Co-firing Biomassa Tengah Dikembangkan, Apakah Cukup Efektif Untuk Mendorong Transisi Energi di Indonesia?

Co-firing Biomassa Tengah Dikembangkan, Apakah Cukup Efektif Untuk Mendorong Transisi Energi di Indonesia? zonaebt.com
Ilustrasi Pellet yang menjadi bahan co-firing biomassa, Bumntrack.co.id
  • Biomassa ditambahkan dengan persentase tertentu sebagai bahan campuran batu bara di PLTU. Proses bauran ini disebut dengan co-firing.
  • Proses co-firing memiliki keunggulan dan kekurangan dalam pelaksanaan nya. Hal ini didukung oleh pernyataan ahli dan data riset trend Asia tahun 2022.
  • Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah, peneliti, insinyur, dan pihak-pihak lain terkait dalam perkembangan energi biomassa di Indonesia untuk terus mengembangkan teknik dan metode yang lebih efektif.

Transisi energi menggunakan energi alternatif ramah lingkungan merupakan mimpi besar Indonesia dan negara lain di dunia sebagai langkah untuk menghadapi perubahan iklim dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Salah satu sumber energi baru dan terbarukan unggulan Indonesia adalah biomassa.

Terbuat dari bahan organik yang dapat diperbarui dan diberdayakan dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan biomassa menjadi salah satu harapan untuk transisi energi di Indonesia. Mengingat potensi bahan baku biomassa dari hutan dan hasil pertanian sangat berlimpah di berbagai daerah di Indonesia.

Pemanfaatan biomassa baru-baru ini mulai dikembangkan dalam skala yang cukup besar. Salah satunya adalah dengan membaurkan biomassa dengan batu bara pada PLTU di beberapa daerah. Biomassa ditambahkan dengan persentase tertentu sebagai bahan campuran batu bara di PLTU. Proses bauran ini disebut dengan co-firing. 

Hal ini merupakan salah satu usaha dan dorongan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencapai komitmen Indonesia mempercepat target Net Zero Emission pada tahun 2060. Dengan memanfaatkan hasil perkebunan dan hutan Indonesia, upaya membaurkan bahan biomassa dengan batu bara dinilai cukup cocok untuk dilakukan di Indonesia. 

Baca juga :



Tahun ini, PLN dengan program PLN Peduli nya melaksanakan pelatihan dalam pelaksanaan proses co-firing ini. Bukan tanpa alasan, program ini dilaksanakan untuk mewujudkan target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 25 persen pada 2025 melalui teknologi co-firing pada PLTU.

Namun, teknik co-firing mulai diragukan efektifitas nya dalam meningkatkan kemajuan transisi energi. Apa alasan nya?

Menurut Pakar Teknik Lingkungan Unair Wahid Dian Budiyanto, teknik co-firing biomassa  sudah tepat diimplementasikan di Indonesia, karena ini merupakan langkah paling realistis dalam menjalankan komitmen implementasi green energy . Ia menambahkan bahwa proporsi penggunaan biomassa di PLTU Indonesia beragam, mulai dari 5% sampai ada yang bisa 100% menggantikan batu bara seperti di PLTU Tembilahan di Riau. 

Namun, Wahid tetap menekankan bahwa co-firing biomassa ini bukan untuk solusi jangka panjang. Wahid mengatakan bahwa metode ini tetap menggunakan batubara yang pembakarannya sangat polutif dan sumber biomassa seperti cangkang kelapa sawit juga didapatkan dari perkebunan yang mengamplifikasi deforestasi. 

Hal ini dinilai masuk akal mengingat bauran yang dilakukan masih melibatkan sebagian kecil dari biomassa dan batu bara masih mendominasi bahan baku pembangkit listrik. Masalah lain adalah deforestasi yang dapat terjadi untuk memenuhi pasokan bahan baku biomassa.

Baca juga :



Dari riset trend Asia juga menunjukkan adanya fakta yang cukup berkebalikan dengan target yang diharapkan. Emisi karbon dari PLTU yang dalam RUPTL 2021-2030 diproyeksikan terus naik menjadi 298,9 juta ton CO2e pada 2030. Skenario yang diuji dalam riset ini yakni skala 5 persen biomassa (95 persen batubara) hingga 10 persen biomassa (90 persen batubara).

Riset Trend Asia juga mengungkap bahwa praktik co-firing biomassa menggunakan pelet kayu yang disuplai dengan skema Hutan Tanaman Energi (HTE) akan sangat berisiko dalam proses rantai pasok dan potensi deforestasi yang terkait erat dalam peningkatan emisi gas rumah kaca.

Walaupun demikian, harapan transisi energi bagi Indonesia dengan memanfaatkan biomassa masih dapat dicapai. Melihat fakta yang ada saat ini mengenai co-firing biomassa, hal ini tentunya menjadi tantangan bagi pemerintah, peneliti, insinyur, dan pihak-pihak lain terkait dalam perkembangan energi biomassa di Indonesia untuk terus mengembangkan teknik dan metode yang lebih efektif. Potensi biomassa dan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia perlu dimanfaatkan dengan baik dan dengan metode yang tepat pula.

Referensi

[1] PLN Gelar Pelatihan Cofiring biomassa, Olah Sampah Jadi Bahan Bakar PLTU Tarahan

[2] Akselerasi Transisi Energi, Co-firing Biomassa di PLTU Jadi Teknologi Pilihan

[3] Pakar Unair Tanggapi Co-Firing Biomassa untuk PLTU

[4] Riset Trend Asia Ungkap Bahaya Co-firing Biomassa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *