Deforestasi Sumatra Ancam 4% Stok Karbon, Warisan Dunia Di Indonesia Dalam Bahaya

Data Estimasi stok karbon di dunia dan Pulau Sumatra. Sumber: Instagram Zonaebt
  • Sumatra sebagai bank karbon global dengan 46,6 gigaton karbon tersimpan.
  • Deforestasi dan alih fungsi lahan gambut di Sumatra ancam pelepasan karbon besar.
  • Program restorasi gambut di Sumatra kunci upaya mitigasi perubahan iklim global.

Dalam setiap hektare hutan gambut Sumatra, tersimpan karbon setara dengan emisi yang dihasilkan 2.000 mobil selama setahun penuh. Dengan 46,6 gigaton karbon yang tersimpan di pulau terbesar keenam dunia ini, Sumatra secara diam-diam menjadi “bank karbon” global yang nilainya melampaui cadangan minyak Saudi Arabia jika dikonversi dalam skema perdagangan karbon internasional. Namun, di balik angka-angka fantastis ini, tersembunyi ironi tragis: pulau yang menyumbang hampir sepersepuluh stok karbon dunia justru mengalami laju deforestasi yang mengkhawatirkan. Data Eyes on the Forest (2024) memperlihatkan bagaimana Sumatra, yang menyimpan 40% karbon gambut Indonesia, kini berpacu dengan waktu melawan gergaji chainsaw, buldozer perkebunan, dan api yang setiap tahunnya mengancam melepaskan karbon berusia ribuan tahun ke atmosfer—sebuah pelepasan yang akan membuat upaya dekarbonisasi global menjadi sia-sia.

Baca juga:



Sumatra: Gudang Karbon Raksasa di Tengah Ancaman Deforestasi

Ilustrasi Peta Pulau Sumatra. Sumber: sawitplus.com

Berdasarkan infografis terbaru, Pulau Sumatra menyumbang 4-9% dari total stok karbon dunia yang diperkirakan mencapai 202-500 Gt. Angka ini menempatkan Sumatra sebagai kontributor signifikan dalam penyimpanan karbon global, bahkan melebihi kawasan Asia Tenggara lainnya yang memiliki estimasi 50,4 Gt karbon.

Yang paling mengkhawatirkan adalah fakta bahwa 40% dari total karbon gambut Indonesia tersimpan di Pulau Sumatra. Karbon gambut merupakan salah satu penyimpan karbon paling efektif di bumi, namun juga paling rentan terhadap kerusakan akibat aktivitas manusia.

Peran Strategis Sumatra dalam Ekosistem Global

Hutan Gambut Utuh Terbesar di Sumatra. Sumber: Kumparan

Dr. Bambang Hero Saharjo, pakar kebakaran hutan dan lahan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), dalam penelitiannya tahun 2023 menyatakan bahwa ekosistem gambut Sumatra memiliki kemampuan menyimpan karbon hingga 10 kali lebih besar dibandingkan hutan mineral biasa. “Ketika gambut terbakar atau rusak, karbon yang tersimpan selama ribuan tahun akan terlepas ke atmosfer dalam waktu singkat,” ungkap Saharjo.

Hutan gambut Sumatra, terutama di Riau, Jambi, dan Sumatra Selatan, tidak hanya berfungsi sebagai penyimpan karbon tetapi juga sebagai pengatur tata air regional. Kerusakan ekosistem ini akan berdampak domino pada perubahan iklim lokal dan global.

Ancaman Nyata Deforestasi dan Alih Fungsi Lahan

Salah satu contoh deforestasi di daerah Hutan Sumatra. Sumber: Antarafoto

Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa laju deforestasi di Sumatra masih menjadi perhatian serius. Dalam periode 2021-2022, Sumatra mengalami kehilangan tutupan hutan sebesar 84.055 hektare, dengan Riau dan Sumatra Selatan sebagai provinsi dengan tingkat deforestasi tertinggi.

Alih fungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan akuakultur menjadi penyebab utama hilangnya ekosistem gambut. Menurut data Forest Watch Indonesia (FWI), sekitar 6,2 juta hektare hutan Sumatra telah hilang sejak tahun 1990.

Mengapa Ancaman Ini Begitu Kritis?

Efek Domino Global: Jika 40% karbon gambut Indonesia (yang sebagian besar ada di Sumatra) terlepas ke atmosfer, dampaknya akan dirasakan secara global melalui akselerasi perubahan iklim.

Tidak Ada “Plan B”: Karbon yang tersimpan selama ribuan tahun dapat hilang “dalam sekejap mata” akibat deforestasi, namun untuk mengembalikannya membutuhkan waktu ribuan tahun.

Momentum Terbatas: Data deforestasi Indonesia 2024 menunjukkan angka 175,4 ribu hektare netto KehutananKehutanan, yang menunjukkan ancaman ini bukan hanya prediksi tetapi sedang terjadi saat ini.

Makin Tahu Indoneisa bahwa Ancaman ini memberikan “ultimatum” kepada dunia: Sumatra sebagai penyimpan 4-9% karbon dunia sedang dalam ancaman nyata, dan kehilangannya akan berdampak katastropik terhadap upaya global mencegah perubahan iklim. Ini bukan lagi tentang Indonesia saja, tetapi tentang masa depan iklim planet bumi.

Baca juga:



Pemerintah Indonesia melalui Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) telah meluncurkan program restorasi gambut seluas 2,6 juta hektare, dengan 60% target berada di Sumatra. Program ini meliputi rewetting (pembasahan kembali), revegetasi, dan revitalisasi mata pencaharian masyarakat.

Direktur Eksekutif BRGM, Nazir Foead, menegaskan bahwa “restorasi gambut Sumatra bukan hanya untuk Indonesia, tetapi untuk dunia. Setiap hektare gambut yang berhasil diselamatkan berkontrib signifikan dalam upaya global mencapai target Net Zero Emission 2060.”

Dengan mekanisme perdagangan karbon yang semakin berkembang, ekosistem Sumatra memiliki potensi ekonomi yang luar biasa. Perhitungan awal menunjukkan bahwa jika seluruh karbon tersimpan di Sumatra dapat dimonetisasi melalui skema carbon credit, nilainya dapat mencapai USD 2,33 miliar dengan harga karbon USD 50 per ton CO2.

Institute for Essential Services Reform (IESR) memproyeksikan bahwa sektor kehutanan Sumatra dapat menjadi tulang punggung ekonomi hijau Indonesia, dengan potensi penyerapan tenaga kerja hingga 500.000 orang melalui program-program konservasi dan restorasi.

#zonaebt #EBTHeroes #Sebarterbarukan #Deforestasi #pulausumtra #warisandunia

Referensi:

[1] Hilangnya lahan gambut mengemisi karbon senilai 2.800 tahun dalam sekejap mata: Riset

[2] Hutan dan Deforestasi Indonesia Tahun 2024

[3] Eyes on the Forest. (2024). Carbon Stock Backgrounders – Sumatra

[4] Angka Deforestasi (Netto) Indonesia di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan

[5] Forest Carbon – Sumatra Restoration Projects