- Eutrofikasi menyebabkan pemekaran alga beracun.
- Biomassa alga mengandung protein, lipid, karbohidrat, serta biomolekul lainnya yang tinggi. Maka dari itu, sangat memungkinkan biomassa alga dapat diproses lebih lanjut untuk keperluan biofuel.
- Elektron pada alga dapat dipanen atau elektronnya saja yang diambil dari proses fotosintesis alga.
Perbincangan tentang krisis iklim, termasuk berkurangnya cadangan bahan bakar fosil, membuat
para ahli mencari alternatif energi untuk mengurangi emisi. Menurut para ahli dari Millennium Alliance for Humanity and the Biosphere (MAHB), jika konsumsi terhadap energi fosil terus meningkat, diperkirakan cadangan minyak akan habis pada tahun 2052. Selanjutnya, tahun gas alam akan habis pada tahun 2060. Bahkan, batu bara pun akan mengalami nasib serupa pada tahun 2090.
Peneliti mulai mencari alternatif bahan bakar yang minim emisi dan mencoba menggunakan bahan yang ramah lingkungan, seperti biofuel. Biofuel merupakan bahan bakar organik yang berasal dari tumbuhan, hewan, mikroorganisme, hingga limbah organik lainnya.
Perkembangan untuk beralih ke energi terbarukan, sudah dimulai sejak lama. Apalagi pada tahun 1970-an ketika krisis minyak bumi di Jepang dan Amerika. Pengembangan biofuel terus berjalan hingga sekarang dan telah memasuki generasi keempat (generasi keempat adalah alga). Biofuel diperkirakan berpeluang besar untuk menjadi energi utama dunia.
Baca Juga
- Biofuel Energi Masa Depan Indonesia yang Dipertimbangkan
- Efek Negatif Peningkatan Biofuel Bagi Masa Depan Manusia
Alga dan Eutrofikasi
Alga dinilai mampu memberikan manfaat terutama dalam bioteknologi. Hal ini karena setiap
bagian alga dapat dimanfaatkan. Mulai dari dinding sel hingga lipidnya.
Alga memiliki kemampuan mendukung pembaharuan energi, yaitu dengan menghasilkan oksigen dalam jumlah yang melimpah. Bahkan, alga dapat menyerap karbon dioksida dalam jumlah yang besar. Kemampuan fotosintesis alga menyumbang setidaknya 50% jumlah oksigen yang ada di dunia.
Pengembangan biofuel generasi keempat (alga) dilakukan melalui rekayasa untuk meningkatkan jumlah energi yang dihasilkan. Namun, terdapat tantangan dalam pengembangan ini. Misalnya, alga hasil rekayasa akan mencemari lingkungan jika tidak proses dengan benar.
Pencemaran lingkungan dari alga dapat kita temui dari fenomena Harmful Algae Blooming (HAB) atau biasa disebut pemekaran alga beracun. Fenomena HAB ini terjadi karena adanya eutrofikasi atau masuknya bahan organik dalam jumlah besar ke bagan air sehingga mengakibatkan pertumbuhan alga dalam jumlah yang tidak terkendali.
Pada umumnya alga memang sering mengalami pemekaran. Akan tetapi, jika pemekarannya dalam jumlah yang besar hingga tidak tekendali, sektor perikanan, lingkungan, dan manusia akan rusak. Hal ini karena produksi alga dalam jumlah besar menghabiskan banyak oksigen terlarut di dalam air untuk mereka berfotosintesis. Beberapa alga yang mekar seringkali mengeluarkan senyawa-senyawa beracun yang akhirnya membuat ikan-ikan mati hingga mencemari perairan. Maka dari itu fenomena ini seringkali
disebut HAB.
Jenis alga yang seringkali mengalami HAB adalah bakteri cyanobacteria atau biasa disebut alga atau ganggang hijau-biru.
Melihat peluang energi terbarukan dari alga membuat banyak inovasi yang bermunculan untuk mengalihkan limbah alga berbahaya ini menjadi energi terbarukan.
Baca Juga
- 10 Perusahaan Biomassa Teratas di Dunia, Bagaimana dengan Indonesia?
- Mengenal Biofuel dan Biodiesel, Apa Bedanya?
Alga Berbahaya Jadi Energi
Salah satu penelitian dari Jafar Ali pada tahun 2020 yang dipublikasikan di jurnal Environmental Polution dari Elsevier membuka peluang mengubah alga menjadi energi. Jafar Ali dkk. mencoba menggunakan bakteri untuk mengubah biomassa alga berbahaya menjadi energi listrik. Perlu diketahui bahwa biomassa merupakan bahan organik dari tumbuhan, hewan, serta mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif.
“Biomassa alga mengandung protein, lipid, karbohidrat, serta biomolekul lainnya yang tinggi. Maka dari itu, sangat memungkinkan biomassa alga dapat diproses lebih lanjut untuk keperluan biofuel, biochar, dan produk bioteknologi lainnya” ungkap Jafar dalam jurnalnya.
Jafar menambahkan bahwa mereka menggunakan teknologi Microbial Fuel Cell (MFC) untuk membantu mengurai biomassa alga. Teknologi MFC sebenarnya sudah sejak lama dipakai terutama untuk menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan dan krisis energi.
Jenis alga cyanobacteria yang Jafar dkk. pilih, yaitu microcystis aeruginosa. Hal tersebut karena alga
jenis ini menghasilkan neurotoksin penyebab pencemaran air hingga kematian ikan.
Teknologi MFC merupakan sistem pembangkit listrik yang menggunakan bakteri untuk
mengubah bahan organik menjadi energi listrik. Metode ini biasanya menguji bahan organik
sebagai katoda dengan bermacam-macam bakteri yang menghasilkan anoda. Ketika anoda
bertemu katoda, maka keduanya akan menghasilkan listrik.
Hasil mengejutkan dari percobaan tersebut mengungkapkan bahwa alga berbahaya, layak dan bisa menjadi alternatif pemberi elektron katoda pada MFC untuk menggantikan asetat yang biasanya menjadi substrat katoda sehingga menghasilkan listrik. Keberhasilan ini membuka peluang baru bagi mitigasi terhadap HAB terutama pengolahan air limbah yang sering terjadi di negara-negara berkembang. Selain dapat menjadi alternatif energi baru, metode MFC pun hemat biaya.
Walaupun hanya menghasilkan maksimal 83 mW/m2 dengan voltase rendah, tetapi setidaknya listrik ini memungkinkan menjalankan LED kecil atau perangkat pemantauan dan biosensor.
“Teknologi MFC dengan memanfaatkan biomassa alga berbahaya dapat menghasilkan energi
terbarukan yang digabungkan dengan pengolahan air limbah dan jika dikembangkan terus
maka kemungkinan bisa untuk dikomersialkan di masa depan” terang Jafar diakhir penelitiannya.
Memanen Elektron dari Alga
Penelitian yang dilakukan pada April 2024 oleh peneliti dari Concordia University, Kanada yang dipublikasikan di jurnal Energies mengungkapkan bahwa elektron pada alga dapat dipanen atau elektronnya saja yang diambil dari proses fotosintesis alga.
“Saat proses fotosintesis, alga menghasilkan oksigen dan elektron. Model kami menangkap
elektron, yang memungkinkan kami menghasilkan listrik. Jadi, lebih dari sekadar teknologi
tanpa emisi. Ini adalah teknologi dengan emisi karbon negatif dengan menyerap karbon
dioksida dari atmosfer dan memberikan arus listrik. Bahkan, satu-satunya produk keluarannya
adalah air.” jelas Kirankumar Kuruvinashetti, seorang peneliti dari Calgary University dan
tergabung dalam penelitian ini kepada Concordia.ca.
Arus listrik yang bertekanan 1,0 V ini didapatkan dari fotosintesis yang dilakukan oleh alga
di ruangan yang khusus dan terdapat anoda dan katoda didalamnya sehingga ketika fotosintesis berlangsung dan melepaskan elektro. Elektron akan berkumpul kemudian dihantarkan ke anoda dan katoda sehingga menghasilkan arus listrik. Tegangan listrik ini setidaknya cukup untuk perangkat berdaya rendah dan sangat rendah, seperti sensor Internet of Things (IoT) yang sering ditemukan pada Smart Home.
Penutup
Meskipun belum mampu bersaing dengan pembangkit listrik sel surya, elektron dari alga memberikan
cahaya baru untuk energi bersih yang layak dan terjangkau di masa depan. Penelitian ini tentunya membuka peluang lebih untuk memanfaatkan limbah dari alga berbahaya, terutama HAB yang dapat menjadi energi terbarukan.
Peneliti dari Indonesia juga telah banyak menyiapkan dan pengembangan energi dari alga ini. Terutama misi presiden terbaru yang menginginkan penggunaan energi terbarukan untuk Indonesia. Mitigasi bencana pencemaran air dapat diminimalkan dengan menggunakan alga sebagai energi terbarukan.
Pengembangan yang terus terjadi akan sangat memungkinkan alga menjadi bahan utama energi di masa depan nanti.
#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes
Editor: Aghnia Tazqiah
Artikel ini dibuat oleh kontributor: Frendy Marselino
Referensi
[3] Algae offer real potential as a renewable electricity source, new Concordia research shows
[4] Minyak Alga: Bahan Bakar Masa Depan Terbarukan yang Belum Tergarap
[5] Tiny Algae Hold Hope For Renewable Energy With Negative Carbon Emissions
1 Comment