Food Estate Merauke: Megaproyek yang Mengancam Target Net Zero Indonesia 2050

Data Food Estate marauke. Sumber: Instagram Zonaebt
  • Proyek food estate Merauke picu deforestasi 2 juta hektar, tambah emisi karbon 782,45 juta ton CO₂.
  • Food estate ancam target Net Zero Emission Indonesia 2050, risiko tunda capai target hingga 10 tahun.
  • Solusi ekonomi restoratif disarankan untuk ketahanan pangan berkelanjutan dan pelestarian hutan Papua.

Ujung timur Indonesia, tepatnya di Merauke, Papua Selatan, sedang berlangsung perdebatan sengit mengenai salah satu proyek ambisius pemerintah. Food estate atau lumbung pangan raksasa seluas 2 juta hektar hampir setara dengan luas Pulau Bali, kini menjadi pusat perhatian karena potensi dampaknya yang kontroversial.

Proyek food estate sendiri bukanlah konsep baru. Digagas sebagai solusi ketahanan pangan nasional, konsep ini bertujuan mengintegrasikan seluruh rantai produksi pertanian dalam satu kawasan terpadu. Mulai dari penyediaan benih, budidaya, pengolahan, hingga distribusi, semuanya dirancang berada dalam satu ekosistem yang efisien. Di atas kertas, ide ini terdengar cemerlang Indonesia yang mandiri pangan dengan memanfaatkan lahan-lahan “tidur” di wilayah timur.

Namun, studi terbaru dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengungkap sisi gelap dari rencana ambisius ini. Pembukaan lahan hutan seluas 2 juta hektar di Merauke diprediksikan akan melepaskan emisi karbon sebesar 782,45 juta ton CO₂ ke atmosfer, angka yang fantastis dan mengkhawatirkan. Untuk memberikan perspektif, jumlah ini setara dengan emisi yang dihasilkan seluruh sektor transportasi Indonesia selama bertahun-tahun.

Baca juga:



Ancaman Serius Terhadap Komitmen Iklim Indonesia

Ilustrasi Food Estate. Sumber: benua.id

Hasil riset CELIOS 2024 menunjukkan bahwa proyek food estate Merauke berpotensi menggandakan kontribusi emisi Indonesia terhadap emisi global. Jika megaproyek ini dilanjutkan, kontribusi emisi Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 2-3% menjadi 3,96-4,96% dari total emisi global.

Peningkatan emisi yang drastis ini akan berdampak signifikan terhadap target Net Zero Emission Indonesia pada 2050. Menurut analisis CELIOS, Indonesia berpotensi meleset dari target tersebut selama 5-10 tahun. Hal ini tentu bertentangan dengan komitmen pemerintah dalam Paris Agreement dan upaya global mengatasi perubahan iklim.

Deforestasi Masif di Jantung Papua

Deforestasi salah satu daerah papua. Sumber: forestdigest

Proyek food estate Merauke akan membuka 2 juta hektar hutan alam yang menjadi paru-paru dunia. Kawasan ini merupakan habitat bagi keanekaragaman hayati Papua yang sangat kaya, serta menjadi tumpuan hidup lebih dari 24 komunitas adat lokal.

Deforestasi dalam skala masif ini tidak hanya akan melepaskan karbon yang tersimpan dalam hutan, tetapi juga menghilangkan kemampuan hutan untuk menyerap CO₂ dari atmosfer. Dampaknya akan dirasakan tidak hanya secara lokal, tetapi juga berkontribusi pada percepatan perubahan iklim global.

Dampak Sosial dan Ekonomi pada Masyarakat Adat

Ilustrasi Deforestasi. Sumber: wastecinternastional.com

Proyek food estate juga mengancam kehidupan masyarakat adat Papua yang bergantung pada hutan. Setidaknya 24 komunitas adat di Papua Selatan mengandalkan hutan sebagai sumber mata pencaharian dan identitas budaya mereka.

CELIOS menekankan pentingnya menerapkan prinsip PADIATAPA (Persetujuan atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan) untuk menjamin hak-hak masyarakat adat. Tanpa persetujuan yang tepat, proyek ini berpotensi menciptakan konflik sosial dan marginalisasi komunitas lokal.

Solusi Ekonomi Restoratif sebagai Alternatif

Masyarakat adat daerah papua. Sumber: earth

CELIOS merekomendasikan penghentian proyek food estate Merauke dan beralih ke pendekatan ekonomi restoratif. Konsep ini fokus pada pengembangan produk berkelanjutan yang mendukung konservasi hutan sambil menciptakan nilai ekonomi.

Pendekatan ekonomi restoratif dapat menekan kontribusi emisi global Indonesia menjadi hanya 1-2%, jauh lebih rendah dibandingkan skenario deforestasi besar-besaran. Selain itu, model ini juga dapat menciptakan lapangan kerja hijau bagi masyarakat lokal dan mendukung pelestarian kearifan tradisional.

Baca juga:



Food estate Merauke menghadirkan dilema antara ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan. Namun, dengan potensi emisi 782,45 juta ton CO₂ dan ancaman terhadap target Net Zero 2050, proyek ini lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.

Indonesia harus memilih jalur pembangunan yang berkelanjutan dengan mengadopsi ekonomi restoratif. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan sambil mempertahankan komitmen terhadap aksi iklim global dan melindungi hak-hak masyarakat adat Papua.

Pemerintah perlu mengevaluasi kembali prioritas pembangunan dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat. Ketahanan pangan memang penting, tetapi tidak seharusnya dicapai dengan mengorbankan hutan yang menjadi benteng terakhir melawan perubahan iklim.

#zonaebt #sebarterbarukan #EBTheroes #foodestate #deforestasi

Referensi:

[1] Food Estate” Merauke Tingkatkan Emisi Indonesia Dua Kali Lipat

[2] Indonesia Perparah Krisis Iklim Akibat Food Estate Merauke

[3] Dampak Lingkungan dan Sosial Food Estate Merauke

[4] Vanishing Forests, Soaring Emissions: The Merauke Food Estate Accelerates the Climate Crisis

[5] Food Estate di Merauke Dinilai Bisa Ciptakan Emisi Karbon 782 Juta Ton CO2