Alur Produksi dan Pemanfaatan Biomassa Woodchip

Biomassa Woodchips. Sumber: Dokumentasi Penulis
  • Produksi biomassa di Bangka melibatkan pemanenan legal, pencacahan kayu dengan mesin chipper, dan pengolahan menjadi woodchips berkualitas tinggi.
  • PLTU Air Anyir Bangka memanfaatkan teknologi Circulating Fluidized Bed Boiler untuk melakukan co-firing biomassa dan batu bara dengan komposisi 5% biomassa, mengurangi emisi karbon sambil menjaga efisiensi pembakaran.
  • Proses co-firing di PLTU ini dimulai dari pencampuran biomassa dan batu bara, penggerusan melalui milling, hingga pembakaran dalam boiler untuk menghasilkan listrik, mendukung upaya Indonesia menuju Net Zero Emission.

Di pagi yang cerah di tanggal 25 Juli 2022, suasana hangat terasa di halaman belakang rumah Pak Setyo, manajer proyek Koperasi Energi Terbarukan Indonesia. Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi, namun aktivitas sudah mulai terasa. Di bawah naungan pohon rindang, Pak Setyo duduk bersama Pak Slamet, pengawas lapangan, serta para pekerja yang sibuk menyeruput kopi hangat sambil mendengarkan instruksi hari itu. Mereka membahas rincian tugas yang akan segera dilakukan di lahan pemanenan, memastikan setiap langkah telah dipahami dengan baik sebelum berangkat.

Proses Pemanenan Kayu

Lahan Pemanenan dan Gudang Penyimpanan Biomassa di Desa Air Duren, Kec. Pemali, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung. Sumber: Dokumentasi Penulis

Persiapan awal produksi biomassa dimulai dari penyediaan peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk proses penebangan pohon. Sejumlah alat berat seperti gergaji mesin senso, kapak, dan gergaji telah disiapkan dengan cermat. Tidak lupa, perlengkapan keselamatan menjadi perhatian utama. Helm, kacamata pelindung, sarung tangan, pelindung telinga, serta sepatu safety wajib dikenakan oleh setiap pekerja sebelum memulai kegiatan di lapangan. Setelah persiapan selesai, tim bergegas menuju lahan yang telah memiliki izin resmi dari dinas terkait dan pemilik tanah (Gambar 1).

“Lahan yang kita gunakan berada di luar kawasan hutan, jadi statusnya legal, sudah kita canangkan sejak tahun 2021, melalui sosialisasi dan penataran di daerah-daerah yang berpotensi untuk kerja sama dengan masyarakat,” kata Pak Setyo.

Di sana, empat jenis pohon yang akan diolah menjadi biomassa telah ditentukan yaitu pohon puspa, pinus, karet, dan akasia. Setiap pohon dipilih dengan teliti, memastikan bahwa kegiatan ini selaras dengan perjanjian yang telah dibuat.

Proses penebangan dimulai dengan suara bising gergaji mesin yang memecah kesunyian pagi. Pohon demi pohon ditebang dengan penuh kehati-hatian, mengikuti panduan keamanan yang telah disepakati. Setelah kayu dipanen, dump truk dengan kapasitas hingga 6 ton sudah siap untuk mengangkut hasil penebangan menuju workshop. Jaraknya hanya sekitar 3 kilometer dari lokasi, sehingga perjalanan singkat ini dapat ditempuh dalam waktu 5 menit jika lalu lintas lancar.

Sesampainya di workshop, kayu-kayu tersebut langsung ditempatkan di gudang penyimpanan untuk proses pengolahan selanjutnya (Gambar 2). Di sinilah, dari potongan-potongan kayu hasil alam, biomassa berkualitas tinggi akan dihasilkan.

Baca Juga



Proses Pemotongan Kayu

Tempat pemotongan Kayu di Desa Air Duren, Kec. Pemali, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung. Sumber: Dokumentasi Penulis

Kayu yang telah berada di gudang dipilah berdasarkan ukuran. Untuk batang pohon yang berdiameter lebih dari 10 cm terlebih dahulu diproses dengan mesin pemotong (circle), sedangkan batang kayu yang berdiameter kurang dari 10 cm langsung diproses melalui mesin pencacah (chipper) untuk kemudian diolah menjadi woodchips. Mesin gergaji circular digunakan untuk membelah batang pohon yang diameternya lebih dari 10 cm menjadi beberapa bagian kecil agar muat pada inlet mesin pencacah (Chipper) (Gambar 3). Mata pisau gergaji yang digunakan berjumlah 60.

Mesin pencacah digunakan untuk mencacah batang pohon menjadi woodchips. Mesin yang digunakan adalah disk type woodchipper machine model CRS-600 yang dimodifikasi menggunakan mesin diesel dengan kapasitas 1 ton/jam, daya 15 kw, berat 380 kg, dengan kecepatan poros 600, jumlah pisau 3, dan inlet size 180×150 mm. Disk chipper terdiri dari piringan berat yang berputar dengan diameter sekitar 600-1000mm dan dua hingga empat pisau (Gambar 4). Ukuran chip dapat dimodifikasi dengan menyesuaikan pisau dan landasan. Disk chipper menghasilkan serpihan yang cukup seragam, karena sudut pemotongan dalam kaitannya dengan arah serat pohon tetap tidak berubah terlepas dari ketebalan batangnya.

Proses Pengiriman Woodchip

Gudang Biomassa Woodchip di Desa Air Duren, Kec. Pemali, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung dan Tempat Penimbangan di Air Anyir, Kec. Merawang, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung. Sumber: Dokumentasi Penulis

Woodchip merupakan produk akhir dari pengolahan batang pohon yang digunakan. Produk woodchip ini memiliki Panjang rata-rata 3 cm dengan tebal 2mm (Gambar 5). Produk woodchips kemudian ditampung di dalam gudang dengan memperhatikan kondisi kelembapan kayu sehingga woodchip diatur merata agar tidak terlalu bertumpuk. Saat menyimpan biomassa yang baru dicacah dalam tumpukan, kehilangan bahan kering dapat mencapai 5 persen per bulan. Menurut Jan Koppejan dalam bukunya Handbook of Biomass Combustion and Co-Firing (2008), kehilangan bahan kering paling tinggi pada periode penyimpanan awal dan bergantung pada kadar air bahan bakar (kadar air yang tinggi meningkatkan kehilangan bahan kering), jenis dan umur tumbuhan, dan ukuran partikel. woodchips yang sudah siap kemudian dikirim menggunakan dump truk menuju tempat timbangan (Gambar 6).

“Massa jenis dari woodchip yang kering ini cukup ringan, Rata-rata berat bersih woodchip yang dibawa oleh satu truk dengan kapasitas 5-6 ton itu cuma sekitar 2 ton saja.,” kata Pak Slamet, pengawas lapangan.

Woodchip yang sudah ditimbang kemudian dibawa ke PLTU Air Anyir yang berjarak 20 km dari workshop yang berada di desa Air Duren. Pengiriman dilakukan dengan truk dengan bak tertutup agar menghindari perubahan karakteristik dari biomassa. Densitas energi biomassa sangat kecil dibandingkan batu bara dalam artian diperlukan biomassa lebih banyak untuk mendapat jumlah energi tertentu dibandingkan batu bara (Koppejan, 2008). Oleh karena itu, pengiriman biomassa harus diperhatikan sebaik mungkin agar biaya yang dikeluarkan efisien.

Baca Juga



Proses Cofiring Biomassa

Coal storage dan boiler pada PLTU Air Anyir, Kec. Merawang, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung. Sumber: Dokumentasi Penulis

Woodchip yang sampai di PLTU Air Anyir kemudian ditempatkan pada coal storage yang ada hingga pengiriman yang dilakukan mencapai kapasitas yang diperlukan (Gambar 7). Potensi kehilangan bahan kering terjadi dalam proses yang sama dengan storage pada workshop. Setelah kapasitas woodchip yang dibutuhkan telah tercapai, dilakukan mixing antara batu bara dan biomassa dengan komposisi 19:1 (5% Biomassa). Proses mixing ini dilakukan dengan alat berat hingga batu bara dan biomassa homogen.

“Penggunaan batubara di PLTU Air Anyir ini bisa mencapai 1000 ton per hari, kami juga membutuhkan sekitar 50 ton biomassa setiap harinya untuk mendukung proses co-firing. Dengan kombinasi ini, kami bisa menjaga efisiensi operasional sambil mengurangi emisi karbon secara bertahap,” kata Pak Reza, supervisor PLN di PLTU Air Anyir, Bangka.

Setelah dicampur bahan bakar kemudian disalurkan melalui conveyor untuk melalui proses milling, yakni proses pengerusan agar ukuran bahan bakar sesuai untuk diinjeksi ke dalam furnace. Ukuran bahan bakar sangat berpengaruh pada proses pembakaran pada PLTU Air Anyir digunakan Circulating Fluidized Boiler (CFB) yang ukuran bahan bakar maksimum berkisar 40 mm. Setelah melalui milling bahan bakar, kemudian melewati coal bunker, yakni suatu wadah yang digunakan untuk menampung sekaligus menakar bahan bakar sebelum dimasukkan ke coal feeder. Bahan bakar yang masuk ke coal feeder ditakar dan diatur alirannya menuju boiler (Gambar 8).

“PLTU Air Anyir Bangka ini menggunakan teknologi Circulating Fluidized Bed Boiler, yang efisiensi pembakarannya cukup tinggi,” ujar Pak Arman, petugas dari PJB yang bertanggung jawab di PLTU Air Anyir Bangka.

Fluidized Bed terdiri dari bejana silindris dengan pelat bawah berlubang yang diisi dengan bed dari bahan panas, lembam, dan granular. Bahan dasar (bed material) yang umum adalah pasir silika dan dolomit. Bahan dasar mewakili 90-98 persen dari campuran bahan bakar dan bahan dasar. Suhu pembakaran pada boiler ini harus dijaga tetap rendah (biasanya 650-900 °C) untuk mencegah sintering abu pada bed. Hal ini dapat dicapai dengan permukaan penukar panas internal, dengan resirkulasi gas buang, dengan injeksi air atau dengan operasi bed sub-stoikiometrik (Koppejan, 2008).

Teknologi ini mendukung implementasi cofiring karena proses pencampurannya optimal dan ukuran bahan bakar yang masuk tidak perlu terlalu halus di mana batas ukuran maksimalnya mencapai 40 mm sehingga mendukung pemanfaatan biomassa berbentuk woodchip. Panas hasil pembakaran pada furnace kemudian dimanfaatkan untuk memanaskan uap yang terdapat pada steam drum melalui pipa superheater. Uap yang sudah dalam fase superheat kemudian disalurkan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik.

Sekarang kita makin tahu Indonesia dan upayanya mengurangi emisi melalui cofiring biomassa yang telah dilakukan oleh PLN. Dengan dukungan yang tepat, cofiring biomassa dapat menjadi salah satu langkah penting dalam transisi energi bersih Indonesia menuju Net Zero Emission. Tantangannya kini adalah memastikan pasokan yang berkelanjutan dan kolaborasi yang lebih kuat antar pemangku kepentingan untuk mewujudkan potensi ini secara maksimal.

#ZonaEBT #Sebarterbarukan #EBTHeroes

Editor: Adhira Kurnia Adhwa

Referensi:

[1] The Handbook of Biomass Combustion and Cofiring

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 Comment