
- Polusi udara pada tahun 2023 kian meningkat dan memburuk
- Tingkat polusi udara yang sudah memasuki tingkat ‘tidak sehat’
- Anjuran memakai masker sampai pertimbangan kembali diberlakukannya Work From Home (WFH)
Sebagaimana diketahui, semua penduduk di bumi ini tentu menghabiskan sebagian besar waktunya sepanjang hari baik diluar maupun didalam ruangan. Kegiatan atau aktivitas yang dilakukan setiap hari itu tentunya tanpa disadari membutuhkan proses pergantian udara yang menjadi unsur penting kehidupan segala makhluk hidup. Itulah mengapa kondisi udara yang baik, segar, dan sehat untuk dihirup menjadi kegunaan vital kehidupan di bumi ini.
Mirisnya, akhir-akhir ini dikabarkan bahwa kualitas udara di berbagai wilayah, khususnya DKI Jakarta, semakin memprihatinkan. Hal ini tentu terjadi karena udara tercemar oleh berbagai jenis zat berbahaya (dapat berupa partikel-partikel padat, gas-gas beracun, dan senyawa kimia berbahaya) yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, bahkan lingkungan. Perubahan yang signifikan terhadap kualitas udara terkini pun dapat dilihat secara kasat mata, ruang kota daerah Jabodetabek pun terlihat gelap, menguning, dan berkabut.
Efek buruknya kualitas udara yang ‘lebih’ mematikan…

Berdasarkan data dari laman IQAir, tingkat polusi udara di wilayah DKI Jakarta sudah memasuki tingkat tidak sehat bagi kelompok sensitif dengan indeks tercatat 105 polutan utama PM2.5 pada hari Rabu, 16 Agustus 2023. Konsentrasi PM2.5 atau Particulate Matter adalah partikel halus di udara yang ukurannya 2,5 mikron atau lebih kecil dari itu, ia berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang melayang di udara dalam jangka waktu yang relatif lama. Partikel yang umumnya terdiri dari kalium, cadnium, air raksa dan logam berat lainnya dapat berpengaruh pada kesehatan manusia jika terhirup. Risikonya adalah gangguan sistem saraf pusat, hipertensi, iritasi mata-hidung-tenggorokan, penyakit paru, hingga gangguan sistem reproduksi. Hal ini berarti paparan PM 2.5 dalam waktu sebentar saja sudah cukup untuk menyebabkan masalah pada mata, hidung, tenggorokan, iritasi paru, batuk, bersin, pilek, dan nafas pendek. Konsentrasi ini sendiri bernilai 7.4 kali dari nilai panduan kualitas udara tahunan WHO yang berarti menunjukkan “masalah serius”.
Baca Juga
- Bus Listrik Transjakarta: Solusi Ramah Lingkungan untuk Transportasi Publik Jakarta
- Kendaraan Listrik Menjadi Perhatian Pemerintah dan Masyarakat, untuk Transportasi yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan
Masyarakat pun dihimbau untuk menggunakan masker kembali saat berkegiatan di luar ruangan, mengapa? Karena kualitas udara yang buruk ini dapat mengakibatkan tubuh mengalami resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik adalah keadaan dimana tubuh kebal terhadap antibiotik. Isu ini merupakan salah satu ancaman global karena tiap tahunnya ada sekitar 1,3 juta orang di dunia yang meninggal akibat resistensi antibiotik ini. Dilansir melalui laman Catch Me Up!, faktanya resistensi antibiotik meningkat 1,1 persen setiap kenaikan 10 persen polusi udara. Bahkan di tahun 2018 lalu, resistensi antibiotik akibat polusi udara ini sudah dikaitkan dengan 480.000 kasus kematian dini di seluruh dunia. Jika dalam beberapa tahun ke depan tidak ada perubahan kebijakan yang nyata penanganan polusi udara, diperkirakan tingkat resistensi antibiotik manusia di seluruh dunia meningkat sebesar 17 persen pada tahun 2050.
‘Biang kerok’ terjadinya polusi udara

Penyebab polusi disebabkan kurangnya kesadaran dari masyarakat (51,85%), tidak ada peraturan pemerintah tentang pengelolaan polusi (14,60%), tidak ada penegakan aturan oleh pemerintah (13,15%), terdapat kegiatan pabrik/tambang di daerah tersebut (5%), dan penyebab lainnya (15,40%).
Mengetahui bahwa wilayah Jakarta dan sekitar memiliki jumlah penduduk yang sangat padat, ada tiga faktor utama yang berkontribusi dalam menciptakan buruknya keadaan udara yang kotor dan tak layak untuk dihirup ini:
- Kemacetan lalu lintas
Tingginya jumlah kendaraan di jalan, ditambah dengan pilihan transportasi umum yang tidak memadai, menyebabkan kemacetan lalu lintas yang parah. Hal ini menyebabkan peningkatan emisi polutan dari kendaraan, seperti partikel dan nitrogen dioksida.
- Kegiatan industri
Jakarta adalah pusat industri utama di Indonesia yang berarti kegiatan industri ini berkontribusi pada pelepasan polutan ke udara. Emisi dari pabrik dan fasilitas industri memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas udara.
- Konstruksi dan debu
Urbanisasi yang cepat dan kegiatan konstruksi dapat menyebabkan timbulnya debu dan partikel yang semakin memperburuk kualitas udara.
Baca Juga
- Polusi Udara Meningkat, Pemkot Tangsel Lakukan Uji Emisi
- Motor Listrik Gesits: Inovasi Indonesia Menuju Transportasi Ramah Lingkungan
Upaya… solusi… tindakan… apa yang patut dilakukan?

Memakai masker, menyalakan penyaring udara, serta menutup jendela untuk menghindari udara luar yang kotor masuk mungkin bisa menjadi ‘pertolongan pertama’ yang bisa semua masyarakat lakukan… Tetapi mengurangi aktivitas outdoor nampaknya masih mustahil melihat bahwa kebijakan Work From Home (WFH) yang akan diberlakukan bulan depan masih dipertimbangkan dikarenakan tidak semua pekerja di Jakarta memiliki wewenang untuk mengambil opsi tersebut. Namun, tentunya ada hal-hal lain yang bisa dijadikan sebagai mitigasi ‘perbaikan’ kualitas udara, seperti:
- Peningkatan transportasi ramah lingkungan dengan melakukan investasi terhadap transportasi publik, jalur sepeda, jalur pejalan kaki dan membuka lebih banyak ruang hijau terbuka untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang berkontribusi pada polusi udara.
- Regulasi percepatan penerapan batas emisi yang ketat guna mengurangi jumlah polutan berbahaya yang dilepaskan ke udara, sehingga melindungi kesehatan masyarakat dari risiko penyakit pernapasan dan kardiovaskular.
- Peraturan dan pengawasan akan regulasi yang ketat terhadap industri dan kegiatan yang menghasilkan polusi udara untuk memastikan kepatuhan terhadap standar kualitas udara yang aman.
Kini, Sobat EBT Heroes makin tahu Indonesia menghadapi perubahan iklim yang kian nyata. Polusi udara juga menjadi salah satu ancaman serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan, Untuk melawan masalah ini, diperlukan tindakan kolektif dari pemerintah, industri, dan masyarakat.
#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes
Editor: Gabriel Angeline Farenita Kusuma Putri
Referensi:
[1] WFH Jadi Solusi Tangani Polusi di Jakarta
[2] Analisis Data: Polusi Udara di Jakarta Meningkat 166,67% Sejak Awal 2023
[3] Polusi udara: Mengapa Jakarta disebut ‘sudah kiamat’ dan apa solusi agar kualitas udara membaik?