
- Menurut WHO zat Benzene dan Styrene yang ada di plastik Styrofoam bersifat karsinogenik dan dapat menumbuhkan sel kanker. Sifatnya yang dapat menguap dalam suhu panas membuat terakumulasi dengan makanan dan minuman.
- Larva serangga atau biasa disebut ulat menjadi penelitian yang dilakukan dan jenis ulat kuning (Tenebrio molitor), ulat super (Zophobas morio), dan ulat hongkong dapat mencerna plastik, terutama jenis plastik polistirena atau Styrofoam.
- Bakteri Kluyvera , Lactococcus , Citrobacter , dan Klebsiella juga sangat melimpah dan diketahui menghasilkan enzim yang mampu mencerna plastik sintetis.
- Enzim PETase dengan MHETase ternyata dapat menciptakan enzim gabungan yang lebih efektif dalam mendegradasi PET, jenis plastik umum yang ada.
Plastik sekali pakai semakin mendapat sorotan global, karena sulit terurai dan mencemari lingkungan. Salah satu jenis plastik yang paling berbahaya adalah polistirena atau styrofoam. Jenis plastik yang banyak digunakan dalam kemasan makanan, elektronik, dan industri. Diperkirakan, produksi styrofoam mencapai 14 juta ton setiap tahunnya.
Selain mencemari lingkungan, styrofoam juga mengandung zat styrene dan benzene yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Menurut World Health Organization (WHO), benzene bersifat karsinogenik dan dapat memicu pertumbuhan sel kanker. Meski daur ulang menjadi solusi, prosesnya memakan biaya besar dan dapat menghasilkan polutan tambahan.
Namun, penelitian terbaru membawa kabar baik, ada jenis larva yang mampu mengurai styrofoam secara alami, membuka potensi baru dalam pengelolaan limbah plastik.
Bibit Serangga Makan Plastik

Salah satu penemuan menarik muncul pada 2015, peneliti dari Stanford University menemukan bahwa larva Tenebrio molitor (mealworm) bisa mencerna polistirena dengan bantuan mikroba dalam pencernaannya. Bahkan, limbah pencernaannya aman bagi lingkungan. Penemuan ini membuka jalan bagi kemungkinan menggunakan bioteknologi untuk mengelola sampah plastik secara lebih ramah lingkungan.
“Mealworm memakan Styrofoam dan mencerna Styrofoam di usus mereka. Prosesnya sangat cepat. Kurang dari 24 jam, Styrofoam berubah menjadi CO2,” kata Wein-Min Wu salah satu peneliti pada VOA Indonesia.
Namun, larva ini bukan satu-satunya serangga yang memiliki kemampuan mengolah plastik. Bibit-bibit serangga lainnya juga ditemukan dapat memakan plastik. Tahun 2017, para peneliti menemukan bahwa ulat Galleria mellonella (waxworm), juga mampu mencerna polietilena, salah satu plastik paling umum di dunia.
Menariknya, temuan ini terjadi secara tidak sengaja ketika para peneliti melihat waxworm memakan kantong plastik. Tentunya plastik bukan makanan alami ulat ini, namun dalam penelitian ini peneliti mencoba meletakkan telur-telur waxworm di sarang lebah. Larva yang baru menetas memakan lilin sarang lebah tersebut.
“Lilin adalah sebuah polymer, semacam ‘plastik alami,’ dan memiliki struktur kimia yang serupa dengan polyethyleen,” ujar Bertocchini dalam VOA Indonesia.
Baca Juga
- Solusi Plastik, Bakteri Air Limbah Jadi Pahlawan Limbah Plastik
- Dilema Plastik Sekali Pakai: Solusi Praktis atau Ancaman Ekologis?
Sementara itu, di tahun 2022, tim ilmuwan dari University of Queensland menemukan bahwa larva Zophobas morio (superworm) juga memiliki kemampuan serupa.
“Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa superworm mampu bertahan hanya dengan makan plastik dan tetap tumbuh dengan baik,” ungkap Dr. Chris Rinke, salah satu peneliti dalam studi ini.

Penelitian terbaru di Afrika pada 2024 bahkan mengungkap spesies baru dari genus kumbang Alphitobius yang dapat mengurangi polistirena hingga 50%, terutama jika plastik dicampur dengan dedak atau sekam gandum.
“Larva ini menunjukkan potensi besar dalam mengatasi limbah plastik,” kata Fathiya M. Khamis dari tim peneliti International Centre of Insect Physiology and Ecology (ICIPE), Kenya.
Lantas dari dua penelitian terakhir ini, para peneliti sangat menyoroti tentang bagaimana para larva ini memproses plastik tersebut. Hal ini, akhirnya mendapatkan kesimpulan yang menakjubkan tentang bakteri di lambung larva yang berperan besar.
Rahasia Pencernaan Plastik

Menurut pengakuan Fathiya, di The Conversation (10/11/2024), selain mereka menganalisis sub spesies kumbang Alphitobius, mereka juga menganalisis usus ulat hongkong. Didapatkan bahwa pola makanan yang berbeda di dalam usus ulat ini menunjukkan perubahan pada komposisis bakteri di ususnya.
Usus ulat yang diberi makan polistirena ditemukan mengandung kadar Proteobacteria, dan Firmicutes dalam jumlah tinggi. Kedua bakteri ini dapat beradaptasi dengan berbagai lingkungan, sehingga dapat memecah berbagai zat kompleks seperti plastik.
Tidak hanya bakteri tersebut, peran bakteri Kluyvera, Lactococcus, Citrobacter, dan Klebsiella juga sangat melimpah dan diketahui menghasilkan enzim yang mampu mencerna plastik sintetis. Menurutnya bakteri tersebut tidak akan berbahaya bagi serangga atau lingkungan jika digunakan dalam skala besar.

“Temuan ini mendukung hipotesis kami bahwa usus serangga tertentu dapat memungkinkan degradasi plastik. Hal ini mungkin karena bakteri dalam usus serangga dapat menghasilkan enzim yang memecah polimer plastik,” tulis Fathiya di The Conversation.
Fathiya melihat ini sebagai peluang, karena dari bakteri ini dapat mengungkapkan peran mikroba apa saja yang aktif dalam menguraikan plastik.
“Selain itu, kita mungkin mengeksplorasi jenis plastik lain untuk menguji fleksibilitas serangga ini untuk aplikasi pengelolaan limbah yang lebih luas,” tulisnya.
Fathiya dan timnya juga memberikan peringatan tentang kewajiban untuk penelitian lebih lanjut terhadap kesehatan serangga tersebut. Mengingat serangga ini juga akan terakumulasi dengan makhluk hidup lainnya seperti ternak.
“Peningkatan penggunaan ulat Jerman untuk degradasi plastik juga memerlukan strategi, untuk memastikan kesehatan serangga selama konsumsi plastik jangka panjang, serta mengevaluasi keamanan biomassa serangga yang dihasilkan untuk pakan ternak,” ungkapnya.
Enzim Super Pencerna Plastik

Pada 2016, ilmuwan di Jepang menemukan bakteri ideonella sakaiensis yang mampu mendegradasi polyethylene terephthalate (PET), komponen utama dalam banyak produk plastik. Dari bakteri ini, dua enzim penting diisolasi, yakni PETase dan MHETase.
Penelitian lebih lanjut dilakukan, di 2018 para peneliti mulai merekayasa enzim PETase untuk meningkatkan kemampuannya. Menggabungkan enzim PETase dengan MHETase ternyata dapat menciptakan enzim gabungan yang efektif dalam mendegradasi PET. Hasilnya, enzim super ini mampu mempercepat proses penguraian plastik hingga enam kali lipat dibandingkan metode sebelumnya.
Dilansir dari The Guardian, menurut John McGeehan, guru besar biologi di University of Portsmouth enzim ini memiliki peluang besar untuk dikembangkan agar dapat mengikuti kebutuhan industri.
Enzim super bekerja dengan memecah rantai molekul plastik menjadi monomer penyusunnya, memungkinkan daur ulang tanpa menurunkan kualitas materialnya. Teknologi ini lebih efisien dan ramah lingkungan karena tidak membutuhkan suhu tinggi atau bahan kimia berbahaya.
Akan tetapi perlu diingat juga bahwa enzim super ini baru efektif terhadap PET, yang hanya menjadi satu bagian dari sampah plastik jenis lainnya.
Baca Juga
Potensi Aplikasi dan Tantangan
Meskipun penelitian menunjukkan potensi besar dalam pengolahan plastik, ada beberapa tantangan yang perlu diatasi, seperti:
- Meningkatkan stabilitas enzim dalam berbagai kondisi lingkungan
- Memastikan produksi enzim dalam skala besar
- Mengkaji dampak jangka panjang dari serangga pemakan plastik
- Menilai efektivitas mikroba di lingkungan alami, bukan hanya di laboratorium
Tentunya keberhasilan implementasinya akan sangat bergantung pada kolaborasi antara ilmuwan, industri, dan pemerintah dalam mengatasi tantangan yang ada dan memastikan teknologi ini dapat diterapkan secara luas.
Dalam menghadapi krisis polusi plastik, inovasi seperti enzim super ini menjadi langkah penting menuju solusi yang berkelanjutan. Bagaimana menurut Sobat EBT Heroes? Apakah penggunaan ulat pemakan plastik bisa menjadi solusi utama untuk limbah Styrofoam? Berikan pendapat Sobat di kolom komentar!
#zonaebt #sebarterbarukan #ebtheroes
Editor : Alfidah Dara Mukti
Referensi:
[1] Plastic Eating Insect Discovered in Kenya
[2] Tidak Mudah Terurai, Sampah Styrofoam Bisa Merusak Lingkungan
[3] ‘Cacing Super’ Pemakan Plastik Bisa Jadi Solusi Atasi Limbah Plastik
[4] Ilmuwan Berhasil Bikin ‘Enzim Super’, Bisa Mengurai Plastik Enam Kali Lebih Cepat