Pumped Hydro Energy Storage, Peran dalam Peneterasi Renewable Energy Intermiten, dan Perkembangannya di Indonesia

  • Meningkatnya peneterasi energi terbarukan intermiten, berpotensi mengganggu stabilitas sistem ketenagalistrikan
  • Salah satu metode yang digunakan untuk mitigasi intermintensi untuk menunjang stabilitas sistem ketenagalistrikan adalah dengan menggunakan Pumped Hydro Energy Storage (PHES)
  • Indonesia telah berencana membangun sebanyak total 4,3 GW PHES hingga Tahun 2030

Energi terbarukan seperti PLTB, dan PLTS, meskipun memiliki sumber daya terbarukan yang tak terbatas, memiliki sifat dasar intermitensi, yang artinya, listrik yang dihasilkan oleh pembangkit pembangkit tersebut, jumlahnya terbatas dan nilainya berfluktuasi dari waktu ke waktu.

Ternyata, meningkatnya bauran energi terbarukan intermiten dalam sistem ketenagalistrikan, berpotensi mengganggu stabilitas jaringan. Untuk memprevensi hal tersebut, diperlukan manajemen fleksibilitas sistem ketenagalistrikan, seperti pemanfaatan pembangkit peaker, interkoneksi jaringan, serta opsi penggunaan energy storage.

Diantara beberapa nama energy storage, seperti baterai lithium ion, dan vanadium redox flow, nama Pumped Hydro Energy Storage muncul menjadi diskusi belakangan ini. Pumped Hydro Energy Storage (PHES), merupakan salah satu jenis penyimpanan energi yang menggunakan prinsip mekanika dalam melakukan tugasnya.

Gambar Prinsip Pumped Hydro Energy Storage (PHES)

Secara sederhana, PHES menyimpan energi dalam bentuk energi potensial air yang dipompa dari reservoir (lokasi penyimpanan) lebih rendah menuju reservoir yang lebih tinggi. Dengan begini, saat produksi daya listrik berlebih oleh energi terbarukan intermiten yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem, maka energi tersebut digunakan untuk menjalankan pompa untuk menaikkan air dari reservoir bawah ke reservoir atas. Proses ini secara tidak langsung menyimpan daya dan energi tersebut dalam bentuk energi potensial.

Sebaliknya, disaat periode permintaan daya tinggi, namun produksi energi terbarukan intermiten tidak cukup untuk melayani permintaan listrik, maka air yang disimpan pada reservoir atas akan dilepaskan dan mengalir melalui turbin air untuk menghasilkan tenaga listrik guna menjawab permintaan energi.

Baca Juga



Di Indonesia, terdapat total 7,308.8 GWh potensi PHES yang tersebar di seluruh negeri. Berita baiknya, PT. PLN Persero mulai melirik potensi tersebut, dengan berencana membangun sebesar 4,3 GW PHES yang sebagian besar tersebar di wilayah Jawa-Bali.

Dalam rencana tersebut, muncul nama PHES Cisokan, di Jawa Barat dengan kapasitas 1,04 GW yang akan mulai beroperasi pada Tahun 2025. Selanjutnya, PHES matenggang, dengan kapasitas 943 MW, juga direncanakan beroperasi pada Tahun 2028.

Meskipun terdengar cukup menjanjikan, namun terdapat tantangan dalam pengembangan PHES. Dikarenakan teknologinya yang baru, diperlukan studi kelayakan dan investasi yang cukup intensif untuk pengembangan PHES di Indonesia. Akuisisi lahan juga menjadi salah satu tantangan yang mungkin akan dihadapi pada pengembangan PHES. Namun, dibalik tantangan tersebut, PHES menawarkan umur operasi selama 50 tahun yang dua kali lipat lebih lama dibandingkan baterai lithium ion. PHES juga dikenal padat energi, karena dapat menyimpan dan membawakan kuantitas energi lebih banyak, mulai dari 2 hingga 150 GWh dalam rentang waktu 18 jam.

Mengetahui tantangan, kelebihan, dan potensi dari PHES, serta rencana dari stakeholder ketenagalistrikan untuk mengembangakannya. Cukup menjanjikan untuk melihat,bagaimana implementasi PHES, dapat menjadi jalan pembuka untuk peneterasi energi terbarukan interminten lainnya di Indonesia.

Referensi :

[1] “Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2022”

[2] “Pumped hydro energy storage system: A technological review”

[3] “Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero)”

Editor : Muhammad Fhandra Hardiyon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 Comment