- Carbon offset menjadi solusi untuk mencapai carbon neutral (kondisi seimbang).
- Pasar karbon dapat berlangsung dengan kebutuhan akan carbon offset dalam perhitungan menggunakan carbon credit.
- Hutan Papua menjadi salah satu hutan karbon, bentuk implementasi REDD.
Masalah perubahan iklim menjadi masalah bersama yang masih terus dan akan kita hadapi kedepannya. Berbicara tentang perubahan iklim dan peningkatan suhu global, tentunya Sobat EBT Heroes tidak akan terlepas dari topik seputar karbon. Pada artikel kali ini, kita akan mengenal lebih jauh salah satu solusi akan permasalahan karbon dunia yakni carbon offset.
Bagi sebagian orang, istilah carbon offset mungkin tidak familiar, padahal implementasi ini sangat banyak diterapkan di Indonesia sebagai salah satu paru-paru dunia, loh! Tidak terbatas di Indonesia, carbon offset dinilai menjadi solusi yang dapat menghubungkan pihak di seluruh dunia dalam satu upaya menekan jumlah emisi karbon di bumi. Lantas, apa sebenarnya carbon offset dan bagaimana Indonesia berkontribusi untuk masa depan? Simak artikel berikut!
Apa itu Carbon Offset?
Istilah ‘offsetting’ dalam carbon offset dimaknai sebagai penyeimbangan, penukaran, ataupun penebusan. Secara sederhana, carbon offset ialah tindakan menetralkan emisi setara CO2 yang dihasilkan di satu tempat dengan mengurangi atau menyerap emisi di tempat lain. Dalam skala dunia, carbon offset menjadi skema investasi perusahaan pada proyek lingkungan di seluruh dunia untuk menyeimbangkan jejak karbon mereka sendiri.
Tujuan akhir carbon offset adalah membentuk suatu keseimbangan atas setiap jejak karbon yang antara dua pihak sehingga terbentuk kondisi yang dikenal dengan carbon neutral. Keseimbangan ini baru dapat diukur dari dampak kumulatif ketika upaya carbon offset sudah dilaksanakan. Sayangnya, proyek ini umumnya dilaksanakan di negara berkembang dan dimanfaatkan untuk ‘cuci tangan’ produksi karbon oleh negara maju nih Sobat EBT Heroes!
Skema Carbon Offset. Sumber: Sustainable Travel International
Indonesia sendiri turut menerapkan carbon offset sebagai bagian dari perdagangan karbon melalui peresmian Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021. Peraturan ini mengatur skema pasar karbon di Indonesia sebagai bentuk upaya dalam mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) dengan melakukan pengurangan emisi GRK sebesar 41% atau setara dengan 1,02 miliar ton CO2 pada tahun 2030. Secara lebih rinci, pasar karbon ini memiliki dua macam skema yakni carbon offset dan carbon credit. Lalu, apa perbedaan dan keterkaitan keduanya?
Baca Juga
Carbon Offset vs Carbon Credit
Carbon offset berfokus pada kegiatan penyeimbangan jejak karbon melalui pembiayaan proyek penghijauan yang dilakukan pemerintah ataupun pihak swasta. Sedangkan carbon credit merupakan unit pengurangan emisi dari setiap proyek di mana 1 unit carbon credit setara dengan penurunan 1 ton CO2. Dalam implementasinya, carbon offset dilakukan oleh penghasil jejak karbon dengan membeli carbon credit dalam pasar sukarela.
Sobat EBT Heroes perlu tau bahwa tidak semua proyek lingkungan secara langsung dapat dimanfaatkan. Proyek hijau atau lingkungan ini harus terlebih dulu mengajukan pendaftaran pada Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI). Kemudian, akan dilakukan perhitungan daya serap CO2 dari kegiatannya oleh lembaga verifikasi yang diakui secara internasional. Hasilnya akan diperoleh Sertifikat Penurunan Emisi GRK yang akan tercatat pada depository. Barulah kemudian carbon credit dapat diperdagangkan di pasar karbon.
Kaitan Carbon Offset dan Carbon Credit. Sumber: Carbon Credits Infographic
Proyek Hijau Carbon Offset
Implementasi carbon offset dapat dilakukan dalam berbagai skema yang juga dikenal dengan istilah proyek hijau. Bentuk proyek hijau yang umum dilakukan oleh negara maju dapat terbagi menjadi tipe umum sebagai berikut.
- Reboisasi
Penghijauan hutan berupa penanaman ribuan hingga jutaan pohon dilakukan untuk memperbanyak penyerapan CO2 yang umumnya dilakukan di negara berkembang. - Pengurangan Emisi dari Deforestrasi dan Degradasi Hutan (REDD)
REDD adalah kerangka kerja yang membentuk intensif keuangan oleh perusahaan kepada negara untuk menjaga hutan dari penebangan sebagai bentuk pertukaran kredit karbon. - Akses Air Bersih
Penyediaan akses air bersih terdekat bagi warga akan mencegah eksplorasi SDA dalam cara yang tidak ramah lingkungan oleh warga sehingga turut melestarikan hutan sebagai ‘rumah’ mata air tersebut. - Turbin Angin
Peralihan bahan bakar fosil dengan memanfaatkan pembangkit tenaga angin akan mengurangi emisi CO2 di masa depan sehingga dapat dihitung sebagai penyeimbang emisi. - Investasi Energi Terbarukan
Pembiayaan secara langsung pada pembangkit dengan energi terbarukan akan mengurangi kebutuhan penggunaan bahan bakar fosil sehingga menjamin pengurangan emisi di masa depan.
Baca Juga
Hutan Papua Untuk Masa Depan
Sobat EBT Heroes pasti cukup familiar dengan ajakan pembiayaan lebih saat menggunakan jasa penerbangan. Dalam hal ini, perusahaan penerbangan berupaya mendorong penumpang untuk berkontribusi dalam melakukan carbon offset yakni penjagaan hutan dalam rangka menyeimbangkan jejak karbon penerbangan.
Hutan dan pepohonan menjadi objek proyek hijau termudah dan terbanyak dilaksanakan hingga saat ini. Ide dibalik forest carbon offset adalah perhitungan jumlah CO2 yang diserap pepohonan selama hidupnya untuk membayar jejak karbon oleh perusahaan pembelinya. Forest carbon offset ini dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya penanaman ulang pohon, penjagaan pohon yang berpotensi ditebang, dan peningkatan manajemen hutan. Mekanisme ini juga dikenal dengan skema REDD yang mulai gencar dilakukan oleh berbagai pihak termasuk Indonesia dan negara-negara Asia.
Kabar terbaru di akhir tahun 2022, Carbon Offset Asia (COA) telah bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Papua dalam pengadaan hutan karbon seluas 28.161 ha. Hak konsesi ‘Lestarikan Bumi Papua’ ini berlaku hingga 2053 dengan rincian 50% lahan gambut dan 50% lahan mineral. Prakiraan studi melihat hutan karbon ini mampu menghasilkan 3,7 juta kredit karbon setiap tahunnya. Jumlah ini tentunya sangat besar dan menjadi target emas bagi berbagai perusahaan.
Hutan Gambut Papua. Sumber: Vritimes Indonesia.
Di balik masa depan carbon offset di tangan hutan Indonesia, sebagian besar pengguna pasar karbon juga merupakan pihak yang mengatur regulasinya. Hal tersebut kemudian menjadi sebuah persoalan. Sering kali terdapat salah presepsi, di mana hutan lindung tanpa ancaman penembangan tidak bisa dihitung sebagai bagian dari carbon offset. Selain itu, perhitungan ganda oleh negara pemilik hutan dan negara pembeli juga menjadi isu yang banyak terjadi. Pada akhirnya, bukan lagi ada atau tidaknya proyek hijau yang terlaksana tetapi seberapa besar jumlah dampak yang diselamatkan
Jadi, menurut Sobat EBT Heroes, apakah forest carbon offset benar menjadi jawaban yang mampu ditawarkan Indonesia untuk dunia?
#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes
Editor: Rewinur Alifianda Hera Umarul
Referensi
[1] Apa itu Carbon Offset (Tebus Karbon)? Manfaat, Skema, dan Cara Menghitungnya
[2] Apa itu Kredit Karbon (Carbon Credit) dan Penyeimbangan Karbon (Carbon Offset)?
[3] Pengertian Istilah Kredit Karbon
[4] Carbon Offset: Upaya Untuk Mencapai Target NDC Indonesia Tahun 2030
[5] EXPLAINER: Forest Carbon Credits Aim to Offset Pollution
[6] Carbon Offset Asia Mengumumkan Hutan Karbon Pertama di Papua, Indonesia