Antisipasi Membludaknya Wisatawan dan ketahanan Energi Bali yang rapuh

Adanya wacana dari pemerintah pusat yang segera akan membuka kembali keran pariwisata Internasional ke Bali. Direspon cepat oleh kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali I Putu Astawa, beliau berjanji akan menyiapkan buku pedoman atau SOP terintegrasi yang mudah dipahami oleh semua komponen terkait.

Hal ini dimaksudkan agar lebih mudah melakukan pencegahan dan penanganan terhadap penyebaran Covid-19 khususnya di sektor pariwisata.

Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, I Putu Astawa, dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka ‘Selasa Pariwisata’ yang membahas tentang Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 34 Tahun 2021, di Kantor Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, Selasa (28/9).

Astawa menambahkan, nantinya akan dilaksanakan rapat lanjutan untuk membahas persiapan-persiapan lain dalam rangka pembukaan pariwisata internasional untuk Bali. Termasuk juga dari pihak Imigrasi dimohon untuk membuat sosialisasi resmi melalui media, mengenai aturan pengurusan visa bagi wisatawan yang akan masuk Bali.

“Sehingga pihak-pihak terkait seperti travel agent, hotel, dan sebagainya nanti bisa memberikan informasi yang jelas terkait pengurusan visa,” terang birokrat asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar ini.

Sedangkan dari pihak Airline Operator Committee, Made Juli, menyampaikan bahwa Bali sudah cukup lama absen dari aktivitas pariwisata. Ini menimbulkan dampak yang sangat luas terhadap kehidupan ekonomi masyarakat Bali. Maka, hanya satu yang harus dilakukan yaitu pembukaan pariwisata Bali untuk wisatawan mancanegara.

Karena itu, pemerintah dimohon membuat sebuah buku panduan atau SOP bersama penanganan wisatawan, yang nantinya disosialisasikan agar semua komponen bisa memahami dan melaksanakan dengan baik. Dengan bercermin pada beberapa negara yang telah melaksanakan open border for tourism AOC (Airline Operators Committee), kata Juli, pihaknya telah menyiapkan segala persyaratan untuk dapat diterapkan di Bali dan dijadikan pertimbangan bersama. “Nanti dalam persiapan pembukaan agar ada peraturan atau regulasi yang terintegrasi, supaya tidak tumpang tindih dalam pelaksanaannya,” tegas Juli.

Membludaknya kembali manusia ke Bali, apakah di sektor energi Bali siap?

Hingga tulisan ini dibuat, beberapa kawasan yang dulu merupakan sentra pariwisata, mulai ada tanda-tanda hidup kembali. Ini dilihat dari jalanan yang macet dengan plat kendaraan dari luar kota.

Apakah ini tanda-tanda Bali akan kembali normal, sebelum pandemi covid 19?

Bila diartikan ekonomi dan aktivitas Bali sedang mengalami vakum (berhenti sejenak). Ada satu objek penting yang tidak terdengar isunya,dulu semasih gemerlap pariwisata Bali megah. Sektor energi (oksigen untuk pertumbuhan ekonomi) BALI yang rapuh. Bukan yang menjadi prioritas yang utama bagi pemerintah

Mari kita bedah kuota energi Bali khususnya untuk listrik. Bali memiliki daya listrik berkisar 1.274 MW yang didapatkan dari sejumah pemasok. Kondisi kelistrikan tersebut didapat dari PLTU Celukan Bawang sebesar 380 MW, PLTG Pesanggaran 344 MW, PLTG Gilimanuk 130 MW, dan PLTU Pemaron 80 MW. Uniknya sebanyak 340 MW berasal Jawa via transmisi kabel laut Jawa Bali. Jadi dari total tersebut 30 persen energi listrik Bali masih dipasok dari jawa via Jawa-Bali Connection (JBC). Sumber energinya PLTU Paiton Jawa Timur (total kapasitas daya 4.600 Mw).

Sementara itu menurut penuturan Priyanto General Manager (GM) PLN Unit Induk Distribusi (UID) Bali menyebut beban puncak listrik di Bali selama masa pandemi mengalami penurunan menjadi 640-660 Megawatt (MW) atau turun sekitar 30% dari catatan beban puncak pada tahun 2019 sebesar 980 MW. Data tahun 2019 jumlah pelanggan PLN untuk bali mencapai lebih dari 1.4 juta.

Daya energi listrik Bali terbalut kabel kerapuhan yang lapuk. Ditunggangi oleh para oligarki dan petinggi yang gila uang dan jabatan. Suatu waktu bisa saja kabel putus di tengah jalan. (Selain kisah cinta, kabel listrik juga bisa putus). Mengingat kondisi Selat Bali yang memiliki arus laut yang kuat. Bila kondisi itu terjadi kita akan kembali lagi pada masa pemadaman bergilir (biarpet) atau bahkan lebih buruknya gelap total.

Seperti yang sering diungkapkan oleh tokoh RA Kartini, “Habis gelap terbitlah terang”. Bali Harus dan berupaya agar tidak sampai gelap dulu baru memikirkan alternatif solusi agar terang kembali. Sama seperti kondisi pariwisata, Bali terlalu mengagungkan sektor wisata sampai lupa ada sektor yang sama pentingnya secara ekonomi. Datangnya pandemi Covid 19, mengakibatkan ambruknya pariwisata dan efeknya Bali menjadi pincang. Baru saat ini Bali menoleh kanan dan kiri selain pariwisata, melihat sektor pertanian, perikanan, peternakan, pabrik pengolahan, digital dll. Adanya rumor pepatah, saat kita mengalami musibah baru kita berpikir untuk mencari solusinya tapi dengan kondisi ter anggap anggap. Kenapa waktu kita dalam kondisi prima tidak memikirkan mencari solusi permasalahan akut ini?

Kondisi sekarang (Oktober 2021) merupakan momentum kebangkitan swasembada energi bagi pulau Bali. Mari upayakan bersama gotong royong. Keroyokan. Sekarang saatnya era kolaborasi pemerintah, akademisi kampus, swasta dan masyarakat. Ayoo rangkul bersama hasilkan sebuah solusi untuk rapuhnya ketahanan energi listrik Bali. Kalau bisa solusinya berlandas dari energi EBT yang bersih. memanfaatkan potensi lokal yang ada. Seperti energi surya yang berlimpah ruah, micro hydro, Biomassa, Energi panas bumi dll.

 
 
 
 

#zonaebt #terbarukan #energi #pariwisata #bali #listrik #turis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *