
- Perjalanan antariksa merupakan buah dari perkembangan sains dan teknologi yang memungkinkan manusia untuk menjelajahi misteri yang ada di angkasa luar.
- Dari mulai diluncurkanya satelit pertama bernama Sputnik-1, meluncurnya Yuri Gagarin sebagai manusia pertama yang pergi ke luar angkasa, hingga pendaratan rover Perseverance dan Curiosity di planet Mars menjadi tolok ukur kemajuan sains umat manusia.
- Namun, semakin sering kita melakukan program luar angkasa, semakin banyak pula sisa-sisa peluncuran dan satelit yang menumpuk di orbit bumi, menjadikannya sampah antariksa.
Kemajuan di bidang teknologi memungkinkan manusia untuk terus berinovasi dalam meningkatkan kualitas hidup. Mulai dari penemuan telepon, lampu bohlam, internet, hingga perjalanan antariksa, semua itu merupakan hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang.
Kemampuan manusia untuk menjelajahi ruang angkasa memegang peran penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi. Banyak kemajuan yang kini kita nikmati merupakan hasil dari eksplorasi luar angkasa.
Sejak kosmonot Yuri Gagarin menjadi manusia pertama yang menjelajahi luar angkasa pada 12 April 1961, hingga peluncuran satelit Starlink oleh Elon Musk yang memungkinkan akses internet ke daerah terpencil, serta pendaratan rover Perseverance dan Curiosity di Mars, eksplorasi luar angkasa terus berkembang pesat.
Luar angkasa memang menyimpan banyak misteri ilmu pengetahuan baru yang terus diteliti. Selain itu, keberadaan satelit di orbit Bumi telah mempermudah manusia dalam berkomunikasi, membuat dunia semakin terhubung.
Namun, sejak peluncuran satelit pertama Sputnik-1, jumlah sampah antariksa di orbit Bumi terus bertambah. Sampah antariksa ini berasal dari satelit yang sudah tidak berfungsi, pecahan roket, hingga komponen lainnya yang tertinggal di luar angkasa.
Jumlah sampah antariksa yang terus meningkat menjadi ancaman serius, terutama jika puing-puing ini kembali jatuh ke Bumi. Tidak ada yang dapat memastikan di mana sampah antariksa akan jatuh, sehingga berpotensi membahayakan wilayah pemukiman.
Selain itu, sisa bahan bakar dari roket dan tangki bahan bakar yang terbawa dalam sampah antariksa mungkin masih mengandung zat berbahaya. Jika jatuh di kawasan berpenduduk, hal ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut mengenai ancaman yang dapat ditimbulkan oleh sampah antariksa yang jatuh ke Bumi. Yuk, simak lebih lanjut!
Baca juga
- Mega Proyek Panel Surya di Luar Angkasa Negara Industri Maju
- Wow!! Panel Surya Raksasa yang Fleksibel digunakan Modul Laboratorium Luar Angkasa China
Dari Manakah Sampah Antariksa Berasal?

Sobat EBT Heroes, pasti pernah melihat bagaimana roket antariksa diluncurkan, bukan? Selain menjadi tontonan yang menakjubkan, peluncuran roket sebenarnya memiliki berbagai misi penting. Mulai dari mengirimkan astronot ke International Space Station (ISS), memasang satelit untuk keperluan komunikasi dan penelitian, hingga membawa wahana antariksa untuk menjelajahi planet lain.
Sebuah roket antariksa terdiri dari beberapa komponen utama yang berperan penting dalam misinya. Di bagian atas terdapat kapsul kendali yang berfungsi sebagai tempat awak atau muatan. Roket juga memiliki tabung bahan bakar utama dan tabung bahan bakar cadangan untuk memastikan daya dorong yang cukup. Selain itu, ada booster roket yang bertugas memberikan tenaga awal agar roket bisa menembus atmosfer.
Saat roket diluncurkan, akan melewati beberapa tahapan. Tahap pertama adalah pelepasan booster roket setelah bahan bakarnya habis. Booster ini hanya digunakan untuk memberikan daya dorong awal, sehingga setelah mencapai ketinggian tertentu, ia dilepaskan dan jatuh kembali ke Bumi. Setelah itu, roket akan terus melaju menuju orbit dengan bantuan pendorong kecil yang berfungsi untuk menyesuaikan arah dan menjaga stabilitas jalur terbangnya.
Ketika mencapai orbit yang telah ditentukan, roket mulai menjalankan misinya. Jika misinya adalah memasang satelit, maka satelit akan dilepaskan dan ditempatkan di orbit yang sesuai agar bisa beroperasi dengan optimal. Jika roket membawa kapsul kendali berisi awak atau perlengkapan penelitian, kapsul ini akan dilepaskan untuk berlabuh di ISS. Dalam misi eksplorasi luar angkasa, seperti perjalanan ke Mars, roket akan terus meluncur ke tujuan dengan mengandalkan navigasi yang telah diprogram sebelumnya.
Dengan memahami bagaimana roket bekerja dan tahapan yang dilaluinya, kita bisa semakin mengapresiasi kemajuan teknologi antariksa yang telah memungkinkan manusia menjelajahi luar angkasa. Semua ini bukan sekadar pencapaian ilmiah, tetapi juga membuka peluang bagi masa depan eksplorasi dan pemanfaatan luar angkasa untuk kepentingan umat manusia.

Lalu, pertanyaannya adalah ke manakah komponen-komponen roket yang dilepas tersebut berakhir? Pada umumnya, markas pusat yang bertanggung jawab atas peluncuran roket sudah mengkalkulasi arah jatuhnya sisa-sisa roket tersebut agar jatuh ke lautan ketika terjadi re-entry.
Akan tetapi, sering kali sisa-sisa roket yang diluncurkan justru jatuh ke daratan, seperti yang terjadi di Kenya pada akhir tahun 2024. Indonesia pun juga pernah mengalami kejadian serupa, tertimpa sampah antariksa. Inilah yang membuat peluncuran roket menjadi salah satu penyumbang utama sampah antariksa.
Tak hanya itu saja, Sobat EBT Heroes, satelit-satelit yang sudah tidak berfungsi atau tidak lagi digunakan juga dapat menjadi sampah antariksa.
Melansir dari laman The Conversation, saat ini telah terpantau sebanyak 36.000 sampah antariksa yang diawasi oleh Satellite Surveillance Network (SSN).
Badan Antariksa Eropa (ESA) juga memperkirakan bahwa saat ini terdapat sekitar 40.000 puing-puing berdiameter lebih dari 10 cm di orbit Bumi, dengan 650 di antaranya disebabkan oleh tabrakan objek antariksa, ledakan, dan kerusakan lainnya.
Bahaya Sampah Antariksa

Tumpukan puing-puing serta rongsokan di luar angkasa memiliki beberapa dampak dan bahaya bagi kehidupan manusia serta lingkungan. Sampah antariksa yang bertaburan di orbit Bumi dapat merusak satelit-satelit yang masih berfungsi, baik itu satelit komunikasi maupun militer. Selain itu, sampah antariksa juga dapat membahayakan pesawat luar angkasa yang diawaki oleh astronot.
Belum lagi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh tumpukan sampah antariksa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sampah antariksa memiliki jenis dan ukuran yang beragam. Ada yang berukuran kurang dari 10 cm, tetapi ada juga yang lebih besar dari itu.
Sampah antariksa yang berukuran kurang dari 10 cm biasanya akan terbakar habis saat masuk ke atmosfer Bumi. Namun, bagaimana jika sampah tersebut berukuran cukup besar?
Hal ini dapat menyebabkan pencemaran gas kimia di atmosfer Bumi yang berpotensi merusak lapisan ozon, serta membahayakan misi penjelajahan antariksa di masa mendatang.
Bahkan, sampah dengan ukuran yang sangat besar juga dapat mengancam keselamatan manusia di daratan.
Contohnya, peristiwa yang terjadi di Tiongkok pada tahun 2024 lalu. Sebuah serpihan roket Long March 2C jatuh menimpa sebuah desa bernama Xianqiao, yang lokasinya berdekatan dengan situs peluncuran di Provinsi Sichuan.
Peluncuran roket Long March 2C dinyatakan berhasil oleh China Aerospace Science and Technology Corporation (CASC). Akan tetapi, serpihan roket yang jatuh sangat membahayakan penduduk setempat karena berpotensi melepaskan gas beracun serta menimbulkan ledakan hebat yang dapat mengancam masyarakat sekitar.
Selain itu, sampah antariksa berukuran cukup besar di orbit Bumi juga berisiko bertabrakan dengan tumpukan sampah lainnya, sehingga terus berbenturan hingga hancur menjadi serpihan kecil yang jumlahnya tak terhitung. Peristiwa ini dikenal sebagai Kessler Syndrome.
Baca juga
- DEMI BERWISATA KE LUAR ANGKASA, DATANGKAN KERUSAKAN IKLIM
- Nantikan! 2035 Inggris Akan Daratkan PLTS di Luar Angkasa
Solusi Membersihkan Sampah Antariksa

Ternyata, ada cara untuk mengurangi sampah antariksa sekaligus mencegah terciptanya sampah baru di orbit Bumi. Salah satunya adalah dengan mengubah orbit sampah antariksa.
Sampah yang mengambang di orbit Bumi dapat diarahkan kembali ke atmosfer sehingga terbakar habis sebelum mencapai permukaan.
Metode lain yang dapat digunakan untuk membersihkan sampah antariksa adalah teknologi elektromagnet berukuran besar, yang mampu menggerakkan sampah ke arah atmosfer agar dapat terbakar habis.
Meskipun hingga saat ini metode pembersihan sampah antariksa masih dalam tahap pengembangan dan penelitian, beberapa negara telah berkomitmen untuk mengurangi jumlah sampah di orbit Bumi.
Salah satunya adalah Skotlandia, yang telah merancang program antariksa ramah lingkungan. Mereka membangun Stasiun Antariksa Sutherland, yang diklaim sebagai stasiun antariksa paling hijau di dunia. Selain itu, Skotlandia juga mengembangkan bahan bakar roket ramah lingkungan, seperti Orbex, Skyrora, dan HyImpulse Technologies.
Itulah penjelasan mengenai bahaya sampah antariksa serta upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. Eksplorasi luar angkasa sejatinya bertujuan untuk memperluas wawasan ilmu pengetahuan, tetapi langkah pencegahan sangat diperlukan agar kita dapat mengurangi dan mencegah terciptanya sampah baru di luar angkasa.
#zonaebt #EBTHeroes #Sebarterbarukan
Editor : Alfidah Dara Mukti