah 36,67 GW atau setara 50% dari total pembangkitan listrik
- Presidensi G20 Tahun 2022 mengajak seluruh dunia untuk mencapai pemulihan yang lebih kuat dan berkelanjutan bersama-sama
- Melalui Program Gerilya, mahasiswa turut mendorong pemanfaatan energi bersih melalui PLTS Atap untuk mendukung capaian target bauran EBT 23% tahun 2025
Seperti yang kita tahu, dunia terus memberi tekanan pada penggunaan batu bara sebagai pembangkit listrik karena dianggap menyumbang emisi karbon berbahaya. Di Indonesia, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara masih mendominasi sebagai kontributor pembangkitan terbesar dengan jumlah 36,67 GW atau setara 50% dari total pembangkitan listrik sesuai Statistik Ketenagalistrikan oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Tahun 2020.
Pemanfaatan batu bara sendiri diprediksi mengalami peningkatan pada tahun 2022 karena dampak dari sisi kebutuhan dalam negeri sebagai industri dan pemanfaatan hilir di rumah tangga. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan sebagian besar dari suplai batu bara sebesar 166 juta ton akan dikonversi menjadi tenaga listrik.
Jika ditelisik, potensi batu bara yang masih sangat besar, namun pemerintah mendorong realisasi proyek hilirisasi batu bara seperti Dimethyl Ether (DME), cooking coal, methanol, dan briket. Meskipun demikian, proyek tersebut hanya menyerap sekitar 21,47 juta ton batu bara per tahun bila semua proyek itu beroperasi. Jumlah ini tentu saja masih sangat kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan untuk PLTU.
Berbagai kebijakan pemerintah Indonesia untuk mendorong transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan terus dilakukan. Di Pulau Jawa dan Sumatera, pemerintah menggenjot PLTU untuk ‘pensiun dini’ dan beralih ke pemanfaatan energi terbarukan seperti panel surya dan panas bumi. Dengan ini pemerintah melarang pembangunan PLTU baru, kecuali proyek PLTU yang sudah terkontrak. Peralihan menuju energi hijau ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam Presidensi G20 menuju pembangunan berkelanjutan.
Baca juga:
- Pasang PLTS Atap Dapat Insentif? Simak Caranya Berikut Ini!
- Gawat, Langit Jakarta dikepung Asap PLTU Batubara
Memang, isu transisi energi cukup mendapat perhatian dunia mengingat saat ini sangat diperlukan upaya bersama untuk segera beralih menggunakan energi hijau yang ramah lingkungan. Dengan mengusung tema besar “Recover Together, Recover Stronger”, Indonesia sebagai pemegang Presidensi Group of Twenty (G20) Tahun 2022 mengajak seluruh dunia untuk mencapai pemulihan yang lebih kuat dan berkelanjutan bersama-sama.
Memanfaatkan kesempatan yang besar ini, Pemerintah Indonesia turut mengampanyekan skenario Indonesia mencapai target Net Zero Emission (NZE) atau bebas emisi pada tahun 2060. Hal ini sesuai pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) pada 2021 – 2030, PLN telah mencanangkan roadmap dengan menambahkan instalasi listrik baru yang tentunya memprioritaskan pemanfaatan teknologi Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Dampak agenda Presidensi G20 bagi PLTU berbasis batu bara sebagai bahan bakarnya adalah pemerintah tidak memperpanjang kontrak dari proyek PLTU batu bara berkapasitas 5,5 GW, bahkan paling tidak 12 GW sampai dengan tahun 2030. Pemerintah melalui PLN juga menyambut positif transisi energi ini dengan memberi kesempatan bagi industri serta masyarakat untuk gotong royong memanfaatkan energi terbarukan, khususnya PLTS dengan teknologinya yang mudah diakses.
Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa berharap perkembangan pemanfaatan PLTS dapat membawa peningkatan yang signifikan terhadap kontribusi penurunan emisi gas rumah kaca serta mampu meningkatkan perekonomian negara. Menurutnya, pemerintah bersama stakeholder energi terbarukan lainnya dapat ikut bertanggung jawab memberikan dukungan penuh untuk penggunaan PLTS Atap karena memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia.
Gerilya Sebagai Solusi Dalam Transisi Energi Indonesia
Pemerintah nampaknya serius dalam mempercepat proses transisi energi di Indonesia. Kementerian ESDM berkolaborasi dengan Kemendikbud-Ristek melalui bagian pembelajaran Kampus Merdeka untuk meluncurkan Program Gerilya atau Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya.
Melalui program ini, mahasiswa selaku peserta akan menjadi aktivis energi bersih khususnya dalam pengembangan implementasi solar rooftop (PLTS Atap) sebagai kontribusi langsung terhadap masyarakat luas. Awal tahun 2022 ini, Gerilya sudah menjalankan program batch kedua dengan menggandeng 57 mahasiswa dari sebaran 29 kampus di Indonesia.
Tujuan utama dari program ini adalah untuk mendorong pemanfaatan energi bersih melalui PLTS Atap untuk mendukung capaian target bauran EBT 23% tahun 2025. Mahasiswa juga mendapatkan ilmu aplikatif dan implementatif berbasis tim proyek di lapangan yang kinerjanya dapat dirasakan langsung oleh stakeholder.
Selama 6 bulan, mahasiswa sebagai agen perubahan energi bersih dituntun tidak hanya untuk menyelesaikan permasalahan energi bersih, tetapi juga menyusun skema bisnis dari PLTS Atap mulai dari penjualan hingga branding energi terbarukan kepada masyarakat. Melalui perusahaan kolaborasi PLTS yang memiliki praktik kendala, Kementerian ESDM berharap dapat mempersiapkan mahasiswa Indonesia sebagai pemuda-pemudi unggulan untuk mendobrak inisiatif baru di bidang energi terbarukan secara teknis maupun non teknis.
Baca juga:
- IMPC Bekerja Sama Dengan SUN Energy untuk Pemasangan Panel Surya
- Penggunaan Batu Bara Belum Maksimal, Transformasi Energi Panas Bumi Akan Menjadi Solusi
Pada akhirnya, strategi hijau yang tengah disusun pemerintah maupun pihak lain patut masyarakat dukung selama memiliki tujuan untuk mencapai ketahanan energi, bauran energi, dan keberlanjutan energi. Hal ini tentu dapat mengembangkan teknologi ramah lingkungan dengan tetap memperhatikan potensi energi yang ada. Seperti misalnya penggunaan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) sebagai alat yang nantinya akan digunakan pada setiap PLTU untuk kedepannya. Dengan teknologi ini, akan membuat pembangkit listrik seperti PLTU menjadi lebih ramah lingkungan ketika dipergunakan memasok listrik di seluruh tanah air.
PLTS sendiri digaungkan akan semakin populer dan masif untuk digunakan mengingat potensi matahari yang dimiliki negara Indonesia sangat luar biasa. Berangkat dari skenario pembangkit ramah lingkungan akan mendominasi di masa depan, bergegaslah untuk mengikuti perkembangan energi dan turut berkontribusi dalam melakukan transformasi energi menjadi nol karbon demi dunia yang lebih baik.
zonaebt.com
Renewable Content Provider
Editor : Bunga Pertiwi
#sebarterbarukan #zonaebt #PLTU #BatuBara #Gerilya #PLTSa
Referensi:
Syahputra, Eqqi. (2022). “Transisi Energi, Selayaknya 12 GW PLTU yang Dipensiunkan!”. Tersedia pada: https://www.cnbcindonesia.com/
Dirjen Ketenagalistrikan. (2021). “Statistik Ketenagalistrikan Tahun 2020”. Tersedia pada: https://gatrik.esdm.go.id/